Pengadilan Larang Sidang Kasus Korupsi e-KTP Disiarkan Live

PN Jakpus melarang seluruh persidangan yang digelar di lingkungan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat disiarkan secara langsung atau live

TRIBUNNEWS/HERUDIN
Mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman, usai pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/2/2017). Irman diperiksa sebagai saksi untuk mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, Soegiarto dalam kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan e-KTP secara nasional tahun 2011-2012. (TRIBUNNEWS/HERUDIN) 

TRIBUN-MEDAN.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) melarang seluruh persidangan yang digelar di lingkungan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat disiarkan secara langsung atau live oleh media televisi.

Berdasarkan Surat Keputusan yang diteken 4 Oktober 2016 itu, maka sidang dakwaan kasus korupsi e-KTP tahun anggaran 2011-2012 yang akan digelar Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) Jakarta,hari ini tidak akan disiarkan secara langsung.

Baca: Menlu Bantah Sembunyikan Pedang Emas dari Raja Arab Saudi

Baca: Rano Karno Diduga Terima Uang Rp 300 Juta Terkait Dugaan Korupsi Alkes

Baca: Ini Reaksi Ahok Saksikan Adegan Santap Sushi di atas Tubuh Perempuan Tanpa Busana

"Mengingat yang sudah terdahulu pengadilan mengambil sikap bahwa persidangan sekarang sudah tidak boleh live lagi," kata Humas Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Yohanes Priyana.

Menurut Priyatna, kebijakan tersebut diambil berdasarkan evaluasi persidangan terdakwa kasus pembunuhan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beberapa waktu lalu. Berdasarkan hasil evaluasi, peliputan secara live menyebabkan kegaduhan di ruang persidangan dan di ruang masyarakat serta di media sosial.

Selain itu juga dari opini publik yang saling bertentangan sehingga pengadilan berpendapat lebih banyak keburukannya dibandingkan kebaikannya.

"Bahwa sidang yang terbuka untuk umum artinya bahwa persidangan ini mempersilakan masyarakat untuk hadir dalam sidang pengadilan yang terbuka untuk umum," ungkap Yohanes.

Sementara, peliputan secara langsung memiliki makna persidangan yang dihadirkan kepada masyarakat umum sehingga memiliki filosofi berbeda dengan persidangan yang bersifat terbuka untuk umum.

"Jadi dengan hal yang demikian pengadilan mengambil sikap mengembalikan kepada marwah sidang yang terbuka untuk umum. Silakan kepada pihak-pihak yang merasa berkepentingan untuk hadir ke pengadilan," kata dia.

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mengecam adanya larangan menyiarkan langsung sidang perdana kasus dugaan korupsi KTP elektronik.

Menurut PWI larangan siaran langsung pengadilan yang terbuka untuk umum, selain merupakan pelecehan terhadap kemerdekaan pers, sekaligus juga bertentangan dengan prinsip-prinsip peradilan yang bebas, terbuka dan jujur.

Menurut Dewan Kehormatan PWI Pusat, pelarangan siaran langsung termasuk penghianatan terhadap semangat dan roh dari KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana).

"Dewan Kehormatan PWI mengingatkan, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku sebagaimana diatur dalam KUHAP, apabila sidang dinyatakan terbuka untuk umum, berarti masyarakat atau publik boleh dan dapat mengetahui apa yang terjadi dalam proses persidangan," tulis Dewan Kehormatan PWI.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved