Kisah Pria Aceh Pemilik 'Harta Karun' Tionghoa, Rogok Koceh Miliaran dan Tolak Bantuan

Sebagaimana tertera pada papan merah di muka gedung, museum itu bernama 'Museum Pustaka Peranakan Tionghoa'.

Editor: Tariden Turnip
BBC INDONESIA
Tampak muka Museum Pustaka Peranakan Tionghoa di kawasan BSD, Tangerang Selatan, Provinsi Banten. 

TRIBUN-MEDAN.COM - Sebuah papan merah berukir dengan aksara emas tampak mencolok di kawasan rumah-toko yang terletak di bilangan BSD, Tangerang Selatan, Provinsi Banten.

Berbeda dengan tetangga-tetangganya yang berbisnis asuransi dan jasa keuangan, ruko tersebut berfungsi sebagai museum, tempat harta karun peranakan Tionghoa.  

Sebagaimana tertera pada papan merah di muka gedung, museum itu bernama 'Museum Pustaka Peranakan Tionghoa'.

Ketika memasuki ruangan museum, deretan buku beraksara latin serta Mandarin langsung menyambut dari berbagai penjuru. Warna kertas yang kecokelatan dan berlubang juga menjadi pemandangan lazim.

Azmi Abubakar, pria Aceh, seorang Muslim,  pemilik museum, mengatakan tak kurang dari 30.000 dokumen ada di tempat itu.

tionghoa

Lantai bawah Museum Pustaka Peranakan Tionghoa berisi berbagai dokumen, termasuk buku dan surat kabar dari puluhan hingga ratusan tahun lalu/BBC INDONESIA.

Selain buku, terdapat koran, majalah, cerita silat, komik, dan foto-foto di museum tersebut. Saat berada di sana, saya bahkan menjumpai akta kelahiran seorang warga keturunan Cina tahun 1940 yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda di Semarang.

Di antara tumpukan dokumen, Azmi menyoroti keberadaan manuskrip beraksara Jawa karya Tjan Tjoen Hiang di Surakarta pada 1891 yang menceritakan kembali kisah roman klasik Cina, Sie Djin Kwie.

"Itu bentuk akulturasi yang paling istimewa menurut saya," kata Azmi, yang berasal dari keluarga Aceh.

Kemudian, tersembunyi di antara deretan kursi, sebuah papan kayu hitam luput dari perhatian.

Tak disangka, papan kayu beraksara Mandarin itu tadinya bagian dari sekolah yang didirikan Tiong Hoa Hwee Kwan, sebuah organisasi yang didirikan pada 1900 oleh beberapa tokoh keturunan Cina di Batavia.

Papan itu kian istimewa lantaran menjadi penanda sekolah swasta modern pertama, bukan saja di Batavia, tetapi juga di Hindia Belanda.

"Memang hanya satu-satunya itu," cetus Azmi.

tionghoa

Foto perkumpulan Tiong Hoa Hwee Kwan yang didirikan pada 1900 oleh beberapa tokoh keturunan Cina di Batavia. Perhatikan papan di latar belakang/BBC INDONESIA.

tionghoa

Papan penanda yang semula dimiliki perkumpulan Tiong Hoa Hwee Kwan/BBC INDONESIA.
Halaman
123
Sumber: bbc
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved