Dokumen Rahasia Amerika Ungkap Peran Prabowo dan SBY jelang Jatuhnya Presiden Soeharto 1998
Satu dokumen berisi percakapan Asisten Menteri Luar Negeri AS, Stanley Roth, dengan Komandan Kopassus, Mayjen Prabowo Subianto.
TRIBUN-MEDAN.COM - Lepas dari situasi politik terkini Tanah Air, di mana Prabowo Subianto dan mantan Presiden SBY bertemu menjajaki koalisi di Pilpres 2019, Amerika Serikat merilis 34 dokumen rahasia yang mengungkap peran keduanya jelang jatuhnya Presiden Soeharto pada 1998.
Sebanyak 34 dokumen rahasia Amerika Serikat mengungkap rentetan laporan pada masa prareformasi, salah satunya bahwa Prabowo Subianto disebut memerintahkan Kopassus untuk menghilangkan paksa sejumlah aktivis pada 1998 dan adanya perpecahan di tubuh militer.
Dokumen-dokumen yang dirilis ke publik oleh lembaga Arsip Keamanan Nasional (NSA) ini mengemukakan berbagai jenis laporan pada periode Agustus 1997 sampai Mei 1999.
Sebagian merupakan percakapan staf Kedutaan AS di Jakarta dengan pejabat-pejabat Indonesia, lainnya adalah laporan para diplomat mengenai situasi di Indonesia.
Prabowo: Era Suharto akan berakhir
Satu dokumen merupakan telegram berisi percakapan antara Asisten Menteri Luar Negeri AS, Stanley Roth, dengan Komandan Kopassus, Mayor Jenderal Prabowo Subianto.
Dalam pertemuan selama satu jam pada 6 November 1997 itu, keduanya membahas situasi Indonesia.

Hak atas foto NSA
Prabowo mengatakan mertuanya, Presiden Suharto, tidak pernah mendapat pelatihan di luar negeri dan pendidikan formalnya pun sedikit.
Namun, menurutnya, Suharto sangat pintar dan punya daya ingat tajam.
Bagaimanapun, urai Prabowo, mertuanya tidak selalu bisa memahami persoalan dan tekanan dunia.
"Akan lebih baik jika Suharto mundur pada Maret 1998 dan negara ini bisa melalui proses transisi kekuasaan secara damai", sebut Prabowo dalam dokumen itu.
"Apakah itu terjadi pada Maret atau perlu beberapa tahun lagi, era Suharto akan segera berakhir," sambungnya.
Hak atas foto ERIK PRASETYA
Siapa di balik penghilangan para aktivis?
Arsip tertanggal 7 Mei 1998 ini mengungkap catatan staf Kedutaan Besar AS di Jakarta mengenai nasib para aktivis yang tiba-tiba menghilang.