Sempat Tunda Kuliah 3 Tahun karena Orangtua Bangkrut, Indri 'Bayar' dengan Predikat Summa Cum Laude
Kala itu, usai lulus SMA, ekonomi keluarga sangat bangkrut sebangkrut-bangkrutnya. Jadi saya tidak bisa kuliah
TRIBUN-MEDAN.com-Keterbatasan ekonomi bukanlah penghalang bagi seseorang untuk meraih mimpi dan prestasi. Bahkan keterbatasan itu justru memunculkan semangat pantang menyerah untuk meraih kesuksesan.
Dengan niat, tekad dan kemauan yang kuat, semua yang dicita-citakan pasti akan bisa terwujud. Kuncinya adalah kemauan yang kuat disertai dengan kerja keras untuk berusaha dengan sungguh-sungguh.
Hal ini dibuktikan oleh Indri Heriska, Wisudawati dari Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD), Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Medan yang diwisuda pada periode November Tahun Akademik 2018/2019, di Gedung Serba Guna UNIMED, Rabu (28/11/2018).
Indri Heriska, merupakan salah satu mahasiswa peraih IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) tertinggi pada Wisuda Unimed, periode November 2018. Ia meraih predikat cumlaude dengan IPK hampir sempurna yakni 3,92.
Indri menuturkan, Karena keterbatasan ekonomi pula dirinya sampai harus menunda tiga tahun untuk kuliah.
“Kala itu, usai lulus SMA, ekonomi keluarga sangat bangkrut sebangkrut-bangkrutnya. Jadi saya tidak bisa kuliah”, kenang Indri.
Saat itu, di tahun 2012, ekonomi keluarga Indri memang sempat mengalami kebangkrutan. Usaha pembuatan kerupuk opak yang dirintis oleh orangtuanya merugi karena banyak pembeli yang tidak membayar hutang.
Anak pertama dari dua bersaudara ini pun harus menahan asa melihat rekan se-angkatannya banyak yang kuliah.
“Tapi kawan-kawan SMA saya terus menyemangati saya. Saat itu, saya berdoa semoga diberi rezeki untuk kuliah di tahun berikutnya,” ujar anak dari pasangan Heri Susanto dan Sudariem ini.
“Saat usaha bangkrut. Ibu bekerja sama orang menjemur kulit ubi. Ayah juga kadang bekerja kadang tidak. Saat itu keadaan sangat sulit,” tambah Indri.
Alhasil Kesempatan untuk kuliah di tahun 2013 pun harus kembali dilepas Indri karena orang tunya belum sanggup bahkan untuk membayar uang kuliah semester pertama.
”Tunda dululah nak,” ujar Indri menirukan ucapan ibunya.
Pada Tahun 2014, Indri pun memberanikan diri untuk mengikuti seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tanpa sepengetahuan keluarga. Itu adalah kesempatan terakhirnya untuk bisa kuliah di PTN.
“Alhamdulillah saat itu saya lulus di prodi PG-PAUD. Saya kemudian cerita ke Ibu saya. Ibu saya bilang, ‘yaudah Nak’, kata ibu saya,” ujar dara kelahiran Medan Tuntungan, 4 Februari 1994 ini.
Sayangnya, Keberaniannya untuk kuliah ditengah keterbatasan ekonomi sempat banyak dicemooh tetangga. “Bahkan tetangga sendiri bilang, Kalau tidak mampu ngapain kuliah,” ungkapnya sambil menyeka air mata.