Kejar KKB di Pedalaman Papua, Brimob Hancurkan Markas KKB yang Baru Dibangun, Ini Videonya
"Ini adalah markas KKB OPM dan kami akan menghancurkannya karena mereka telah berkhianat kepada negara Republik Indonesia," ucap seorang petugas
TRIBUN-MEDAN.com - Pasukan TNI/POLRI terus memburu anggota Kelompok Kriminal Bersenjata atau Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata yang sebelumnya membantai puluhan karyawan PT Istaka Karya yang membangun Trans Papua.
Informasi terkini pengejaran diunggah oleh netizen yang kemungkinan merupakan personel Polri di akun facebook Komunitas Pencinta Polri, Selasa (18/12/2018).
Tampak anggota Brimob berseragam lengkap menghancurkan markas KKB di sana.
Mereka membongkar satu per satu rangka markas KKB non-permanen tersebut.
"Ini adalah markas KKB OPM dan kami akan menghancurkannya karena mereka telah berkhianat kepada negara Republik Indonesia," ucap seorang petugas di dalam video tersebut.
Markas KKB yang dihancurkan tidak berukuran besar, terbuat dari kayu dan seng.
Dalam penyerbuan ini, personel Brimob tak menemukan siapa pun berada di dalam markas itu.
"Ini adalah markas KKB yang memang masih baru dibangun. Sayang sekali ketika kami dari kepolisian, Brimob, tidak mendapatkan mereka sedang berada di sini," terdengar ucapan dalam video.
Sebelumnya, Menkopolhukam Wiranto menyatakan bahwa pemerintah tidak akan berunding dengan kelompok separatis di Papua.
Dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (17/12/2018), Wiranto menegaskan, pemerintah "tidak pernah berkompromi" dengan kelompok kriminal bersenjata maupun kelompok yang menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menanggapi sikap tersebut, juru bicara Komite Nasional Pembebasan Papua Barat (KNPB) – organisasi yang berkampanye untuk pemisahan Papua dari Indonesia – menuduh pemerintah memelihara konflik di Papua.
Tim gabungan TNI-Polri masih memburu kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNB-OPM) yang bertanggung jawab atas pembunuhan belasan pekerja proyek pembangunan jembatan di Kabupaten Nduga.
Operasi militer ini dikhawatirkan akan mengakibatkan jatuhnya korban dari warga sipil, karena para pemberontak disebut berbaur dengan masyarakat.
Namun Menkopolhukam Wiranto mengatakan bahwa pemerintah tidak akan membuka perundingan damai dengan TPNB-OPM karena posisi mereka tidak setara. Ia menyebut kelompok tersebut sebagai "orang-orang khilaf".
"Sebagai negara yang berdaulat dan demokrasi, tentu kita akan menerima kalau mereka insaf. Tapi bukan dalam bentuk negosiasi. Tidak ada negosiasi," kata Wiranto.
Wiranto juga membantah klaim TPNB-OPM bahwa pasukan keamanan Indonesia menggunakan bom, yang turut melukai warga sipil. "Tidak ada bom," ujarnya.
Menanggapi pernyataan Wiranto, juru bicara Komite Nasional Pembebasan Papua Barat (KNPB) Ones Suhuniap menuduh pemerintah Indonesia "memelihara konflik di Papua".
Ia berpendapat, selama pemerintah tidak membuka dialog dengan TPNPB-OPM dan memenuhi tuntutan mereka akan penentuan nasib sendiri, perjuangan kemerdekaan akan terus berlanjut — dan bukan tidak mungkin akan memakan korban.
"Dan kalau korban berjatuhan jangan salahkan rakyat Papua atau TPN, tapi salahkan pemerintah; baik itu rakyat sipil, orang asli Papua maupun non-Papua yang jadi korban itu bukan kesalahannya. Itu ada di pemerintah," kata Ones.
Pengamat Papua dari LIPI, Adriana Elisabeth, mendukung penegakkan hukum yang dilakukan pemerintah di Papua. Namun ia mengatakan pemerintah juga perlu melakukan dialog dengan kelompok separatis di Papua Barat supaya kekerasan seperti yang terjadi di Nduga tidak berulang.
Ia menilai bahwa masih ada ruang untuk merundingkan kepentingan kedua belah pihak.
"Pemerintah juga punya kepentingan, untuk di Papua jangan sampai terjadi (kekerasan) seperti itu lagi. Di sisi lain, kelompok-kelompok yang memperjuangkan kemerdekaan juga punya kepentingan, sebetulnya bukan itu saja. Kalau dilihat dari penyataan kelompok-kelompok itu kan ada hal-hal lain yang selalu dikeluhkan; pemerintah tidak adil dan sebagainya. Jadi itu ada hal-hal lain yang sebenarnya bisa dibicarakan," kata Adriana.
Adriana menambahkan, dialog itu harus dilakukan dalam jangka panjang, dan tidak harus secara langsung membahas isu separatisme. Ia berharap pemerintah bisa membahas berbagai akar persoalan di Papua, antara lain isu sosial dan ketidakadilan.
"Artinya, dialog ini peluang untuk membuka atau membicarakan hal-hal yang selama ini masih belum tercapai secara utuh dari perspektif pemerintah maupun perspektif di Papua," ujarnya.
Namun Ones Suhuniap tidak setuju. Ia mengatakan bahwa satu-satunya dialog yang dibutuhkan Papua Barat adalah perundingan tentang referendum penentuan nasib sendiri.
Menurut Ones, akar persoalan di Papua hanyalah satu, yakni status politik wilayah tersebut.
"Akar persoalan di Papua itu bukanlah pembangunan, bukan kesejahteraan, bukan keadilan, bahkan bukan uang banyak ... Itu tidak penting bagi rakyat Papua. Akar persoalannya adalah status politik Papua," tegasnya.
Papua menjadi bagian dari Indonesia melalui Penentuan Pendapat Rakyat atau Pepera pada tahun 1969—proses yang dituduh tidak demokratis, meskipun hasilnya diterima PBB serta negara-negara penting, seperti Amerika Serikat.
Ini video penghancuran markas KKB Papua
Blokir 20 Akun Propaganda KKB
Pemerintah telah memblokir 20 akun media sosial yang dipakai untuk menyebar propaganda terkait aktivitas Kelompok Kriminal Bersenjata ( KKB) di Papua.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo menuturkan, dari 20 akun media sosial tersebut, 16 di antaranya merupakan akun Facebook, tiga akun Twitter, dan satu channel Youtube.
“Ada 20 akun yang sebagian besar itu adalah Facebook, baru Twitter dan Youtube. Youtube sedikit cuma satu, yang Twitter 3, berarti 16 Facebook. Ini sedang diprofiling oleh satgas siber yang ada di Papua,” tutur Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/12/2018).
Dedi mengatakan, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika sedang menelusuri admin akun media sosial tersebut.
Namun, Dedi tak membeberkan hasil penelusuran yang telah dilakukan.
“Saat ini kami masih melakukan profiling terhadap admin 20 akun media sosial tersebut. Nanti kalau sudah tertangkap akan kita ekspose lagi. Sekarang jangan terlalu detail dulu,” kata Dedi.
Sampai saat ini, ucap Dedi, pihaknya baru menemukan 20 akun media sosial yang digunakan KKB untuk melakukan agitasi dan propaganda kepada masyarakat.
Kepolisian, lanjut Dedi, akan terus melakukan patroli siber untuk mendeteksi seluruh akun media sosial yang melakukan agitasi dan propaganda terkait aksi KKB tersebut.
“Sementara ini baru 20 akun media sosial, belum bertambah lagi. Tim kami masih melakukan patroli untuk mencari akun-akun lain yang terkait dengan aksi propaganda dan agitasi KKB itu,” tutur Dedi.
Sebelumnya, Pembunuhan sadis dilakukan KKB di wilayah Nduga, Papua terhadap pekerja PT Istaka Karya. Mereka bekerja untuk membuka isolasi di wilayah pegunungan tengah.
Pasca-peristiwa, tim gabungan berhasil mengidentifikasi 17 orang meninggal dunia.Tim gabungan saat ini masih fokus mencari 4 korban hilang, yang diduga berhasil melarikan diri saat kejadian.
Sedangkan empat orang lainnya yang juga sempat dibawa ke Bukit Puncak Kabo dan melarikan diri, dinyatakan selamat dan sudah dievakuasi. Sebanyak 27 orang dinyatakan selamat dan sudah dievakuasi. Mereka terdiri dari pekerja jembatan, pekerja puskesmas, telkom, dan karyawan SMP. (*)