Panglima Tentara Revolusi West Papua Dituntut 8 Tahun Penjara, Pengacara Bantah Tuduhan Makar
Pengacara membantah kliennya melakukan perbuatan makar, tapi hanya bagian dari menyampaikan hasil pendapat umum yaitu melakukan ibadah syukuran.
TRIBUN-MEDAN.com-Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jayawijaya menuntut dua terdakwa atas nama Solak Alitnoe dan Isak Wandik yang jadi tertuduh tindakan makar di Kabupaten Yalimo, dituntut delapan tahun penjara oleh jaksa penuntut umum.
Solak Alitnoe dan Isak Wandik ditangkap kepolisian akhir Agustus 2018 di Distrik Abenaho, Kabupaten Yalimo usai pelantikan panglima Tentara Revolusi West Papua (TRWP) Kodap XI Yali.
Menurut laporan TabloidJubi.com, Senin (8/4/2019), pada sidang pembacaan tuntutan JPU, Senin (8/4/2019) di Pengadilan Negeri Wamena yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Yajid, SH didampingi hakim anggota Ottow Siagian, SH, MH itu, jaksa penuntut mendakwa keduanya dengan pasal 106 KUHP Jo, pasal 55 Ayat (1) ke-1 tentang makar.
Baca: Pengejaran KKB Papua, Mahasiswa Putra Papua dan Pendeta Tabuni Dukung TNI, Sindir OPM-KKB
Baca: Mahasiswa Papua di Medan Galang Dana Untuk Korban Banjir Bandang dan Longsor Sentani
Baca: Sebanyak 1.051 Pengungsi di Kabupaten Lanny Jaya Papua Sudah Kembali, Gelar Upacara Bakar Batu
Semua unsur-unsur dalam pasar 106 KUHP dan pasal 55 dalam dakwaan ketiga telah terpenuhi, maka yang didakwakan kepada para terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan sehingga kedua terdakwa dituntut delapan tahun penjara,” kata JPU, Febiana Wilma Sorbu dalam tuntutannya.
Usai persidangan, Febiana Sorbu mengatakan, pertimbangan yang diambil pada tuntutan ini karena merupakan kasus makar terhadap keamanan negara, dimana tujuannya untuk memisahkan diri dari wilayah NKRI.
“Sebenarnya ancaman hukuman di atas 8 tahun, karena dari fakta persidangan selama ini, sikap kedua terdakwa koperatif sehingga menjadi penilaian dalam pemberian tuntutan,” katanya.
Febiana menambahkan, sidang akan dilanjutkan pada Kamis, dengan agenda pembelaan dari penasihat hukum kedua terdakwa.
Sementara untuk Warga Negara Asing asal Polandia yang juga terkait makar, belum dilakukan sidang.
“Alasan penundaan karena kami masih menyempurnakan tuntutan, apalagi dia adalah WNA, jadi harus benar-benar selektif dalam tuntutan,” katanya seperti dikutip dari antaranews.com.
Menanggapi tuntutan JPU itu kuasa hukum terdakwa, Danius Wenda, SH, MH beranggapan jika tuntutan yang diberikan menggunakan pasal alternatif tidak sesuai dengan apa yang dilakukan oleh kliennya.

“Mereka tidak melakukan perbuatan makar seperti yang disangkakan, ini hanya bagian dari menyampaikan hasil pendapat umum yaitu melakukan ibadah syukuran."
"Dimana, ibadah syukuran itu dapat dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja, jika mengibarkan bendera Bintang Kejora dan lakukan upacara barulah disebut makar,” kata Wenda.
Selain itu, katanya, kliennya sebelum melakukan kegiatan telah menyurati kepolisian dalam hal ini Polres Jayawijaya, sebagai niat baik melakukan pemberitahuan sehingga niat untuk mengibarkan bendera itu tidak ada.
“Barang bukti bendera Bintang Kejora itu tidak dikibarkan, aparat ambil dari dalam koper, sedangkan baju loreng yang dijadikan barang bukti juga diminta kepada masyarakat untuk melepas saat dilakukan pengerebekan, sehingga kami memandang kasus ini bukan perkara makar dan tidak bisa dikenakan pasal makar,” katanya.
Didapati juga dua buah stempel bertuliskan 'West Papua Revolutionary Army Kordap XI Yaly' berwarna merah dan biru, serta dua buah telepon genggam, satu buah noken, dan sebuah dompet.
Menurut kepolisian setempat, rencananya latihan perang lanjutan Kordap XI Yalimo akan dilanjutkan di Kabupaten Yahukimo dan Pegunungan Bintang.tihan militer selama satu pekan. (*)