Sosok Mayor Jenderal TNI (purn) Soenarko Diungkap, Ikut Perang di Timor-Timur hingga Perang di Aceh
“Dia memang perang terus itu orang. Di Timor Timur, di Aceh. Jadi mungkin itu senjata rampasannya dahulu,” ujar Ryamizard.
TRIBUN-MEDAN.com - Kerusuhan 22 Mei 2019 lalu mengakibatkan sejumlah korban jiwa dan kerugian ekonomi.
Peristiwa ini pecah tak lama setelah massa yang berdemonstrasi menolak hasil Pemilu 2019 di Gedung Bawaslu pada Selasa (21/5/2019) membubarkan diri.
Bentrokan dengan polisi terjadi setelah muncul kelompok massa tak dikenal yang datang dan memanaskan suasana dengan melakukan pembakaran dan pelemparan benda keras.
Segenap aparat keamanan yang berjaga pun segera bergegas mengamankan situasi agar kembali kondusif.
Berbagai upaya mereka lakukan, misalnya memukul mundur massa menggunakan gas air mata dan meletakkan kawat duri sebagai pembatas.
Mereka berbeda dengan kelompok yang menggelar unjuk rasa damai di Bawaslu sebelumnya. Kelompok yang terlibat adalah sebagai berikut:
Kelompok preman bayaran
Dari rekaman Closed Circuit Television atau CCTV, terlihat pergerakan massa terbesar terjadi pada Selasa sekitar pukul 23.00 malam dan Rabu sekitar pukul 02.00 dini hari.
Massa ini diketahui datang menggunakan commuter line dari Rangkasbitung, Banten dan turun di Stasiun Tanah Abang.
Setibanya di sana, mereka terlihat menerima pembagian amplop yang diduga berisi uang.
Setelah itu, kelompok massa ini pun menyebar ke arah Petamburan, Tanah Abang, dan Gedung Bawaslu, Menteng.
Menjelang pukul 02.00 pada Rabu dini hari di Jalan MH Thamrin dekat Gedung Bawaslu, terlihat sebuah ambulans yang di dalamnya terdapat banyak pemuda.
Ketika pemuda ini turun dari ambulans, mereka diberikan amplop.
Sejumlah pemuda lain yang ada di dekat lokasi pun mendekat, dan mereka juga turut diberi amplop. Setelah menerima amplop, mereka langsung berlari ke arah Bawaslu.
Tak lama, terjadi kerusuhan besar kedua di depan gedung Bawaslu dan Jalan Wahid Hasyim sekitar pukul 02.00.