Total Empat Pentolan Aktifis Sumut Ditangkap Terkait Dugaan Makar dan Demo Ricuh DPRD Sumut
Polisi telah menangkap empat orang dan telah ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan makar dan dugaan tindak pidana penghasutan
TRIBUN-MEDAN.com - Polisi telah menangkap empat orang dan telah ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan makar dan dugaan tindak pidana penghasutan terkait aksi demo berujung ricuh pada 24 Mei lalu.
Keempat tersangka masing-masing Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Sumut Heriansyah dan Wakilnya Rafdinal (R), Sekretaris GNPF Zulkarnain (ZR) serta Rabualam Syahputra Ketua Presidium Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat Sumatera Utara (GNKR Sumut).
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja membenarkan jika pihaknya telah telah melayangkan surat pemanggilan untuk mendatangi Polda Sumut dalam kasus dugaan Makar.
"Jadi, tidak menutup kemungkinan, kedepan bakal ada tersangka lain dalam kasus dugaan Makar," kata Tatan, Rabu (29/5/2019).
Sebelumnya, penetapan kedua warga berinisial ZR dan R, sebagai tersangka disampaikan Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto di Asrama Haji Medan, Selasa (28/05/2019) kemarin.
"Ada dua tersangka, Zulkarnaen dan Rafdinal," kata Irjen Pol Agus Andrianto.
"Ini bukan kriminalisasi tapi ada perbuatan melawan hukum, ada peraturan yang dilanggar dan ada orang yang melaporkan," sambungnya.

Diketahui, Rafdinal dijemput oleh polisi di kediamannya di kawasan Jalan Abdullah Lubis Medan pada Senin (27/5/2019) kemarin.
Dia kemudian diperiksa di Ditkrimum Polda Sumut hingga saat ini.
Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto juga membeberkan dalam kasus dugaan makar tidak perlu menunggu akibat.
Materilnya diucapkan bisa (dijerat), perbuatannya itu dilarang, tidak perlu menunggu akibat sudah bisa diterapkan (Pasal 170 KUHP).
"Apalagi sudah ada kegiatan. Jakarta Medan ini kan satu nafas.
Mereka tidak bisa berdiri sendiri. Ini saling berkait dimana tujuannya untuk memprovokasi masyarakat.
Harapannya di Medan kejadiannya sama (seperti di Jakarta)," urai Agus.
"Ini harapannya bisa dicegah. Silent mayority lebih banyak, kasian masyarakat lain seharusnya serahkan dengan mekanisme yang berlaku," jelas Agus.