Mandikan 16 Burung Endemik, Adil Aulia Divonis Enam Bulan Penjara dan Satwa Dilepas ke Habitat
Hakim juga memerintahkan untuk seluruh satwa yang menjadi bg bukti dikembalikan kepada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKKSDA) Sumut.
Penulis: Victory Arrival Hutauruk |
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Terdakwa kasus pengelapan 16 burung endemik dilindungi Adil Aulia (30) divonis dengan 6 bulan penjara di Pengadilan Negeri Medan, Selasa (2/7/2019).
Selain penjara, Adil juga didenda uang Rp 1 juta dengan subsider 1 bulan kurungan.
"Menyatakan terdakwa Adil Aulia terbukti secara sah dan meyakin tanpa hak melawan hukum diancam Pidana . Dengan ini menghukum penjara selama 6 bulan dengan denda Rp 1 juta dan apabila tidak dibayarkan diganti kurungan 1 bulan," ungkap Hakim Ketua Mian Munthe.
Hakim juga memerintahkan untuk seluruh satwa yang menjadi bg bukti dikembalikan kepada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKKSDA) Sumut.
"Hal memberatkan karena tidak mendukun program pemerintah dalam melindungi hewan langka, dan memerintahkan seluruh barang bukti disita oleh negara dan dikembalikan ke habitatnya," tambah Hakim.
Putusan ini jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fransiska Panggabean yaitu pidana 8 bulan dengan denda 1 juta dan subsider 1 bulan kurungan.
Seusai sidang, terdakwa Adil pun tampak tampak hanya menunduk dan diam saat dibawa menuju sel sementara PN Medan. Ia hanya berkata "Awaslah bang," cetusnya.
JPU Fransiska Panggabean menjelaskan 16 ekor burung yang dilindungi tersebut dirawat di rumah orang tuanya di Jl. Yos Sudarso No.5 Lk. I, Mabar, Medan Deli.
"5 ekor burung kakatua raja (Probosciger Aterrimus), 5 ekor burung Kesturi Raja / Nuri Kabare (PsittrichasFulgidus), 1 ekor burung Rangkong Papan / Enggang Papan (Buceros Bicornis), 1 ekor burung kakatua Maluku (Caacatua Moluccensis), 1 ekor burung kakatua jambul kuning (cacatua Sulphurea) dan 3 ekor Juvenil burung Kasuari Klambir Ganda (Casuarius Casuarius)," tuturnya dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Mian Munthe.
Bahwa 16 ekor burung tersebut merupakan satwa yang dilindungi oleh pemerintah sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018, serta perbuatan terdakwa yang telah memelihara Satwa yang dilindungi tersebut tanpa izin dari pihak berwenang.
Ia menjelaskan bahwa kasus ini bermula sekitar bulan Desember 2018 hingga Februari 2019, Terdakwa melakukan bersama-sama dengan Robby (DPO) yang merupakan abang terdakwa.
"Peran Terdakwa sebagai yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan menyimpan atau memelihara burung tersebut ada mendapatkan upah dari Robby sebesar Rp 1,2 juta per bulan," tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa terdakwa bersama Robby merawat satwa/burung tersebut dengan cara memberi makan serta membersihkan kandangnya, kemudian cara memelihara dan memberi makannya pun berbeda-beda.
"Dimana Setiap hari pukul 07.00 wib pagi terdakwa membersihkan semua kandang-kandang burung. Lalu memandikan Burung Kesturi Raja, Burung Kakatua Raja, Burung Rangkong Papan, Burung Kakatua Maluku, Burung Kakatua Jambul Kuning dan Burung Kasuari Klambir Ganda dengan cara menyemprot memakai semprotan burung," terangnya.
Selanjutnya terdakwa menjemur burung-burung tersebut disamping rumah dibawah sinar matahari. Dan memberi makan seluruh burung