Nama Danau Toba Bukan Sebutan Berasal dari Orang Batak Tapi Buatan Jerman
Menarik dikaji ternyata nama Danau Toba bukan berasal dari bahasa tuturan orang batak sendiri.
Dalam peta ini dijelaskannya bahwa pembuatan peta dilakukan berdasarkan pengamatan langsung melalui rute jalan kaki, yang membuat patik kagum karena lamanya 24 hari jalan kaki dari tanggal 2 sampai 26 Desember 1883.
Dalam peta Hagen, patik amati nama pulau Samosir bukan Samosir tapi yang ada nampak jelas ditulis Toba Pulo. Jadi pertanyaan, sejak kapan pulau Samosir dan komunitas samosirnya muncul dalam dokumen, peta dan arsip misionaris Jerman?
Patik mendapat kesan Hagen tidak menggunakan, paling tidak, kurang mempedulikan peta RMG saat membuat peta hasil riset jalan kaki 24 hari ini. Hagen jalan dengan naluri antropologinya dan mencatat keterangan dari informan untuk dibubuhkan di petanya.
Dalam peta Dr. B. Hagen ini menariknya tidak disebut istilah Tao tapi istilah yang lain yang didapatnya dari informannya yakni Aek, sehingga disebutkan istilah Aek Silalahe untuk salah satu sudut danau dan tidak ada istilah lokal untuk Danau Toba.
Juga menarik ada istilah Laut Daur yang waktu itu tak sempat patik cari apakah ada peta lain yang menggunakan istilah Laut Daur ini. Mengapa ada Laut Daur dalam peta Hagen di Danau Toba waktu itu? Apa maksudnya?
Sebelumnya istilah Toba See (dalam bahasa Jerman artinya Danau Toba) diperkenalkan dalam peta resmi misionaris Jerman tahun 1876 yang tertera dalam buku Mission Atlas (Barmen,1878). Dalam peta 1876 istilah Jerman (Toba See) di peta masih berdampingan dengan istilah asli lokal Tao Silalahi, Tao Balige, Tao Muara.
Dengan demikian karena bukan berasal dari bahasa lokal, maka Danau Toba sebenarnya nama yang dikonstruksi dari luar (Jerman), baru kemudian diterjemahkan ke bahasa Inggris (Lake Toba) dan belakangan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Danau Toba. Sementara Tao Toba tidak dikenal dalam istilah asli.
Patik tertanya-tanya waktu itu, kenapa para misionaris Jerman ini merubah nama asli danau (dari 3 Tao itu) menjadi nama baru Danau Toba (Toba See) dalam peta dan kebijakan RMG? Apa kepentingan yang mereka dapatkan dan kenapa pemerintah Belanda mengikuti perubahan nama itu? Apakah Herrn Apelt yang brewokan dan sedang Mittagessen itu dapat menjawabnya? Waktu itu, tak berani patik tanyakan, dari pada makin dongkol dia patik ganggu terus jam istirahat makan siangnya.
Patikpun terus lupa, apalagi waktu itu patik lagi di kejar-kejar hutang oleh Profesor Uli Kozok dari Hawaii yang terus-menerus menagih kata pengantar patik untuk bukunya yang sangat kontroversial (Utusan Damai di Kemelut Perang) yang sedang proses masuk cetak. Patikpun melupakan pertanyaan itu bertahun-tahun kemudian. Sampai hari ini.
Berdasar peta-peta RMG yang sekarang patik bawa (dan sekarang dapat diakes di Lembaga Arsip Sumatera di Medan), bukankah sebenarnyalah, nama Danau Toba itu benar-benar asli buatan Jerman?