Pitu Room Dibangun atas Kegelisahan Musisi Medan
Menilik kegelisahan para pelaku seni atas keterbatasan ruang berkesenian di Kota Medan. Elisantus Sitorus lantas membangun Pitu Room pada 2009.
Penulis: Hendrik Naipospos | Editor: Muhammad Tazli
Laporan Wartawan Tribun Medan/ Hendrik Fernandes
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Menilik kegelisahan para pelaku seni atas keterbatasan ruang berkesenian di Kota Medan. Elisantus Sitorus lantas membangun Pitu Room pada 2009.
Ia menyebutkan saat ini Pitu Room didominasi pelaku musik. Elisiantus menambahkan Pitu Room kini telah bermetamorfosis menjadi area belajar pemusik Medan.
"Ini gedung orang tua saya, SM Sitorus. Saat saya pulang dari Jakarta, saya lihat perbandingan yang kontras antara Jakarta dan Medan, padahal ini kota metropolitan. Kita mau kasih ruang para pelaku seni gratis, asal disiplin dan konsisten berkarya. Dan sekarang sudah jadi ruang kita belajar," sebut Elisantus kepada www.tribun-medan.com di Pitu Room jalan TB Simatupang Medan, Minggu (7/8/2016).
Elisantus mengakui tidak sedikit biaya yang dikeluarkan untuk perawatan Pitu Room. Bahkan ia juga membayar izin keramaian berkala kepada pihak kepolisian.
"Kita 70 persen berkesenian, 30 persen bisnis. Bisnisnya dengan menyewakan tempat ini. Uang sewanya untuk bayar listrik, air dan perawatan sound system. Bahkan kita bayar Rp 1 juta per bulan kepada kepolisian untuk izin keramaian. Saya bingung kenapa ada uang untuk mengurus izin keramaian. Padahal kita berkesenian," sambungnya.
Kata Pitu ternyata memiliki makna yang mendalam bagi Elisantus. Ia menyebutkan Pitu berasal dari bahasa Batak yang berarti tujuh.
"Kebetulan saya anak yang ketujuh. Istri saya boru Silalahi juga anak ketujuh. Itulah kenapa saya kasih nama Pitu Room," Sebutnya mengakhiri.
(Cr2/tribun-medan.com)