Ngopi Sore
Masih Terkenang Ira Koesno
Satu situasi yang boleh dibilang luar biasa mengingat debat ketiga pasangan kandidat melahirkan amunisi berat untuk dibawa ke panggung pascadebat.
SIAPAPUN yang mengusulkan dan kemudian memilih Dwi Noviratri Koesno sebagai pemandu debat (resmi) pertama kandidat Gubernur Jakarta, saya kira, boleh dipuji. Pilihannya sungguh-sungguh aduhai.
Bagaimana tidak. Ira, begitu sapaannya, bukan cuma sukses menuntaskan tugas dan pekerjaan formalnya. Malam itu, intonasi bicaranya jelas dan tegas. Dia juga galak. Sergahan-sergahannya membuat para suporter kandidat mati kutu. Histeria mereka tak bisa dilepaskan dan dilesatkan sesuka hati. Ira mengaturnya sedemikian rupa.
Di lain sisi, dan ini yang paling menakjubkan, keberadaan Ira mampu meredam kegaduhan pascadebat yang sebelumnya terlanjur diyakini bakal terjadi lantaran potensinya memang besar sekali. Gejolak dan kegaduhan sebelum debat bahkan sudah berlangsung nyaris brutal. Terutama yang terkaitpaut dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, kandidat yang telah disidangkan lantaran kasus dugaan penistaan agama.
Perkiraan ini ternyata mentah. Di atas panggung tiga pasangan berdebat seru: saling serang, saling sindir, beberapa kali saling melontar ejekan pedas. Akan tetapi setelahnya tidak mencuat kegaduhan.
Tentu saja bukan tak ada sama sekali. Di media sosial tetap muncul gejolak. Debat Pemilihan Gubernur Jakarta menjadi trending topic nasional di Twitter. Namun, gejolak-gejolak itu, kegaduhan-kegaduhan itu, tingkatannya belum melewati ambang batas wajar. Masih jauh di bawah gejolak dan kegaduhan sebelum debat digelar.
Satu situasi yang boleh dibilang luar biasa mengingat debat ketiga pasangan kandidat melahirkan banyak amunisi berat untuk dibawa ke panggung pascadebat.

Contohnya tentang penggusuran yang dilakukan Ahok di kawasan bantaran sungai. Atau tentang reklamasi Teluk Jakarta dan tempat hiburan malam Alexis yang dilontarkan Anies Baswedan, yang sudah barang tentu, dikedepankan untuk menghantam Ahok.
Atau tentang kartu sakti produk rancangan Agus Yudhoyono yang mencakup banyak hal dan dituding Ahok sebagai gambaran ketidakpahaman yang bersangkutan perihal tata kelola birokrasi pemerintahan.

Atau contoh lain tentang sistem penanggulangan banjir dan kemacetan yang menjadi debat seru antara Djarot dan Sandiaga Uno. Atau pukulan telak Anies terhadap wacana Sylviana yang disebutnya menarik namun tak nyambung. Atau soal rencana gelontoran-gelontoran dana bantuan tunai untuk warga miskin kota yang bakal diberikan Agus dan Sylviana jika mereka menang.
Belum lagi hal-hal remeh namun tetap menjadi bahan yang bagus untuk dinyinyiri seperti busana yang dikenakan kandidat, gestur, milik muka, dan lain-lainnya.
