Korupsi e KTP

Ingat Miryam, Mantan Anggota DPR RI yang Menangis di Sidang e KTP, Begini Kondisinya

"Dengan menerima surat ini berarti saya kira mudah kita pahami bahwa konteks kita untuk verbal lisan jadi kehilangan," kata hakim John.

Editor: Tariden Turnip
KOMPAS.com/AMBARANIE NADIA
Mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/3/2017). 

TRIBUN-MEDAN.COM - Mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani rencananya akan dikonfrontir dengan tiga penyidik KPK yang ditudingnya mengancam saat dirinya menjalani pemeriksaan, dalam sidang  di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/3/2017).

Pada sidang sebelumnya, majelis hakim mengonfirmasi isi BAP Miryam saat diperiksa di KPK.

Baca: Respons Menohok Mbah Mijan: Siapa Sosok Bersorban Main Sex Skype yang Dimaksud Inul?

Baca: Oknum Jaksa Ini Akui Sudah Tiduri Istri Polisi Dua Kali, Lihat Video Pengakuannya

Baca: Awas Polisi Bisa Tahan Kenderaan Mati Pajak Ini Penjelasannya

Miryam membantah semua keterangan yang ia sampaikan soal pembagian uang hasil korupsi e-KTP.

Miryam mengaku diancam dan ditekan oleh tiga orang penyidik saat dimintai keterangannya. Dua orang penyidik yang dia ingat namanya adalah Novel dan Damanik.

Miryam mengatakan isi BAP tersebut tidak benar hendak mencabut isinya.

Namun dalam sidang hari ini, Miryam tidak memenuhi pemanggilan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Menurut Ketua tim jaksa KPK, Irene Putrie, Miryam beralasan sakit dan tidak dapat menghadiri persidangan.

Baca: Foto Pramuka Makan Beralaskan Rumput Ini Ternyata Dilakukan Kwarcab Tangerang

Baca: Kopilot Garuda Indonesia Sarah Salat di Kokpit Pesawat Tuai Pujian

Kapten Pilot Jaka Pituana mengunggah foto Kopilot Sarah salah dalam kokpit pesawat
Kapten Pilot Jaka Pituana mengunggah foto Kopilot Sarah salah dalam kokpit pesawat (facebook)

Rencananya, Miryam akan dipanggil kembali untuk hadir sidang pada Kamis (30/3/2017).

Pemanggilan tersebut adalah yang ketiga kalinya untuk Miryam.

"Jika nanti dalam pemanggilan ketiga kali tidak juga hadir, kami bisa upaya panggil paksa," ujar Irene.

Sementara itu, tiga penyidik KPK, Novel Baswedan, Ambarita Damanik, dan Irwan Santoso telah dihadirkan dalam ruang sidang.

Hakim John Halasan Butarbutar mengatakan, dirinya menerima surat keterangan sakit yang dikirimkan Miryam.

"Dengan menerima surat ini berarti saya kira mudah kita pahami bahwa konteks kita untuk verbal lisan jadi kehilangan," kata hakim John.

Hakim memutuskan sidang dengan agenda konfrontasi antara Miryam dan tiga penyidik KPK akan diundur pada Kamis (30/3/2017).

Namun, hakim menyarankan jaksa juga menyediakan saksi lain untuk dihadirkan dalam sidang kasus e-KTP. Hal ini untuk mengantisipasi ketidakhadiran Miryam dalam sidang berikutnya.

"Kami akan usahakan lihat kondisi yang bersangkutan apakah bisa. Kami usahakan hadir Kamis bersama tiga penyidik dan saksi lain. Jadi kalau (Miryam) tidak hadir, saksi lain kami sudah hadirkan," kata jaksa Irene.

Pada sidang sebelumnya, Miryam mencabut BAP-nya.

"Saya diancam, Pak," jawab Miryam menjawab pertanyaan anggota Majelis Hakim Franky Tambuwun, Jakarta, Kamis (23/3/2017).

Pengakuan Miryam, penyidik saat itu mengatakan sebenarnya hendak menangkap dia tahun 2010 namun urung dilakukan.

Ketakutan Miryam semakin bertambah lantaran penyidik, menurut dia, mengatakan sebelumnya memeriksa anggota DPR RI Azis Syamsuddin dan Bambang Seosatyo sampai buang air besar.

"Saya takut Pak. Saya cepat keluar dari ruangan itu terpaksa, saya asal ngomong saja," Jawab Miryam

Hakim Franky Tambuwun seolah tidak percaya pada jawaban Miryam mengingat keterangan-keterangan yang disampaikan Miryam sangat sistematis, logis dan berkesinambungan.

"Waktu saudara diperiksa (penyidik KPK), saudara nangis seperti ini ini nggak?" tanya hakim Franky.

"Saya muntah, Pak," jawab Miryam.

Franky kemudian mengulangi pertanyaan sebelumnya karena Miryam tidak menjawab yang ditanyakan.

Jawaban Miryam justru membuat para hadirin di sidang tertawa karena menjawab menangis justru di kamar mandi.

"Nangis di kamar mandi, Pak," jawab Miryam.

"Mana penyidik tahu saudara menangis di kamar mandi," kembali hakim Franky Tambuwun bertanya yang kembali membuat para hadirin tertawa.

Pertanyaan tersebut dijawab Miryam bahwa memang dia diancam dan ditekan.

Franky menyindir pengakuan Miryam yang merasa diancam karena isi BAP tersebut sangat sinkron dan telah ditandatangani Miryam.

Apalagi Miryam adalah anggota DPR dan Sarjana Hukum dan menempuh pendidikan Strata dua.

Franky mengingatkan keterangan Miryam tersebut disaksikan masyarakat Indonesia dan persidangan untuk mencari kebenaran materil.

"Sekolah dulu mengarang dapat 10? bagus benar," sindir hakim Franky Tambuwun.

Anggota DPR daerah pemilihan Jawa Barat VIII itu mengatakan tetap akan mencabut BAP yang telah dia tandatangani.

Majelis hakim kemudian mengingatkan Miryam akan dikonfrontir penyidik KPK dan bisa dipidana karena memberikan keterangan palsu.

Akan tetapi Miryam tetap pada pendiriannya untuk mencabut isi BAP tersebut.

Pemeriksaan Miryam hanya berlangsung sekitar setengah jam karena hakim berpendapat sia-siap untuk mengonformasi lagi hasil BAP.

Dalam dakwaan, Miryam saat menjadi anggota Komisi II DPR RI meminta uang kepada Irman sejumlah Rp 5 miliar untuk kepentingan operasional Komisi II DPR RI.

Irman kemudian memerintahkan Sugiharto untuk menyiapkan uang dan menyerahkannya kepada Miryam.

Sugiharto kemudian meminta uang Rp 5 miliar dari Direktur Utama PT Quadra Solution Anang S Sudihardjo dan memerintahkan langsung agar diserahkan kepada Miryam.

Dari total uang tersebut, Miryam membagi-bagikannya secara bertahap yakni pertama untuk pimpinan Komisi II yakni Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Teguh Juwarno, dan Taufik Effendi masing-masing 25 ribu Dollar Amerika Serikat.

Kemudian tahap kedua adalah kepada sembilan orang ketua kelompok fraksi Komisi II DPR RI masing-masing 14 ribu Dollar Amerika Serikat termasuk Kapoksi yang merangkap sebagai pimpinan komisi.

Sementara ketiga adalah kepada 50 anggota Komisi II DPR RI masing-masing delapan ribu Dolar Amerika Serikat termasuk pimpinan komisi dan Kapoksi.

Para saksi diperiksa untuk dua terdakwa yakni Irman dan Sugiharto.

Irman adalah bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman sementara Sugiharto adalah bekas Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.

Negara disebut menderita kerugian Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun anggaran penggadaan KTP elektronik.(*)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved