Breaking News

Pertanyaan Menohok Majelis Hakim Pada Ganjar Pranowo Ngaku Gak Terima Uang Korupsi E-KTP

Miryam S Haryani, anggota Komisi II DPR 2009-2014, mati-matian mengaku tidak bagi-bagi uang korupsi proyek KTP Elektronik (e-KTP)

TRIBUNNEWS/HERUDIN
Mantan Anggota Komisi II DPR yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bersama anggota DPR Agun Gunandjar dan Gubernur BI Agus Martowardojo menjadi saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/3/2017). Ganjar Pranowo, Agun Gunandjar, dan Agus Martowardojo memberikan kesaksian terkait kasus dugaan korupsi penerapan KTP elektronik dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUN-MEDAN.com - Miryam S Haryani, anggota Komisi II DPR 2009-2014, mati-matian mengaku tidak bagi-bagi uang korupsi proyek KTP Elektronik (e-KTP).

Namun Ganjar Pranowo, mantan Wakil Ketua Komisi II DPR yang kini menjadi Gubernur Jawa Tengah, mengatakan pernah ditawari uang oleh koleganya, Miryam dan Mustoko Weni.

"Seingat saya Bu Mustoko Weni, kemudian Bu Miryam (Miryam S Haryani). Coba ingat-ingat lagi, oh dia pernah tawari saya," kata Ganjar Pranowo ketika menjadi saksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Persidangan memeriksa perkara terdakwa Irman (mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil) dam terdakwa Sugiharto (mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan).

Baca: Petinggi Polri Hanya Bisa Tersenyum Situs Institusinya Diretas Anak Ingusan Tak Lulus SMP

Baca: Apa Kabar Eyang Subur? Aneh, Seteru Hebat Adi Bing Slamet Sebulan Mengurung Diri di Kamar

Walau pernah ditawari kedua koleganya di Komisi II DPR itu, Ganjar mengatakan langsung menolak dan tidak menerimanya.

Dalam surat dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ganjar Pranowo mendapat bagian 520 ribu dolar AS atau setara Rp 4,7 miliar (saat itu dolar AS setara Rp 9.100).

Mantan Anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani menjadi saksi terkait kasus dugaan korupsi KTP elektronik di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/3/2017). Miryam S Haryani menjadi saksi untuk terdakwa Mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman. Perbuatan keduanya diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun.
Mantan Anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani menjadi saksi terkait kasus dugaan korupsi KTP elektronik di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/3/2017). Miryam S Haryani menjadi saksi untuk terdakwa Mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman. Perbuatan keduanya diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun. (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Ganjar Pranowo mengungkapkan Mustoko Weni --saat ini sudah meninggal dunia-- mengakui pernah tiga kali ditawari uang saat sidang di Gedung DPR.

Saat pembahasan proyek e-KTP, Ganjar menjabat Wakil Ketua Komisi II DPT dari Fraksi PDI Perjuangan.

"Saya tidak terlalu ingat. Kalau nggak sekali, dua kali, tiga kali, di dalam ruangan sidang. Beliau bilang, Dik ini ada titipan dari Irman. Saya bilang nggak usah," kata Ganjar.

Ganjar saat itu hanya menebak-nebak asal uang tersebut. Sejurus kemudin, Ganjar mengatakan agar titipan tersebut untuk Mustoko Weni saja.

"Saya mengira-ngira itu duit apa. Saya bilang nggak usah. Pek'en (ambil saja). Itu yang saya sampaikan pada saat penyidikan," tambah Ganjar Pranowo.

Ganjar juga mengaku pernah mendapat sebuah tas dari seseorang yang tidak kenal seusai rapat di Gedung DPR. Saat itu dia dengan stafnya sedang berbicara sambil ngobrol.

"Ada orang nyelonong, saya pikir buku tapi ternyata bukan. Saya suruh kembalikan," ungkap Ganjar Pranowo.

Majelis hakim kemudian bertanya kepada Ganjar mengapa tidak tertarik untuk mencari tahu sumber uang tersebut.

Menurut Ganjar, dirinya memang sengaja tidak mencari tahu karena tidak ingin terlibat kasus.

"Saya pikir saya berasumsi ketika saya ditawarkan kita tidak tahu detailnya. Pasti jadi persoalan di kemudian hari. Jadi saya menghindar," tukas Ganjar Pranowo.

Setor Rp 11 miliar

Bukan hanya Ganjar yang memberi keterangan menyudutkan Miryam, tetapi juga terdakwa Sugiharto.

Ia mengaku menyerahkan sendiri uang sebesar 1,2 juta dolar AS atau setara Rp 11 miliar kepada Miryam.

Uang tersebut diserahkan dalam empat tahap yaitu pertama Rp 1 miliar, kemudian 500 ribu dolar AS (Rp 4,5 miliar), Rp 100 ribu dolar AS (Rp 910 juta), dan terakhir Rp 5 miliar.

"Saya ingin menyampaikan, saksi ini (Miryam) telah menerima 4 kali pemberian dari saya. Kalau ditotal semua 1,2 juta dolar AS," kata Sugiharto saat menanggpi kesaksian Miryam.

Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butar Butar kemudian mengajukan pertanyaan silang kepada Miryam.

"Tidak benar dan tidak pernah saya terima," ujar polisiti dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) itu.

Dalam persidangan itu Miryam mengungkapkan sosok yang menyarankan dirinya mencabut isi berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibuat penyidik KPK.

Orang itu adalah Anton, pengacara muda yang ada di Kantor Advokat Elza Syarief.

"Ada nggak seorang pengacara masih muda menemui Saudara," tanya jaksa kepada Miryam. Miryam menjawab lupa. Menurutnya yang ditemui adalah pegawai di kantor Elza Syarief.

"Sekitar dua atau tiga minggu sebelum dipanggil ke persidangan ini," tanya jaksa lagi, "Tapi saya kan nggak pernah janjian sama pengacara lain," Miryam membantah.

Miryam menegaskan tidak ada pihak lain yang meminta dirinya mencabut isi BAP. Dalam persidangan, Miryam mencabut seluruh isi BAP, alasannya ditekan dan diancam penyidik KPK.

Namun ketiga penyidik KPK yang dihadirkan ke persidangan mengaku tidak pernah melakukan pemaksaan dan mengancam Miryam dalam proses pennyidikan.

Meski ada indikasi kuat Miryam memberi keterangan palsu di persidangan, majelis hakim menolak permohonan jaksa untuk menjaring Miryam sebagai tersangka kasus pemberian keterangan palsu dan langsung menahan perempuan tersebut.

Ketua majelis hakim mengatakan permintan jaksa belum bisa dikabulkan karena masih memerlukan keterangan dari saksi-saksi lainnya. (tribunnetwork/ric/ter)                  

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved