Diprotes Banyak Pihak, Batas Saldo yang Wajib Lapor ke Pajak Jadi di Atas Rp 1 Miliar

Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, batasan baru ini cukup moderat.

Editor: Tariden Turnip
Shutterstock
ilustrasi rekening bank 

TRIBUN-MEDAN.COM, JAKARTA - Setelah menuai kontroversi, akhirnya pemerintah merevisi batasan minimal saldo rekening yang wajib dilaporkan lembaga keuangan secara otomatis kepada otoritas pajak menjadi Rp 1 miliar.

Sebelumnya, dalam peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2017 yang merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, pemerintah mewajibkan batasan minimal saldo wajib lapor tersebut sebesar Rp 200 juta.

"Mempertimbangkan data rekening perbankan, data perpajakan termasuk yang berasal dari program amnesti pajak, serta data pelaku usaha, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan batasan minimum saldo rekening keuangan yang wajib dilaporkan secara berkala dari semula Rp 200.000.000 menjadi Rp 1.000.000.000," sebagaimana dikutip dari keterangan resmi Kementerian Keuangan (Kemkeu) yang diterima KONTAN, Rabu (7/6) malam.

Dengan perubahan tersebut, maka jumlah rekening yang wajib dilaporkan adalah sekitar 496.000 rekening atau 0,25% dari total rekening yang ada di perbankan saat ini.

Saat batas minimal pelaporan rekening Rp 200 juta, jumlah rekening yang wajib dilaporkan mencapai 2,3 juta rekening.

Jumlah itu setara dengan 1,14 persen dari total rekening yang mencapai sekitar 200 juta rekening.

Kemkeu juga mengimbau masyarakat agar tidak perlu resah dan khawatir lantaran penyampaian informasi keuangan tersebut tidak berarti uang simpanan nasabah serta merta dikenakan pajak.

Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, batasan baru ini cukup moderat.

Apalagi jika rumusannya agregat saldo, batasan ini bisa menjaring beberapa rekening milik satu orang.

Sebelumnya, pemerintah menegaskan bahwa aturan pelaporan saldo rekening bukan berarti uang simpanan masyarakat akan dikenai pajak.

Tujuannya pelaporan saldo yaitu agar pemerintah mendapatkan informasi yang lengkap dalam menyongsong era pertukaran informasi keuangan global.

Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno mengatakan, dirinya khawatir dengan adanya PMK ini, muncul kesan bahwa pemerintah terlalu terburu-buru dan membabi buta dalam mengejar penerimaan negara dari pajak.

“Tanpa sosialisasi dan klarifikasi yang argumentatif dan terbuka, masyarakat akan resah. Niat baik bisa ditafsirkan sebagai intervensi terhadap privasi,” katanya kepada KONTAN, Rabu (7/6).

Landasan hukum primernya berupa Perppu pun menurut dia saat ini belum dimulai pembahasannya oleh anggota dewan. Ia mengatakan, saat ini komisi XI tengah mengkaji soal untung-ruginya dari peraturan tersebut.

“Industri keuangan adalah industri yang padat kepercayaan dan reputasi. Itu sebabnya dibutuhkan regulasi yang jernih, tegas dan kredibel,” ucapnya.

Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Elviana juga mengatakan bahwa batasan saldo tersebut membuat masyarakat resah. Hal ini menurutnya bertentangan dengan program inklusi keuangan karena berpotensi mengurangi nasabah perbankan. Terlebih, selama ini kepercayaan masyarakat kepada fiskus belum sepenuhnya baik.

“Kita masih ingat semua kejadian Gayus. Lalu ada lagi kasus Handang Soekarno yang saat ini masih bergulir. Di sini masyarakat masih belum percaya kepada petugas pajak,” ujar dia.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, agar fair maka seharusnya semua rekening wajib dilaporkan ke pajak. "Karena sekarang sudah saatnya administrasi dibenahi dan bayar pajak secara benar," katanya.

Dia juga menyarankan agar Ditjen Pajak tak gembar-gembor jika ingin memeriksa data nasabah. Apindo khawatir, jika kebanyakan omongan, malah akan menimbulkan kegaduhan yang bakal mengganggu iklim bisnis.

Sedangkan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi juga menilai angka Rp 200 juta merupakan nilai yang moderat. "Seharusnya, pelaporan ini menyesuaikan penghasilan tidak kena pajak, yakni saldo minimal Rp 54 juta," ujar Ken.

(Adinda Ade Mustami)

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved