News Video
Ini Lima Perbedaan Orangutan Tapanuli dengan Orangutan Jenis Lainnya
Orangutan Tapanuli dengan nama ilmiah Pongo Tapanuliensis sudah dipublikasikan dalam jurnal internasional Current Biology pada 3 November 2017
TRIBUN-MEDAN - Orangutan jenis baru yakni Orangutan Tapanuli dengan nama ilmiah Pongo Tapanuliensis sudah dipublikasikan dalam jurnal internasional Current Biology pada tanggal 3 November 2017.
Orangutan Tapanuli dinobatkan sebagai spesies orangutan ketiga, setelah Pongo pygmaeus (Orangutan Kalimantan atau Borneo) dan Pongo abelii (Orangutan Sumatera).
Pengukuhan spesies baru ini ditandai dengan perbedaan genetik yang sangat besar di antara ketiga jenis orangutan, melebihi perbedaan genetik antara gorila dataran tinggi dan rendah, maupun antara simpanse dan bonobo di Afrika, sebagaimana disampaikan salah seorang peneliti IPB, Dr. Puji Rianti.
“Perbedaan lainnya dari segi morfologi, yaitu ukuran tengkorak dan tulang rahang lebih kecil dibandingkan dengan kedua spesies lainnya, serta rambut di seluruh tubuh Orangutan Tapanuli yang lebih tebal dan keriting”, jelas Puji Rianti.
Berdasarkan hasil penelitian tahun 2016, tidak lebih dari 800 individu Orangutan Tapanuli hidup pada tiga populasi terfragmentasi di Ekosistem Batang Toru, Tapanuli Selatan.
Saat ini kawasan seluas 150.000 Ha tersebut merupakan habitat terakhir bagi Orangutan Tapanuli dengan jumlah individu terpadat, yaitu kurang dari 110.000 Ha (1.100 Km2).
Baca: Orangutan Tapanuli, Ditemukan Setelah Diteliti Selama Puluhan Tahun
Baca: Orangutan Tapanuli, Spesies Baru yang Sangat Terancam Punah, Jumlah Tinggal Segini
Orangutan Tapanuli diduga merupakan keturunan langsung dari nenek moyang orangutan yang bermigrasi dari Dataran Asia pada masa Pleistosen (+ 3.4 juta tahun silam).
Satwa ini diketahui memiliki jenis panggilan jarak jauh/ long call (cara jantan menyebarkan informasi) yang berbeda, serta jenis pakan unik yang hanya ditemukan di Ekosistem Batang Toru.
Populasi Orangutan Tapanuli terpecah ke dalam dua kawasan utama (blok barat dan timur), oleh lembah patahan Sumatera, dan juga ada populasi kecil di Cagar Alam Sibual-buali di sebelah tenggara blok barat.
Kedepannya, satwa ini akan diusulkan ke dalam daftar spesies “sangat terancam punah” (critically endangered) berdasarkan daftar merah IUCN. (*)