Edisi Cetak Tribun Medan

Jerit Tangis dan Ratap Pilu Ayahanda Ridho yang Ditembak Mati Polisi

Jumadi terisak-isak menceritakan mereka sekeluarga merasa kehilangan sosok saudara yang sangat peduli dengan keluarga.

Tribun-medan / Sofyan Akbar
Jenazah Chairul Ridho di rumah duka, Jalan Kenangan Kecamatan Medan Sunggal, Minggu (14/1/2018). 

Bahkan mereka sangat terpukul saat polisi datang mengantarkan surat penangkapan adeknya sekaligus menyampaikan kematian adeknya.

"Surat ini diantar oleh polisi, yang antar namanya, Iptu H Manullang. Diantar semalam. Sekalian mereka ngasih tahu kalau si Charul Ridho sudah tewas," ujar Ridho seraya menunjukkan Surat Perintah Penangkap dari polisi di rumahnya.

Setelah diberitahu Chairul Ridho tewas, pihak keluarga pun datang menjemput jenazah Chairul Ridho, Minggu pagi.

Namun pihak rumah sakit Bayangkara Polda Sumut seakan mempersulit mereka. "Tunggu ada suara meninggi dari kami tadi, baru mereka mau menunjukkan mayat si Ridho ini," ujar Supriadi, abang sepupu Ridho.

Setelah mayat Ridho tiba di rumah, keluarga pun sempat memeriksa bagian tubuh Ridho. Terdapat memar di lehernya, kakinya remuk dan terdapat luka bolong di dadanya sebesar jari telunjuk.

Iswadi , ayah Chairul Huda, seakan tidak bisa menerima atas kepergian anaknya. Dia terus menangis meraung-raung. Anggota keluarga yang lain pun berusaha menenangkan Iswadi. Saat hendak dibawa untuk dimakamkan, isak tangis lebih terdengar lebih kuat.

Setiap warga yang datang melihat jenazah Chairul, para warga merasa kehilangan sosok pria yang baik, sosok pria yang humoris dan sosok pria yang penuh dengan tanggung jawab. Chairul Ridho pun disebut para warga sudah berencana untuk mengakhiri masa lajang.

"Dia ini baik. Kami merasa kehilangan semua di sini. Kami tidak yakin dia ini ada menggelapkan uang. Karena dia saja minjam uang sama mamaknya untuk bagusi mobilnya. Dia ini ngegrab (kerja sampingan sopir taksi online, Red) tiap malam. Kalau ada banyak uangnya, ngapain minjam uang sama mamaknya," ujar seorang warga yang bertetangga dengan rumah Chairul Ridho.

Jumadi menceritakan, informasi yang diterima keluarga dari rekan kerja Chairul Ridho, petugas kepolisian berpakaian preman mencokok Ridho di pelataran PT Beringin Gigantara di Jalan Merak pada Jumat (12/1) pagi. PT Beringin Gigantara merupakan vendor alihdaya (autsourcing) BRI.

Sebelumnya, Chairul Ridho pernah dibawa beberapa petugas kepolisian berpakaian preman pada 5 hingga 6 Desember 2017. Selanjutnya, Chairul Ridho dibawa keliling Kota Medan menggunakan mobil sembari dimintai keterangan tentang penggelapan uang Rp 6 miliar tersebut.

Rumah Kosong

Ia menceritakan, petugas kepolisian membawa Chairul Ridho ke sebuah rumah kosong di Jalan Haji Misbach. Pada saat penangkapan pertama, Chairul Ridho tidak diborgol. Bahkan, petugas kepolisian memberikan kebebasan untuk membeli makanan.

"Adik saya yang cerita lokasi penangkapan itu setelah dipulangkan oleh polisi berpakaian preman. Karena itu, saya datang ke Jalan Misbach tapi kosong. Saya nunggu lama di sana namun tidak ada satu petugas polisi pun," ujarnya.

Setelah itu, dia menelepon temannya bernama Heru, bertugas di Polda Sumut namun disampaikan bukan Polda Sumut yang menangkap. Tapi, Reskrim Polrestabes Medan. Lebih lanjut, keluarga mendatangi Polrestabes Medan.

"Setiba di Polrestabes, tidak ada Ridho. Petugas bilang tidak ada masuk tersangka atas nama Chairul Ridho. Sehingga kami pulang. Tapi saya telepon lagi disampaikan enggak apa-apa besok sudah pulang ke rumah. Memang pulang ke rumah tapi sudah enggak ada (dalam kondisi meninggal dunia, Red)," kata Jumadi.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved