Edisi Cetak Tribun Medan
Jerit Tangis dan Ratap Pilu Ayahanda Ridho yang Ditembak Mati Polisi
Jumadi terisak-isak menceritakan mereka sekeluarga merasa kehilangan sosok saudara yang sangat peduli dengan keluarga.
Penulis: Randy P.F Hutagaol | Editor: Randy P.F Hutagaol
Seorang penjaga gudang rumah kosong di Jalan Haji Misbach, Reshat menjelaskan, belasan hingga puluhan petugas kepolisian kerap berkumpul di rumah. Biasanya, mereka gelar apel untuk mengejar pelaku begal maupun pelaku kriminal.
"Sebelum dibawa ke Polda Sumut, biasanya pelaku dibawa ke sini dulu untuk dimintai keterangan. Dan pengembangan kasus. Tapi, sejak tiga pekan yang lalu, mereka tidak lagi berkumpul di sini. Apalagi Pak Faisal sudah pindah ke Nias Selatan," ujarnya.
"Apakah ada melihat orang dalam foto ini?" tanya Tribun-Medan/Tribun-Medan.com sembari menyodorkan foto Chairul Ridho semasa hidup. Ia berujar, beberapa pekan lalu, beberapa petugas kepolisian membawa Chairul Ridho di rumah kosong.
Pada saat itu, Chairul Ridho tidak diborgol, namun ponselnya diambil petugas kepolisian untuk mengembangkan kasus penggelapan uang Rp 6 miliar. Bahkan, pemuda kelahiran 1990 tersebut diperbolehkan beli nasi maupun rokok.
"Setelah satu malam di sini, dibawa keluar rumah gunakan mobil, barangkali tidak cukup bukti. Memang ada saya dengar ditanya-tanya. Tapi anak itu jawab enggak tahu tentang masalah itu. Jadi, kalau sekarang enggak ada lagi polisi berkumpul di sini," katanya.
Adapun Polisi yang terlibat menangani kasusnya sesuai dengan Surat Perintah Penangkapan yang dikeluarkan polisi yaitu AKBP Putu Yudha Prawira, Kasat Reskrim Polrestabes Kota Medan, AKP Rafles Langgak Putra, Kanit Pidum Polrestabes Kota Medan, Ipda Hardiyanto, Penyidik, Ipda Galih Yasir Mubaroq, Penyidik Aiptu HB Purba.
Kemudian tiga penyelidik yakni Brigadir DP Rumapea, Brigadir Benny Ardinal, dan Brigadir Ricky Swanda.
Belum diketahui siapa polisi yang berperan menjemput Chairul Ridho dari kantornya, PT Beringin Gigantara (vendor BRI) di Jalan Merak, Kelurahan Sikambing B, Kecamatan Medan Sunggal, Jumat pagi (12/1). Polisi pun belum memberikan keterangan soal meninggalnya Ridho.
Surat Perintah Penangkapan ditandatangani Kapolrestabes Kota Medan Kombes Dr Dadang Hartanto, pada 12 Januari 2018. Namun surat ini diterima keluarga pada 13 Januari 2018, setelah Chairul Ridho tewas.
Dari surat perintah penangkapan disebutkan Chairul Ridho adalah tersangka tindak pidana penggelapan jabatan, atau pengelapan atau pertolongan jahat, sebagaimana dimaksud dalam pasa 374 subsider pasal 372 subsider pasal 480 ayat (1) KUHP yang terjadi pada hari Jumat tanggal 13 Oktober 2017 sekiar pukul 12.10 WIB di Bank Indonesia Jalan Balai Kota.
Pihak keluarga pun saat ini tengah berupaya mencari keadilan atas meninggalnya Ridho. Keluarga sudah menunjuk LBH Tumangger dkk untuk menjadi kuasa hukumnya. "Senin kami akan mengadu ke Propam Polda. Kami mau mencari keadilan," ujarnya.
(Tribun-medan.com/akb/ryd/tio)