Alamak

Inilah Menu Favorit Mbah Satiyah, Disebut Sudah Berusia 120 Tahun Hingga Kini Masih Tampak Sehat!

Sekujur kulitnya pun telah berkerut menyiratkan kian banyaknya ia makan asam garam kehidupan.

Editor: AbdiTumanggor
KOMPAS.com/PUTHUT DWI PUTRANTO
Mbah Satiyah saat ditemui di rumah anaknya yang kelima, Sukayah (53) di Desa Karanganyar, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Minggu (11/3/2018). 

Sebagai anak petani yang hidup di perkampungan santri saat itu praktis menempa kepribadian Mbah Satiyah menjadi seseorang yang religius.

Semasa kecil hingga remaja, Mbah Satiyah tinggal di Desa Menduran, Kecamatan Brati, Grobogan.

Konon cikal bakal desa itu erat hubungannya dengan sepak terjang ulama kesohor Kiai Kafiluddin. Beliau adalah tokoh agama Islam yang berjuang menyebarkan agama Islam di wilayah Pantura.

Kiai Kafiluddin kemudian membangun masjid di wilayah Desa Menduran pada tahun 1700-an. Masjid kuno yang sempat direnovasi itu saat ini masih berdiri kokoh.

Sampai saat ini jamak masyarakat dari berbagai penjuru berziarah ke makam tokoh pejuang agama Islam itu di Desa Menduran.

"Mbiyen pas cilik, yen lali shalat opo ngaji, mesti diciweli wong tuwoku. (Saat kecil, ketika lupa shalat dan mengaji, pasti dicubiti orangtuaku)," kata Mbah Satiyah.

"Pas wis gede nganti saiki, yen telad shalat opo ngaji, mesti yen turu aku diimpeni jin sing ngamuk karo aku. Makane aku emoh ninggalke. (Ketika remaja hingga saat ini, saat telat shalat dan mengaji, selalu saja bermimpi didatangi jin yang memarahi aku. Makanya saya tak mau meninggalkan ibadah," sambung Satiyah.

Dianiaya Kompeni Ijo

Suami Satiyah, Mat Kahar sudah lama meninggal dunia sejak anak-anaknya masih kecil. Dari pernikahannya itu, dikaruniai enam anak, dua di antaranya sudah meninggal dunia.

Satiyah sendiri mempunyai empat saudara kandung yang semuanya pun sudah tiada.

Disinggung berapakah umurnya, Mbah Satiyah pun menjawab tak mengerti. Namun, jelas diingatannya bahwa ia pernah melewati masa-masa suram saat penjajahan Belanda di Indonesia.

Mbah Satiyah saat ditemui ‎di rumah anaknya yang kelima, Sukayah (53) di Desa Karanganyar, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Minggu (11/3/2018).‎
(KOMPAS.com/PUTHUT DWI PUTRANTO)

Mbah Satiyah pun berulang kali terlihat marah saat memori otaknya kembali diputar tentang kekejaman tentara Belanda. Mbah Satiyah menyebut serdadu belanda kala itu dengan istilah "Kompeni Ijo".

"Umurku piro aku rak ngerti. Sing rak iso lali, aku mbiyen tau digebuki Kompeni Ijo. Aku karo perawan-perawan sering ndelik ning sawah yen eneng Kompeni Ijo. Rak nduwe toto. Yen kecekel yo dianiaya. (Saya tak tahu berapa umurku. Tapi yang tak bisa kulupa, saya pernah dianiaya tentara Belanda. Saya dan perawan-perawan sering bersembunyi di sawah saat tentara Belanda datang. Tak punya aturan. Karena kalau tertangkap ya dianiaya)," katanya.

"Anak'e Kiai Khafiludin, aku yo kenal. Enak ki wong saiki rak eneng perang. Ayo podo rajin ibadah masing-masing. Ojo podo padu kabeh kuwi sedulur. (Anaknya Kiai Khafiludin, saya kenal. Enak itu orang sekarang, tidak ada perang. Beribadahlah yang rajin sesuai keyakinannya. Jangan saling menghujat, semua itu saudara)," lanjut Mbah Satiyah.

120 tahun tak pernah sakit

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved