Eksplore Hutan Naik Gajah, Ya Cuman di Tangkahan

Langkah mungil gajah yang baru lahir tepat 29 September lalu ini menuai perhatian pengunjung di Penangkaran Gajah

Tribun Medan / Silfa
Pengunjung Wisata Tangkahan di Kabupaten Langkat terlihat sedang menaiki gajah untuk berkeliling hutang di tepian gunung Lauser 

TRIBUN-MEDAN.COM- Langkah mungil gajah yang baru lahir tepat 29 September lalu ini menuai perhatian pengunjung di Penangkaran Gajah Conservation Respons unit (CRU) Tangkahan, Langkat, Sumatera Utara.

"Asep... Jalan," ujar seorang penjaga pada bayi gajah yang dipanggil Asep tersebut.

Genap sebulan usianya pada Kamis (29/10), Asep (bayi gajah) menjadi pusat perhatian wisatawan.

Asep tampak terengah-engah mengejar ketertinggalan langkah sang ibu yang berbaris bersama sekawanan gajah-gajah lainnya.

Asep pun masuk ke dalam barisan, tepat di antara kaki sang ibu, tampak seperti meminta perlindungan. Sang ibu pun tampak memperlambat langkahnya dan melindungi Asep di bawah tubuhnya.

Gajah-gajah tersebut berbaris untuk turun ke sungai dan dimandikan oleh pelatih.

Beberapa orang turis mancanegara sedang menaiki gajah di kawasan pariwisata Tangkahan
Beberapa orang turis mancanegara sedang menaiki gajah di kawasan pariwisata Tangkahan (Tribunnews)

Kini genap ada 10 gajah yang dapat dilihat oleh wisatawan, yakni 7 gajah dewasa dan 3 bayi gajah yang berusia 3 bulan hingga terakhir bayi Asep yang baru berusia 1 bulan.

Edi, Pimpinan CRU, menuturkan di antara 10 gajah hanya ada 1 jantan gajah dewasa dan 1 jantan bayi gajah.

Untuk mendapatkan bayi gajah terbilang sulit. Karena perkawinan gajah terbilang lama, yakni hanya 8 tahun sekali. Belum lagi menunggu kelahirannya, karena gajah hamil selama 2 tahun. Selama dibuka sejak 2002, 3 bayi gajah ini adalah bayi pertama di Tangkahan, katanya.

Disinggung jumlah gajah yang mati dalam beberapa waktu terakhir di CRU, ia menjawab ada 2 gajah yang mati beberapa waktu lalu karena penyakit gajah yang juga terjadi pada gajah-gajah di negara Asia.

Ada 2 gajah mati karena virus gajah yang terjadi beberapa waktu lalu. Dan virus itu juga yang menyebabkan kepunahan gajah menjadi hal yang hampir terjadi beberapa negara, katanya.

Ia menuturkan kini perawatan gajah pun terbilang rutin untuk mencegah adanya virus atau penyakit lainnya yang diderita gajah.

Petugas melakukan pemeriksaan rutin pada tubuh, telapak kaki, hingga mulut gajah. Pemberian vaksin tetanus, serta obat cacing juga dipenuhi setiap 3 bulan sekali. Walaupun cukup butuh perhatian khusus, gajah memiliki umur panjang seperti manusia. Bahkan di CRU Tangkahan ada gajah yang sudah berusia 50 tahun.

Bagi wisatawan yang ingin melakukan petualangan menyingkap rahasia hutan hujan tropis Sumatra dengan menunggangi gajah, bisa membeli tiket keliling hutan menunggangi gajah dewasa dengan tiket seharga Rp 650 ribu.

Wisatawan yang berkunjung ke Tangkahan Kabupaten Langkat sedang menikmati kucuran air dari belalai gajah
Wisatawan yang berkunjung ke Tangkahan Kabupaten Langkat sedang menikmati kucuran air dari belalai gajah (Tribun Medan / Silfa)

Sementara untuk tiket memandikan gajah Rp 100 ribu, kalau paket keseluruhan dimulai dengan tracking, memberi makan gajah hingga memandikannya dan menikmati wisata di Tangkahan bersama gajah dibandrol Rp 850 ribu," katanya.

Menurutnya, tiket traccking hutan TNGL menunggangi gajah akan naik menjadi Rp 1 juta pada Januari 2016, jadi akhir tahun ini menjadi harga terakhir tiket belum mencapai jutaan.

Saat bersama gajah, wisatawanbisa melihat kepintaran gajah saat dimandikan, ia akan menunduk dan berbaring seperti tahu bagian mana yang sudah bersih dan mana yang kotor di bagian tubuhnya.

Gajah juga senang beratraksi menyemprot air ke tubuhnya dan wisatawan saat mandi. Seperti ingin bermain dengan wisatawan yang memandikannya.

Gajah juga sudah terbiasa berbaris saat tracking dan menurut pada pelatih jika disuruh mengangkat dan menurunkan sesuatu.

Hal itu terlihat saat seorang pelatih menyuruh gajah untuk mengambil dahan dedaunan dan kayu bakar untuk dibawa. Gajah jantan pun langsung mengambil benda tersebut dengan gadingnya dan membawa ke lokasi yang diarahkan pelatih dan menurunkannya saat pelatih menyuruhnya untuk meletakkan kayu tersebut.

Kayu dan dahan dedaunan tersusun rapi di area yang tepat, tidak berantakan dan tidak dibuang dengan keras. Gajah-gajah tersebut terlihat sangat jinak dan menurut pada pelatihnya.

Tangkahan adalah salah satu wisata fauna gajah yang terbaik di Indonesia. berada di Kawasan gunung Lauser, Yaitu Taman Nasional yang di lindungi Pemerintah, Tangkahan memiliki kawasan pemeliharaan dan pelatihan gajah di hutan belantara.

Untuk menjelajahi hutan ada dua alternatif yang diberikan pengelola. Yakni bisa berjalan kaki didampingi guide ataupun dengan menaiki Gajah Sumatera yang siap menunggu pengunjung untuk dihantarkan mengelilingi rimba hutan.

Bisa juga melakukan petualangan menyingkap rahasia hutan hujan tropis Sumatra dengan menunggangi gajah seharian.

Untuk menikmati semua paket, baik memandikan gajah, tracking, makan dan lainnya pihak pengelola memasang tarif seharga Rp 850 ribu per orangnya.

Sedangkan yang hanya traking bersama gajah dipatok tarif sebesar Rp650 ribu per orangnya untuk satu jam lamanya.

“Kalau paket lebih murah, wisatawan akan dibawa wisata seharian. Mulai dari naik gajah menyusuri hutan, memandikan gajah di sungai hingga foto-foto dan lain-lain.

Asep bersama dengan ibunya di enangkaran Gajah Conservation Respons unit (CRU) Tangkahan, Langkat, Sumatera Utara.
Asep bersama dengan ibunya di enangkaran Gajah Conservation Respons unit (CRU) Tangkahan, Langkat, Sumatera Utara. (Tribun Medan/Silfa Humairah)

Kawasan Tangkahan juga memiliki tipe ekosistem dataran rendah dan dataran tinggi dengan kondisi hutan yang masih terjaga kemurniannya.

Flora fauna yang terdapat pada kawasan ini berupa kantong semar, rafflessia, Amorphophalus sp, damar, meranti, mayang, sedangkan fauna yang terdapat di kawasan ini berupa gajah, orangutan, kera ekor panjang, harimau, kambing hutan, babi hutan, burung kuau serta lainnya. Sehingga, wisatawan yang paling tertarik ke sini pun bisa dibilang dari mancanegara.

Jika wisatawan yang ingin melakukan perjalanan ke Tangkahan disarankan untuk mengendarai mobil.Untuk mencapai Tangkahan dibutuhkan waktu 4 jam dari kota Medan.

Selama perjalanan menuju Tangkahan tidak jarang wisatawan juga akan melihat mobil truk yang membawa kelapa sawit melintas, ini dikarenakan mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani sawit. Lalu lalangnya truk menjadi faktor jalanan jadi tidak beraspal.

Sehingga wisatawan diharap lebih berhati-hati membawa mobil.Wisatawan juga disarankan membawa persediaan yang lengkap, seperti obat-obatan jika memiliki penyakit dan pakaian jika ingin menginap, karena Tangkahan jauh dari pusat kota.

Tapi wisatawan tak perlu bingung untuk penginapan.Di sana ada beberapa penginapan yang bisa menjadi pilihan beristirahat dengan budget biaya terjangkau, mulai Rp 200 hingga 600 ribu.

Untuk dapat berkunjung ke tempat wisata ini, wisatawan harus menempuh perjalanan sekitar 4 jam dari Medan atau Bandara Internasional Kuala Namu dengan menggunakan Bus Damri sampai Terminal Pinang Baris. Lalu, dilanjutkan dengan Bus Pembangunan Semesta dengan membayar Rp 25.000 untuk sampai di Tangkahan atau sekitar 3-4 jam mengendarai.

Untuk diketahui, kini akses menuju Tangkahan sudah tidak sesulit tahun lalu. Belakangan, jalan sepanjang 50 kilometer menuju TNGL yang sebelumnya banyal jalan rusak berlubang kini sudah diaspal. Hanya sekitar 7,5 kilometer jalan bebatuan untuk masuk ke kawasan Tangkahan yang belum diaspal.

Sesampainya di sana, traveler harus  registrasi di Visitor Centre. Setelah itu, barulah dapat melakukan check in untuk akomodasi.

Di Tangkahan terdapat beberapa penginapan yang ditawarkan kepada pengunjung seperti Tangkahan Inn, Bamboo River Lodge, Jungle Lodge, dan Green Lodge.

Eksclusif, kata itu cukup mendefinisikan sensasi yang dirasakan traveller saat berwisata di  Tangkahan, yang memiliki aliran sungai yang hijau dan air terjun Langkat yang diapit dua desa, yakni Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang. Berada di tengah hutan yang rimbun, mencapainya pun harus menyeberangi sungai.

Wisatawan terlihat menyeberang di tengah arus yang kuat. Dengan saling berpegangan, air setengah pinggang sepanjang 10 meter itu pun dilewati dengan selangkah demi selangkah melawan arus.

Air sungainya terasa dingin, sedangkan air terjunnya lebih enak di badan karena sedikit bercampur dengan mata air panas yang di atas tebing.

Walaupun hanya setinggi 3 meter dan tidak memiliki aliran kolam atau sungai di bawahnya, tapi berguyur di balik air terjunnya menjadi kegiatan wajib wisatawan saat berada di air terjun tersebut.

(*)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved