Curhat Warga ke Menteri Siti Nurbaya, Lahan Adat Dicaplok Penjajah Hingga Dikuasai Swasta

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar menerima pengaduan masyarakat adat asal Kabupaten Simalungun

Penulis: Indra Gunawan |
TRIBUN MEDAN / INDRA SIPAHUTAR
Masyarakat adat Sihaporas berfoto bersama usai diterima langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar di ruang VIP Bandara Kualanamu Minggu, (22/4/2018). 

Laporan Wartawan Tribun Medan / Indra Gunawan Sipahutar

TRIBUN-MEDAN.com, LUBUKPAKAM - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar menerima pengaduan masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) asal Nagori Sihaporas, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara Minggu, (22/4/2018). Pertemuan itu dilakukan di ruang VIP Bandara Kualanamu.

Ada belasan orang perwakilan masyarakat adat yang saat itu bertemu dengan Siti Nurbaya Bakar.

Pertemuan pun berlangsung dengan suasana akrab dan kekeluargaan.

Pertemuan dilangsungkan usai Menteri Siti menghadiri kegiatan acara Hari Bumi (Earthday) di Kota Medan. Siti bersedia mendengarkan pengaduan masyarakat adat Sihaporas. Pertemuan Siti dengan belasan orang perwakilan masyarakat adat Lamtoras ini pun berlangsung dengan akrab dan dalam suasana kekeluargaan.

Ketua Lamtoras Judin Ambarita bersama Ketua Umum Panitia Pengembalian Tanah Adat Warisan Ompu Mamontang Laut Ambarita Edy Harianto Ambarita menyampaikan, warga berharap kepada pemerintah.

"Tanah yang sudah kami tempati turun-temurun selama 8-11 generasi, yakni jadi permukiman dan perladangan agar ditetapkan atau dikukuhkan pemerintah sebagai tanah adat. Kemudian agar hutan kurang lebih 1.500 hektar yang semula, sektiar tahun 1913, dipinjam penjajah Belanda bisa dikembalikan untuk kami jadikan hutan adat," ujar Judin Ambarita alias Ompu Sampe.

Ketua Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas Judin Ambarita (kanan) bersama Ketua Umum Panitia Pengembalian Tanah Adat Warisan Ompu Mamontang Laut  Ambarita  Edy Harianto Ambarita ST didampingi tetua adat Hotben Ambarita dan Esna Sidauruk (istrinya), menyematkan ulos kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, di ruang VIP Bandara KualaNamu, Deliserdang, Sumut, Minggu (22/4/2018).
Ketua Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas Judin Ambarita (kanan) bersama Ketua Umum Panitia Pengembalian Tanah Adat Warisan Ompu Mamontang Laut Ambarita Edy Harianto Ambarita ST didampingi tetua adat Hotben Ambarita dan Esna Sidauruk (istrinya), menyematkan ulos kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, di ruang VIP Bandara KualaNamu, Deliserdang, Sumut, Minggu (22/4/2018). (Tribun-Medan.com/Indra Sipahutar)

Baca: Belanda Caplok Tanah Adat Sihaporas dari Generasi Ke-5 Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita

Baca: Mengudar Silsilah Ompu Mamontang Laut, Pemilik Asli Tanah Sihaporas sebelum Indonesia Merdeka

Baca: Perjuangkan Tanah Leluhur, Lembaga Adat Sihaporas Surati Presiden Jokowi

Disebutkan, lahan itu dulunya adalah milik leluhur mereka yang sempat dicaplok oleh kolonial Belanda dari generasi kelima keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita, yakni dari Ompu Lemok Ambarita, Ompu Haddur Ambarita dan Ompu Jalihi Ambarita.

Mereka menceritakan bagaimana sejarah tanah leluhurnya yang dicaplok Belanda itu. "Belanda meminta warga menanam tusam (pinus) untuk masa 30 tahun. Tapi belum sempat panen, Belanda kalah perang dan kembali ke negerinya. Tapi tanah ompung kami, kemudian dinasionalisasi pemerintah," kata Edy Harianto Ambarita.

"Karena kita tahu Pak Presiden Jokowi itu prorakyat, makanya kami sampaikan hal ini kepada ibu menteri. Terimakasih sekali ibu sudah bersedia menerima kita dan meluangkan waktunya. Kami meminta lahan dikembalikan menjadi tanah adat bukan mau kami jual bu, gak ada sama sekali niat kami seperti itu. Kami hanya minta supaya itu bisa dijadikan tanah adat saja bu," ujar Mangitua Ambarita, tetua adat Sihaporas.

Tetua dan anggota Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas didampingin aktivis Hutan Rakyat Institut (HaRI) Saurlin Siagian (kanan), foto bersama dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, di ruang VIP Bandara KualaNamu, Deliserdang, Sumut, Minggu (22/4/2018). Warga Sihaporas mengadu kepada menteri.
Tetua dan anggota Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas didampingin aktivis Hutan Rakyat Institut (HaRI) Saurlin Siagian (kanan), foto bersama dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, di ruang VIP Bandara KualaNamu, Deliserdang, Sumut, Minggu (22/4/2018). Warga Sihaporas mengadu kepada menteri. (Tribun-Medan.com/Indra Gunawan)

Baca: Lihat Peta Enclave Sihaporas 1916 Zaman Belanda, Lamtoras Semangat Pejuangkan Tanah Luluhur

Baca: Begini Silsilah Ompu Mamontang Laut, Pemilik Asli Tanah Sihaporas Sebelum Indonesia Merdeka

Saat mendengarkan cerita itu Siti Nurbaya pun tampak begitu serius. Ia pun bersedia mendengarkan satu per satu cerita masyarakat. Bahkan dengan begitu terbukanya Siti pun mempersilakan masyarakat untuk bercerita menambah informasi yang ia terima.

Menteri yang juga politisi Partai nasdem pun menerima masukan dari akvitis pendamping masyarakat Saurlin Siagian mewakili Hutan Rakyat Institute (HaRI), dan Perhimpunan Bantuan Hukum & Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU), serta Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak Roganda Simanjuntak.

Masyarakat adat Sihaporas kemudian menyampaikan segala dokumen pendukung yang mereka punyai selama ini. Termasuk status warga, merupakan penduduk asli, bukan pedatang baru. Mereka menyerahkan fotocopy piagam penghargaan pejuang kemerdekaan Republik Indonesia yaitu Legiun Veteran Republik Indonesia enam orang warga kelahiran Sihaporas.

Bahkan saat itu peta wilayah Sihaporas pun mereka maksud pun diserahkan kepada Siti. Dengan senang hati, Siti Nurbaya menerima lampiran-lampiran dokumen itu. Dalam dokumen itu warga menegaskan mereka hanya ingin Pemerintah dapat mengukuhkan tanah adat Sihaporas dan pengembalian hutan adat Sihaporas, agar kelak tidak jatuh kepada pihak asing, konglomerat dan mafia pengincar tanah.

Disebut tanah Sihaporas berupa hunian perkampungan berikut bekas-bekas perkampungan sejak generasi pertama Martua Boni Raja Ambarita alias Ompu Mamontang Laut Ambarita, yang 'mamukka huta'/memulai perkampungan sejak tahun 1800-an.

Saat itu salah satu perwakilan masyarakat, Mangitua Ambarita pun sempat menyampaikan bagaimana ia memperjuangkan tanah leluhurnya ini. Menurutnya ia pun sudah pernah masuk penjara tahun 2003 dan divonis satu tahun karena dituduh melakukan perusakan.

Atas sambutan Siti yang cukup positif terhadap masyarakat adat ini, mereka pun menghadiahkan ulos kepadanya. Saat itu pemakaian ulos diberikan langsung oleh Judin Ambarita. Apa yang diberikan ini pun membuat Siti terharu. 

Pada kesempatan tersebut, Menteri Siti didampingi antara lain Kepala Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Wilayah Sumatera Sahala Simanjuntak. Kepada Sahala, Menteri berpesan agar aduan dan harapan masyarakat adat Sihaporas dapat menjadi prioritas yang diperhatikan.

Menteri Siti Nurbaya Ngaku Bangga Boru Lubis

Baca: Tanah dan Air Rusak, Keturunan Ompu Mamontang Laut Sulit Jalankan Ritual Kearifan

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar menerima pengaduan masyarakat adat asal Siahporas, Kecamatan Pamatang sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara Minggu, (22/4/2018). Pertemuan itu dilakukan di ruang VIP Bandara Kualanamu.

Ada belasan orang perwakilan masyarakat adat yang saat itu bertemu dengan Siti Nurbaya Bakar. Mereka tergabung dalam kelompok masyarakat adat keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras).
Dengan senang hati, Siti Nurbaya pun menerima lampiran-lampiran dokumen yang selama ini dimiliki oleh masyarakat adat ini. Bahkan dokumen peta lokasi juga mereka serahkan saat itu.

"Saya ini juga sebenarnya boru Lubis jadi jangan ragu-ragu sama saya. Saya akan tindaklanjuti hal ini. Saya akan cek apakah persoalan ini sudah pernah dibahas sebelumnya atau tidak. Tindaklanjut ini akan segera ditangani sama Kementeritan Lingkungan Hidup dan Kehutanan," kata Siti.

Siti menceritakan mendapat panabalan boru Lubis pada tahun 1990-an, saat sahabatnya, Pangdam I/BUkit Barisan Arie J Kumaat dan Dr Maria Josephine Kumaat-Mantik, istrinya, tugas di Medan. 

Sebelum pertemuan berakhir dan Siti kembali ke Jakarta, masyarakat adat pun memberikan hadiah ulos dan memakaikan langsung kepadanya. 

Apa yang diberikan ini pun membuat Siti terharu.

(dra/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved