Kapal Tenggelam
Ritual Kembang Mayang di Danau Toba untuk Anak Semata Wayang yang Hilang Bersama KM Sinar Bangun
Duduk bersila menghadap danau, Marsudi dan istrinya Sumiem (43) serta keluarga lainnya terisak-isak.
Penulis: Arjuna Bakkara | Editor: Tariden Turnip
Laporan Wartawan Tribun Medan, Arjuna Bakkara
TRIBUN-MEDAN.COM, TIGARAS - Deraian air mata membasahi pipi keriput Marsudi (43) di Pelabuhan Tigaras, Simalungun, Sabtu (29/6/2018) pada saat menggelar ritual tabur bunga.
Hingga hari ke-12 pencarian bangkai KM Sinar Bangun, keluarga korban setia menunggu di Dermaga Tigaras Simalungun, Jumat (29/6/2018).
Duduk bersila menghadap danau, Marsudi dan istrinya Sumiem (43) serta keluarga lainnya terisak-isak.
Fitri Wulandari (18) anak satu-satunya pasangan ini masih hilang bersama karamnya KM Sinar Bangun, Senin (18/6/ 2018).
Fitri merupakan warga Indrapura, Kecamatan Bandar Masilam Kabupaten Simalungun.
Marsono (58) abang kandung Marsudi mengenakan baju kopiah putih memimpin jalannya ritual adat jawa sambil berzikir.
Melalui tradisi ritual adat Jawa "kembang mayang" doa-doa yang dilafalkan mereka masih mengapungkan harapan di permukaan danau agar pencarian dimudahkan.
Usai doa-doa dipanjatkan, sesajian seperti kelapa muda, kembang mayang ditaruh ke permukaan danau. Kemudian, dipapah saudara-saudaranya Marsudi dan Sumiem menaburkan bunga sambil menangis.
Ritual"Kembang Mayang" kata Marsono sengaja dilakukan karena Fitri yang hilang masih gadis. Sepasang hiasan simbolik yang terbuat dari rangkaian janur, gedebog (batang pohon pisang), buah dan kembang panca warna untuk Fitri anak semata wayang yang masih gadis.
"Kita biat tabur bunga dan kembang mayang. Kita minta sama yang kuasa, supaya cepat ditemukan antara jasad dan roh. Karena kami juga jauh dari Pekanbaru. Dia ini anak satu-satunya,"ujar Marsono abang kandung Marsudi ini.
Ayah Korban, Marsudi kepada tribun-medan.com, mengatakan sejak hari pertama kejadian dirinya langsung datang ke Tigaras. Sebelum ke Danau Toba, Fitri masih pamit kepada Marsudi, ibu juga neneknya.
"Fitri bilang dia mau nginap satu malam bersama temannya,"tambahnya.
Fitri berangkat dengan rombongan kru vespa dari Indrapura. Dan berboncengan dengan Muhmaad Yadi Sahputra yang juga turut hilang.
Kata ayahnya, keluarga sudah memasrahkan kepergian Fitri semata wayangnya. Hanya saja, mereka masih berharap dapat membawah jenazah Fitri untuk dimakamkan di Kampungnya, Indrapura.
"Kami masih berharap jenazah itu dapat muncul. Dalam keadaan apa pun,"harapnya.
Disinggung soal rilis Basarnas yang menyatakan bangkai KM Sinar Bangun sudah terekam robot perangkat Remotely Operated Vehicle (ROV), dirinya tidak mengetahui.
Dia dan keluarga hanya berharap jenazah dapat ditemukan.
Pulang Pergi (PP) Indrapura ke Tigaras saban ari harus mereka lalui demi kepastian Fitri.
Waizaituni (80), Nenek kandung Fitri yang tubuhnya tinggal dibalut dagin tipis keriput itu ikut demi cucunya. Wazaituni terus meneteskan air mata.
"Fitri anak yang rajin bantuin mamaknya di dapur,"bisik nenek berusia uzur ini.
Wazaituni mengaku terpukul berat atas kejadian yang menimpa cucunya. Apalagi, Fitri yang masih setahun tamat dari SMA Pesantren Bandar Rejo Simalungun ini sering menghabiskan kesehariannya bersama neneknya.
Sementara itu, Sumiem ibunya tidak dapat berkata apa pun. Sumiem terus-menerus menatapi Danau. Setiap kapal tim SAR yang merapat ke dermaga dia kejar seperti yang dilakukan korban lainnya demi memastikan apakah kapal itu membawa salas satu korban.
Amatan Tribun di Pelabuhan, keluarga dan kerabat korban hilir mudik. Membaca data korban yang dinyatakan hilang, selamat dan meninggal berulang-ulang mereka datangi.
Pencarian di tengah danau oleh tim SAR dan relawan masih terus berlangsung. Dermaga Tigaras dipenuhi pengunjung. Selain keluarga korban, warga dari berbagai wilayah turut menyaksikan suasana pencarian.(cr1/tribunmedan.com)