Hastag #CrazyRichSurabayan (Orang Superkaya Surabaya) Viral, Netizen Beber Fakta dan Meme Ini
Pameran kekayaan di film Crazy Rich Asia memunculkan tagar #CrazyRichSurabayan, atau orang super kaya Surabaya.
TRIBUN-MEDAN.COM - Hollywood kembali melakukan gebrakan dengan merilis film "Crazy Rich Asians" yang seluruh pemainnya berasal dari Asia dalam 25 tahun terakhir sejak dirilisnya film the Joy Luck Club pada tahun 1993.
Film yang menampilkan aktor dan aktris terkenal seperti Michelle Yeoh dan Ken Jeong ini berhasil menduduki puncak teratas Box Office Amerika selama tiga minggu berturut-turut dan hingga artikel ini dirilis telah meraih pendapatan sekitar 136 juta dolar AS di seluruh dunia.
Film arahan sutradara John Chu ini diadaptasi dari novel berpenjualan terbaik dengan judul yang sama karya penulis asal Singapura, Kevin Kwan ini mengangkat lika-liku kehidupan keluarga yang kaya raya di Singapura.
Bagi netizen Indonesia, pameran kekayaan di film Crazy Rich Asia memunculkan tagar #CrazyRichSurabayan, atau orang super kaya Surabaya.
Hastag ini muncul dari tokoh figuran yang disebut berasal dari keluarga kaya Indonesia, seorang perempuan bernama Wandi Meggaharto Widjawa.
Diketahui Kevin Kwan sudah menerbitkan tiga seri novel yakni "Crazy Rich Asians", disusul buku kedua "China's Rich Girlfriend", dan buku ketiga "Rich People Problems".
Nah sosok Wandi Meggaharto Widjawa dieksplor lebih dalam di novel ketiga "Rich People Problems".

Tapi seberapa dekat cerita ini dengan kenyataan?
Setelah jadi sorotan karena gaya bicara campuran antara bahasa jawa logat Jawa Timuran dengan bahasa Inggris, Surabaya kembali jadi bahan pembicaraan warganet.
Padahal pengamat tidak pernah memamerkan kekayaannya tapi nampak di saat-saat tertentu.
Warganet berbagi pengalaman mereka saat bertemu dengan #CrazyRichSurabayan, sebuah tagar yang diambil dari judul film terbaru 'Crazy Rich Asian' yang menceritakan tentang kehidupan orang-orang terkaya di Asia.
Menurut ekonom INDEF, Bhima Yudhistira, jika dilihat dari struktur ekonominya, Surabaya memang tempatnya warga kelas menengah ke atas.
Dia menjelaskan bahwa 58% kontributor pertumbuhan ekonomi nasional ada di Jawa, dan di Jawa pertumbuhan itu terpusat pada Jakarta dan Surabaya.
"Produk domestik regional bruto Surabaya 24% dari seluruh Jawa Timur," kata Bhima. Kota itu punya 873 industri besar dan sedang, yang menyerap 152.000 tenaga kerja.
Surabaya adalah pusat industri manufaktur terbesar di Indonesia. Penanaman modal asing di Surabaya pada tahun 2017 menurut data BPS adalah Rp2,3 triliun.
Kepala Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistyaningsih, menjelaskan bahwa Surabaya adalah penopang ekonomi kedua di Indonesia jika ditilik dari jumlah perdagangan dan peredaran uangnya.
Letaknya yang strategis juga menjadikan Surabaya sebagai pusat penghubung untuk menuju ke Indonesia Timur.
"Selain itu ada banyak Penanaman Modal Asing dari Korea, Jepang dan lain-lain," kata dia.
"Penerbangan langsung juga adalah indikator perkembangan ekonomi suatu kota. Di Surabaya, maskapai besar punya penerbangan langsung sehingga tidak perlu ke Jakarta," kata Lana.
Menurut data BPS, pada 2017 bandara Juanda di Surabaya adalah bandara dengan lalu lintas penumpang dan barang terbesar kedua setelah Jakarta. Ada 7,9 juta orang yang melintas per tahun, dan 45.400 ton barang.
Lana mengaku tidak tahu berapa banyak kelas menengah ke atas yang ada di Surabaya.
Tapi yang pasti, "Di Surabaya juga ada Putra Sampoerna, salah satu orang terkaya di Indonesia, yang jaringan bisnisnya sudah tidak diragukan lagi," kata dia.
Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa perekonomian Surabaya tumbuh dengan pesat jika dilihat dari data BPS pada 2014-2017.
"Ke depan, pertumbuhan masih akan terus berlanjut, karena basis industrinya kuat," kata dia.
Sinopsis Crazy Rich Asian
Crazy Rich Asians dimulai dengan kutipan dari Napoleon tentang Cina: "Biarkan Cina tidur karena kalau dia bangun, dia akan membangunkan dunia."
Sesuai dengan kutipan itu, film komedi romantis ini memang terasa hidup, bersinar, dan sepenuhnya memikat berkat akting para pemerannya yang terdiri dari aktor dan aktris Asia, warga Amerika keturunan Asia, dan warga Inggris keturunan Asia.
Film yang mengisahkan pertemuan profesor ekonomi asal Amerika keturunan Cina dengan keluarga kekasihnya yang kaya di Singapura memang bukan formula baru dalam genre komedi romantis.
Namun, formula tersebut digunakan sangat baik sehingga film ini terasa segar. Apalagi, di balik permukaannya yang glamor, film ini mengedepankan tema mendalam soal identitas etnik, tarik-menarik kelas dan budaya: orang kaya baru versus orang kaya lama, kepentingan pribadi versus pengabdian kepada keluarga.
Sejak masih berbentuk novel karya Kevin Kwan, kisah ini sejatinya sudah siap difilmkan-lengkap dengan berbagai elemen komedi romantis dan tokoh perempuan yang simpatik.
Rachel Chu (Constance Wu) adalah sosok yang pintar, cerdik, rendah hati, dan kadang kala tidak pede sehingga penonton dapat berempati.
Hidupnya bahagia di New York bersama Nick Young (Henry Golding), seorang profesor didikan Oxford yang sedemikian tampannya orang-orang di sekitarnya mudah mengabaikan perilakunya yang konyol.
Nick membawa Rachel ke kampung halamannya untuk menghadiri pernikahan sahabatnya, tanpa memberitahu bahwa keluarga dan teman-temannya luar biasa kaya. Saking kayanya mereka bisa menghabiskan ribuan dollar untuk sebuah gaun atau membeli gedung tanpa pikir-pikir.
Hal ini membuat film tersebut dapat menampilkan beragam pakaian spektakuler dan lokasi syuting extravaganza, mulai dari kediaman mewah nenek Nick hingga pulau pribadi yang menjadi tempat pesta bujang.
Wu dan Golding memainkan peran mereka begitu alami sehingga film ini tetap membumi walau suasananya begitu mewah.
Dalam banyak film komedi romantis, sahabat pemeran utama perempuan sering diabaikan padahal sangat krusial. Di sinilah kehebatan aktris sekaligus rapper Awkwafina yang menjelma sebagai Peik Lin, teman kuliah Rachel.
Dengan rambut pirangnya yang terang, Awkwafina mampu memerankan karakter Peik Lin yang kasar, nyinyir, dan berlimpah kekayaan keluarga.
Ketika ibunya menunjukkan Rachel ruang tamu yang bernuansa emas, dia mengklaim terinsipirasi Istana Versailles. Peik Lin menimpali, "Dan kamar mandi Donald Trump."
Konflik dimulai ketika Rachel harus menghadapi tantangan utama pemeran utama perempuan dalam kebanyakan film komedi romantis: ibu kekasihnya yang tidak setuju dengan hubungan mereka.
Sebagai Eleanor Young, Michelle Yeoh menampilkan karakter yang elegan namun secara halus berupaya menjauhkan si perempuan Amerika dari putranya sehingga sang anak bisa mengurus bisnis keluarga.
"Ketika anak jauh dari rumah terlalu lama mereka lupa mereka siapa," kata Eleanor dengan tenang saat pertama kali bertemu Rachel.
Yeoh membuat Eleanor tampak sebagai karakter yang sinis, di sisi lain punya naluri keibuan dalam melindungi anaknya.
Tidak ada kelemahan dari segi para pemeran. Kerabat Nick mencakup Astrid (Gemma Chan), sepupunya yang cantik dan gaya, namun pernikahannya dengan pria dari kelas menengah berantakan.
Kemudian ada Ken Jeong yang berperan sebagai ayah Peik Lin yang sangat supel.
Jon M Chu mengarahkan kepingan adegan dengan mudah, meski beberapa adegan terlihat berjejalan supaya narasinya utuh.
Sebuah adegan, misalnya, menampilkan Bernard (Jimmy O Yang) sebagai teman mempelai laki-laki yang mengubah kapal kargo menjadi tempat hiburan ala Las Vegas. Kemudian beberapa potongan klip Rachel mencoba gaun disertai lagu Material Girl terlihat bagus, tapi tetap klise.
Film ini lebih baik dalam menyuguhkan adegan-adegan pendek yang emosional, termasuk antara Rachel dan ibunya, Kerry (Tan Kheng Hua).
Sebelum Rachel pergi ke Singapura, Kerry membelai wajah putrinya dan menjelaskan bahwa dia mungkin terlihat seperti orang Cina di New York, namun menjadi warga Amerika keturunan Cina yang bertemu dengan keluarga tradisional di luar negeri akan sangat berbeda.
Lalu adegan percakapan antara Wu dan Yeoh menjadi momen paling menegangkan dalam film ini. Walau memberontak, namun Rachel tetap bersikap hormat saat menjelaskan apakah dia bisa menjadi bagian dalam kehidupan Nick.
Adegan kemewahan dan emosional berpadu dengan indah ketika teman Nick menikah.
Mempelai perempuan berjalan menuju altar yang jalurnya diubah menjadi aliran air penuh bunga. Pada saat bersamaan Kina Grannis menyanyikan lagu Can't Help Falling in Love.
Sepanjang film ini, sejumlah lagu pop dinyanyikan oleh penyanyi Asia yang menambah warna pada film ini dan tak jarang menambah keceriaan.
Film Crazy Rich Asians bisa berdiri sendiri, terpisah dari versi novelnya, walau beberapa kali tampak terlalu padat.
Film ini dibuka dengan kenangan masa lalu, saat keluarga Nick yang basah kuyup akibat hujan ditolak kedatangannya oleh seorang manajer hotel yang congkak di London. Dengan sedikit ruang bernapas, adegan itu akan berdampak lebih kuat terhadap penonton.
Yang dirasakan penonton yang sudah membaca novelnya adalah elemen kejutan yang mereka dapatkan saat mengenali karakter-karakter dalam film.
Akting Gemma Chan membawa tokoh Astrid dengan baik, namun film itu tidak menggambarkan mengapa dia bisa menjad sepupu favorit Nick. Dan saat dia beradu pandang dengan seorang pria pada acara pernikahan-dalam akhir film yang bisa saja menjadi awal dari sekuel film-hanya pembaca versi novel yang tahu siapa dia.
Taruhan para produser untuk film ini cukup tinggi. Inilah proyek besar Hollywood yang menampilkan deretan aktor dan aktris Asia untuk pertama kali dalam 25 tahun terakhir.
Pertanyaannya bukan apakah film ini bisa menjangkau penonton di luar penonton Asia (jelas bisa), namun apakah film ini bisa menarik orang-orang yang bukan penggemar komedi romantis untuk menonton (mungkin).
Selagi para aktor dan aktris memerankan karakter mereka dalam film ini, suara mereka dan sang sutradara yang menahan napas agar tidak memberi kesan jelek nyaris bisa didengar.
Mudah untuk membayangkan helaan napas lega mereka karena berhasil menyuguhkan film yang membuat para penonton merasa terhibur.
Artikel ini tersedia dalam bahasa Inggris dengan judul Film review: Does crazy rich Asians live up to the hype? pada laman BBC Culture.