Budi Waseso (Buwas) Tolak Impor Beras, Mahfud MD Sebut Buwas Tegas, Rasional, dan Pro Rakyat
Dirut Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) mengatakan, Perum Bulog tidak perlu mengimpor beras hingga Juni 2019.
TRIBUN-MEDAN.COM - Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) mengatakan, Perum Bulog tidak perlu mengimpor beras hingga Juni 2019.
Hal itu mengingat stok cadangan beras pemerintah (CBP) diperkirakan masih aman hingga tahun depan.
"Hingga akhir tahun ini stok beras Bulog akan mencapai 3 juta ton dengan memperhitungkan beras impor yang akan masuk pada Oktober mendatang sebesar 400.000 ton ditambah dengan serapan beras di dalam negeri," ujar Budi Waseso saat konferensi pers di Kantor Bulog, Rabu (19/9/2018).
Budi menambahkan, hingga saat ini stok CBP Bulog berkisar 2,4 juta ton.
Menurutnya, nantinya serapan Bulog per harinya diperkirakan bisa mencapai 4.000 - 5.000 ton per hari.
“Maka stok akhir tahun ini itu jumlahnya hampir 3 juta ton. Untuk menghadapi 2019 dari Januari sampai Juni pun sudah kita hitung,” jelas Buwas.
Buwas pun menuturkan, serapan beras di pasar belum optimal.
Hal ini dibuktikan dari kecilnya serapan operasi pasar CBP Bulog.
Di mana dari target penyaluran 15.000 ton per hari, serapannya per hari hanya berkisar 1.000 ton.
Menurutnya, rendahnya serapan pasar ini lantaran beras di masyarakat masih dalam jumlah yang besar, namun permintaannya lebih kecil.
Tak hanya itu, dia pun mengatakan harga yang didapatkan pedagang jauh lebih murah dari harga yang ditawarkan Bulog.
Menurut Budi, saat ini pun tidak ada neraca beras di Indonesia. Karena itu, dia membuat tim yang berasal dari Kementerian Pertanian, Bulog dan tim independen untuk menghitung kebutuhan dan produksi beras ini.
“Tim itu merekomendasikan sampai Juni 2019 itu tidak perlu impor. Bahkan, dimungkinkan beras impor tidak akan keluar sampai tahun depan,” ujar Budi.
Budi menjelaskan, realisasi impor hingga saat ini baru berkisar 1,4 juta ton dari kontrak impor sebesar 1,8 juta ton.
Menurutnya, sisa sebesar 400.000 ton akan masuk pada Oktober 2018.
Dia menegaskan, Bulog tidak pernah meminta penambahan impor.
Hanya saja, dia pernah meminta perpanjangan izin impor karena ada masalah di waktu pemasukan supaya tidak terkena demurrage.
Buwas pun mengklaim beras impor ini belum ada yang keluar gudang.
Buwas pun mengaku bingung dengan pihak yang menyatakan bahwa persoalan gudang ini bukan urusan pemerintah.
Dia tampak kesal bahkan sempat mengeluarkan makian khas jawa.
“Saya bingung ini berpikir negara atau bukan. Coba kita berkoordinasi dan samakan pendapat jika keluhkan fakta gudang. Saya bahkan menyewa gudang itu kan cost-nya nambah. Kita kan sama-sama (urusan) negara," ujar Buwas.
Lebih lanjut, Buwas menyebutkan, harusnya antara Bulog dan Kementerian terkait harus bisa saling kerja sama soal urusan negara.
“Kita kan aparatur negara jangan saling tuding-tudingan, jangan saling lempar-lemparan karena itu pemikiran yang tidak bersinergi,” tutur Buwas.
Ini video Buwas mengumpat:
Terkait impor beras ini, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjelaskan bahwa kebijakan impor ditetapkan oleh pemerintah, bukan Kementerian Perdagangan.
Keputusan ini pun ditetapkan dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas).
Menurut Enggar, stok beras sudah mengalami penurunan sejak Juli hingga Agustus dan menurun lagi pada Desember.
“Pada Januari, kita rapat koordinasi terbatas dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dihadiri oleh Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, Direktur Utama Bulog, Deputi Kementerian BUMN, yang menetapkan impor 500.000 ton,” tutur Enggar saat bertemu dengan media di Bandung, Jumat malam (14/9/2018) sebagaimana dikutip dari Kontan.co.id.
Selanjutnya, kata Enggar, pada Maret, evaluasi beras ini kembali dilakukan dalam rakortas dan diputuskan untuk menambah impor sebesar 500.000 ton.
Pada 15 April, rapat koordinasi terbatas pun memutuskan untuk menambah impor sebanyak 1 juta ton.
Dengan begitu, izin impor yang dikeluarkan oleh pemerintah sebesar 2 juta ton.
Pada bulan Maret. Evaluasi kembali di rapat koordinasi terbatas, maka diputuskan untuk menambah 500 ribu ton lagi. Keputusan rapat koordinasi terbatas. Kemudian, pada 15 April, melihat situasi, rapat koordinasi terbatas menambah impor 1 juta ton, menjadi 2 juta ton.
“Sesuai dengan prosedur, rapat koordinasi terbatas memutuskan saya selaku Menteri Perdagangan menulis surat penugasan kepada Bulog untuk melakukan impor berdasarkan semua ketentuan impor yang berlaku, yaitu tender terbuka. International tender, pengumuman lewat website Bulog yang bisa diakses seluruh dunia,” jelas Enggar.
Enggar menambahkan, bila Februari beras impor tidak masuk, pada bulan itu terjadi defisit beras di Bulog. Padahal, kewajiban Bulog untuk menyalurkan rastra sebanyak 350.000 ton.
Bulog pun harus mengeluarkannya pada Februari. Sementara, Beras yang ada di Bulog dari pengadaan dalam negeri hanya 260.000 ton.
“Pada Februari itu, beras yang masuk di gudang Bulog sebesar 250.000 ton. Artinya, kalau tidak ada impor, kita defisit beras. Untuk memenuhi kewajiban rastra saja kurang, bagaimana mau melakukan operasi pasar,” ujar Enggar.
Enggar membenarkan Bulog melakukan perpanjangan izin impor karena adanya keterlambatan pengiriman. Namun, permohonan tersebut bukan untuk menyetop impor.
“Surat bukan untuk menyetop impor tapi permohonan perpanjangan yang semula berakhir Juli, kemudian mundur jadi September, lalu minta lagi sampai Oktober. Kami menyetujui perpanjangan itu karena terlambat pengiriman,” tambahnya.
Baca: Saat Diangkat Jadi Dirut Bulog, Presiden Jokowi Sebut Buwas Sosok yang Tegas dan Jujur
Baca: Buwas Respon Menteri Perdagangan, Sebut Matamu, Ternyata Ini Maksud Ucapan Enggartiasto
Terkait soal impor beras ini, Tribun-medan.com mengutip cuitan sejumlah tokoh maupun warganet dari media sosial, Rabu (19/9/2018).
"Kata Kabulog Budi Waseso (Buwas), “Kita tak perlu impor beras, gudang Bulog msh penuh, tak mampu menampung beras impor”. Dlm hal tertentu sy berbeda dgn Buwas, tapi dlm banyak hal saya sangat suka orang ini. Tegas, rasional, pro rakyat; termasuk soal impor beras ini," cuit Mahfud MD @mohmahfudmd, Rabu (19/9/2108)
"Baru 6 bulan, impor beras sudah 1,1 juta ton. Izin impor yang sudah dikeluarkan Kemendag untuk tahun ini 2 juta ton. Bulog mengaku baru impor 1/2 juta ton di era Budi Waseso. Sisanya siapa yang impor?" cuit akun Twitter atas nama @Faisal Basri pada 16 Agustus 2018.
Begitu juga dengan cuitan seorang warganet lainnya atas nama akun @Raisa Putri @raisa_putri0167 pada 16 September 2018.
"Mentan Amran menjabarkan saat ini stok beras mencapai 1,4 juta ton, dan masih bisa bertambah mencapai 2 juta ton karena masih ada musim panen," cuitnya.
"Kok ada Mentri yg saenaknya kaya gini ? Mas @jokowi, where are you ?? : “Mendag Sebut Gudang Bulog Penuh Bukan Urusannya, Buwas: Matamu!” Demikian cuitan teaser akun twitter Rizal Ramli @RamliRizal.
Kemudia ia melanjutkan cuitannya; "Mas @jokowi, Mendag sudah offside, rugikan petani padi, tebu, bawang & garam. Sekaligus grogoti elektibilitas Mas. Mas JKW dipihak mana ? Dipihak pemburu rente atau bela petani ? Jika tidak ada tindakan, artinya Mas memang dipihak sana."
Begitu juga dengan cuitan warganet lainnya atas nama akun Faradina Amanda.
Ia menjelaskan, bahwa dari awal tentang impor beras ini sudah mulai blunder.
Waktu akan meresmikan kenaikan PPh utk sejumlah barang konsumsi, pemerintah berjanji utk berupaya tdk menaikan konsumsi pangan. Dr awal usut ttg impor beras ini udh mulai blunder. Bulog bilang, jumlah cadangan beras udh sangat amat cukup sampai juni 2019," cuit akun Faradina amanda @amandaafar.
Buwas Diminta Bersihkan Mafia Beras dari Lembaganya
Sementara itu, Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi meminta Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) untuk membersihkan lembaganya dari mafia beras.
Menyusul pengajuan surat permohonan perpanjangan izin impor beras ke Kementerian Perdagangan (Kemdag). Tak hanya itu, Buwas diharapkan mengungkap mafia pangan dari sektor swasta.
Pasalnya, pihak swasta kerap melakukan intervensi pemerintah bahwa stok beras tak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat.
"Pihak swastanya diungkap saja. Bulog itu bukan ladang mafia beras. Mau dia PNS atau apapun itu pecat saja. Kalau dia swasta ungkap ke publik," kata Uchok melalui keterangannya, Selasa (18/9).
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan membenarkan adanya surat permintaan dari Bulog soal perpanjangan perizinan impor beras sebanyak 440 ribu ton.
Perpanjangan izin impor itu diminta karena negara pengekspor; yaitu India dan Pakistan tengah menghadapi cuaca buruk sehingga mengganggu pengapalan beras.
Permintaan impor ini ditandatangani Budi Waseso tertanggal 18 Juli 2018, dengan nomor B 932/II/DU000/07/2018.
Asal tahu, dalam berbagai pernyataan Dirut Bulog Budi Waseso kerap mengungkapkan tidak perlu mengimpor beras.
Mantan pucuk pimpinan Badan Narkotika Nasional (BNN) ini memastikan tidak akan ada impor beras hingga akhir 2018.
Ia mengaku stok beras di Bulog saat ini masih lebih dari cukup untuk konsumsi dalam negeri.
DPR Minta Inpres nomor 5 tahun 2015 Direvisi
Sementara itu, Komisi IV DPR meminta supaya pemerintah merevisi Inpres nomor 5 tahun 2015 tentang kebijakan pengadaan gabah/beras dan penyaluran beras oleh pemerintah.
Hal ini disimpulkan dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR dengan Perum Bulog, Kamis (13/9/2018).
Persatuan Pengusaha Penggilingan Beras dan Padi (Perpadi) justru mengatakan, revisi Inpres ini akan menyebabkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dan beras meningkat.
HPP selama ini menjadi acuan bagi pemerintah untuk membeli gabah dan beras ketika produksi berlebih dan saat harga akan jatuh.
Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Beras dan Padi (Perpadi) Sutarto Alimoeso menyatakan, bahwa selama ini HPP menjadi harga acuan baik di pasar maupun di petani.
Mengenai kondisi harga di pasar, pada dasarnya selalu di atas HPP. Kecuali saat panen raya yang produksinya berlebih.
“Kalau misalnya HPP mau dinaikkan, misalnya 10%, posisi itu akan dicapai karena semua masyarakat dan petani pun akan menggunakan acuan itu,” lanjut Sutarto mengutip Kontan.co.id.
Dalam Inpres itu disebutkan mengenai harga pembelian pemerintah untuk gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp 3.700 per kg, harga GKP di penggilingan Rp 3.750 per kg, dan harga gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan Rp 4.600 per kg, GKG di gudang Bulog Rp 4.650 per kg, dan HPP beras di Gudang Bulog Rp 7.300 per kg.
Sutarto menjelaskan, pemerintah menetapkan HPP termasuk menetapkan harga fleksibilitas pembelian Bulog yang akan menjadi acuan masyarakat dan petani.
Ketika produksi berlebih, harga akan medekati HPP yang ditetapkan pemerintah dan pada posisi produksinya kurang, harga akan naik mendekati Harga Eceran Tertinggi (HET).
Untuk menanggulangi kenaikan HPP pemerintah harus mempunyai cadangan yang cukup.
“Dengan cadangan yang cukup, bila terjadi kenaikan harga karena suplai kurang, pemerintah harus mengeluarkan cadangannya,” saran Sutarto.
Artikel sebagian disadur dari Kontan.co.id dari yang berjudul: Bulog: Tak perlu mengimpor beras hingga Juni 2019