Jangan Tergiur Uang Cepat Tanpa Paham Skemanya, Begini Penjelasan Brand Manager Amartha Mikro Fintek
Faktanya masih banyak perusahaan Fintech P2P lending nakal yang beroperasi di Indonesia hingga memakan korban.
Laporan Wartawan Tribun Medan/Natalin
TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Maraknya korban layanan keuangan berbasis teknologi atau Financial Technology (Fintech) yang memberikan jasa pinjaman online atau peer-to-peer (P2P) lending membuat banyak pihak menyalahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator.
Meski OJK telah mengeluarkan aturan melalui Peraturan OJK No.77 Tahun 2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Faktanya masih banyak perusahaan Fintech P2P lending nakal yang beroperasi di Indonesia hingga memakan korban.
Brand Manager PT. Amartha Mikro Fintek, Lydia M. Kusnadi mengatakan ia merasa prihatin dengan adanya P2P yang tidak ethical seperti itu.
"Fintech sudah pernah bikin letter of conduct-semacam surat kesepakatan bersama untuk memberikan pelayanan yang baik pada konsumen, terlebih bersama menciptakan atmosfir yang kondusif untuk terciptanya inklusi ekonomi. Ya berarti di dalamnya melakukan day to day bisnis activitynya dengan ethical," ujar
Lydia, Selasa (13/11/2018).
PT. Amartha Mikro Fintek adalah peer to peer (P2P) lending platform yang terdaftar dan diawasi OJK yang berkomitmen menciptakan ekonomi inklusif di Indonesia. Amartha mempertemukan pengusaha wanita mikro dengan investor Indonesia.
Lydia menjelaskan Amartha menggunakan pendampingan, model tanggung renteng, skema yang kekeluargaan. "Kita enggak pakai gangguin borrowers kayak info yang santer diberitakan dan masih banyak juga fintech P2P atau crowdfunding yang komit untuk transparan dan etis. Kami hanya refer ke POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi," ungkapnya.
Lydia mengatakan untuk letter of conduct itu inisiatif pelaku, pelaku industri fintech yang di dalam aftech. Saat ini aturan fintech di POJK Nomor 77, istilahnya Amartha berkiblat ke sana.
"Rata-rata pinjam meminjam di Amartha sebesar Rp 3 juta," ucap
Lydia.
Ketika Tribun Medan bertanya mengenai saran untuk para peminjam agar tidak tertipu, "Saya rasa peminjam harus cek yang benar providernya. Apalagi kalau yang minta data atau sembarangan ambil data kita. Cek recheck terms conditionsnya, jangan tergiur sama uang cepat tanpa benar-benar paham skemanya. Kalau di Amartha karena kita adopsi value syariah, kita jelaskan se-transparan mungkin kepada ibu-ibu tentang semua tanggungjawab ibu mitra pada investor," kata Lydia.
"Kalau ada uang materai saja, kita cantumkan jumlah pengeluarannya. Kewajiban dan hak peminjam perlu diketahui secara penuh dan dipahami sebelum meminjam. Mitigasi dari peminjam dan selain itu juga cek yang benar bahwa fintech tersebut sudah tergabung dalam OJK atau belum,"tambahnya.
Dalam kesempatan yang berbeda, Relationship Manager BRI Iskandar Muda, Medan, Maulidana Harahap mengatakan dengan adanya pinjaman online sangat membantu masyarakat yang membutuhkan dana dengan proses yang cepat dan mudah.
"Akan tetapi dari sisi risiko kredit sangat rawan potensi menunggak karena tidak adanya keterikatan agunan sebagai jaminan si peminjam kepada pemberi pinjaman hingga akhirnya kredit tersebut tidak sehat dan juga tidak adanya monitoring secara berkala kepada si peminjam," ucap Maulidana.
"Sebaiknya jika untuk pengajuan pinjaman bisa datang langsung ke bank konvensional atau syariah yang data pinjamannya testrukur dengan baik dan lebih aman untuk proses juga tidak kalah cepatnya dengan pinjaman online dan dari sisi mitigasi risiko juga lebih aman," katanya.
(cr13/tribun-medan.com)