Tersangka Suap APBD Sumut, Arlene Manurung dan Murni Elieser Munthe Mendekam di Rutan Pondok Bambu
Kini KPK kembali melakukan penahanan terhadap dua anggota DPRD Sumut yaitu Arlene Manurung dan Murni Elieser Verawaty Munthe.
TRIBUN-MEDAN.com-Lima anggota DPRD Sumut sudah menjalani sidang perdana sebagai terdakwa atas kasus suap suap kepada DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019, Rabu (21/11/2018)
Kini KPK kembali melakukan penahanan terhadap dua anggota DPRD Sumut yang terlibat kasus serupa yaitu Arlene Manurung dan Murni Elieser Verawaty Munthe.
Mereka ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu, Jakarta Timur.
“Penyidik hari ini melakukan penahanan salama 20 hari ke depan mulai hari ini di Rutan Klas IIA Pondok Bambu Jakarta Timur, terhadap 2 tersangka dalam perkara TPK Suap kepada DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019,” kata Febri melakui keterangan tertulis, Kamis (21/11/2018).
Dalam kasus ini, KPK menetapkan 38 anggota DPRD Sumut sebagai tersangka.
Hal tersebut merupakan pengembangan dari kasus mantan Gubernur Sumut Gatot Pudjo melalui proses pengumpulan informasi, data dan mencermati fakta persidangan dalam perkara tersebut.
Suap untuk ke-38 anggota DPRD Sumut itu terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk Tahun Anggaran 2012-2014 oleh DPRD Sumut, Persetujuan Perubahan APBD Provinsi Sumut Tahun 2013-2014 oleh DPRD Sumut.
Kemudian, terkait pengesahan APBD tahun anggaran 2014-2015 dan penolakan penggunaan hak interpelasi anggota DPRD Sumut pada 2015.
Para anggota dewan itu diduga menerima suap berupa hadiah atau janji dari mantan Gubernur Provinsi Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho.
Dugaan fee dari Gatot untuk masing-masing anggota DPRD Sumut itu berkisar Rp 300 juta sampai Rp 350 juta.
Penetapan Tersangka Ketiga Kalinya
Dalam perkara ini, kasus penetapan tersangka terhadap anggota DPRD merupakan ketiga kalinya. Pada tahap pertama tahun 2015, KPK telah menetapkan 5 pimpinan DPRD Sumut sebagai tersangka.
Mereka adalah, Saleh Bangun Ketua DPRD periode 2009 2014, Kamaludln Harahap Wakll Ketua DPRD periode 2009 2014, Chaudir Ritonga Wakil Ketua DPRD periode 2009 2014, Sigit Pramono Asri Wakil Ketua DPRD periode 2009 2014 dan Ailb Shah Wakll Ketua DPRD periode 2009 2014.
Sedangkan pada tahap kedua di tahun 2016, KPK menetapkan 7 Ketua Fraksi DPRD Sumut sebagai tersangka, yaitu, Muhammad Afan, Budiman Pardamean Nadapdap, Gunmr Manurung, Zulkifli Effendi Siregar, Bustamc HS, Zuklfli Husein, Parluhutan Siregar.
Dalam hal ini, Gatot memberikan fee kepada sejumlah anggota DPRD dengan maksud untuk mempengaruhi beberapa kewenengan dan fungsi dari DPRD Sumut.
Antara lain, persetujuan Iaporan pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2012 sampai dengan 2014 oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara.
Persetujuan perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2013 dan 2014 oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara, pengesahan angggaran pendapatan dan belanja daerah Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2014 dan 2015 oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara dan penolakan penggunaan hak interpelasi oleh DPRD Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2015.
Atas perbuatannya mereka disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo pasal 64 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Jalani Sidang Perdana
Lima anggota DPRD Sumatera Utara didakwa menerima suap dari Gubernur Sumatera Utara saat itu, Gatot Pujo Nugroho.
Persidangan terhadap kelima anggota DPRD tersebut digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (21/11/2018).
Masing-masing, yakni Rijal Sirait, Fadly Nurzal dan Rooslynda Marpaung yang merupakan anggota DPRD periode 2009-2014.
Kemudian, Rinawati Sianturi dan Tiaisah Ritonga yang merupakan anggota DPRD dua periode, yakni 2009-2014 dan 2014-2019.
"Para terdakwa beberapa kali menerima hadiah berupa uang secara bertahap," ujar jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kiki Ahmad Yani saat membacakan surat dakwaan.
Menurut jaksa, Rijal Sirait menerima uang Rp 477 juta. Kemudian, Fadly Nurzal menerima Rp 960 juta, Rooslynda menerima Rp 885 juta, Rinawati Sianturi menerima Rp 505 juta.
Sementara, Tiasiah Ritonga, menurut jaksa, menerima Rp 480 juta.
Menurut jaksa, uang tersebut diduga diberikan agar Rijal, Fadly, Rooslynda, Rinawati dan Tiasiah memberikan pengesahan terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumut Tahun Anggaran 2012, dan pengesahan APBD Perubahan TA 2013.
Kemudian, agar memberikan persetujuan pengesahan APBD TA 2014 dan APBD Perubahan TA 2014. Selain itu, persetujuan pengesahan APBD TA 2015.
Selain itu, agar Rinawati Sianturi dan Tiasiah menyetujui LPJP APBD Tahun Anggaran 2014.
Kelima anggota DPRD tersebut didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Rooslynda dan Rinawati Tampil Wah
Pantauan Tribunnews.com, selama persidangan, penampilan dua terdakwa yakni Rooslynda Marpaung (49) dan Rinawati Sianturi (38) sangat mencolok perhatian.
Bagaimana tidak disaat dua terdakwa pria yang lain hanya menggunakan kemeja batik dan peci putih.
Rooslynda Marpaung dan Rinawati Sianturi tampil mewah.
Rooslynda Marpaung menggunakan busana hijau dengan manik-manik keemasan.
Sedangkan Rinawati Sianturi menggunakan dres merah muda lengkap dengan payet berwarna biru dan hijau.
Guna menunjang penampilan, keduanya merias wajah dan rambut dengan maksimal.
Alis, perona pipi hingga bibir merah menghiasi wajah keduanya. Rambut mereka juga ditata sedemikian rupa.
Tidak lupa, mereka menenteng tas wanita beranded serta mengenakan sepatu berhak.
Keduanya tampil kompak dalam berdandan meski mereka duduk di kursi terdakwa dan kini ditahan di Rutan KPK.
Diketahui Rooslynda Marpaung merupakan mantan anggota DPRD Sumut Fraksi Partai Perduli Rakyat Nasional (PPRN) periode 2009-2014 dan mantan anggota DPR RI aksi Partai Demokrat periode 2014-2019.
Sedangkan Rinawati Sianturi merupakan anggota DPRD Prov Sumut Fraksi PPRN periode 2009-2014 dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) periode 2014-2019.
Dalam surat dakwaan jaksa, uang suap diberikan Gatot agar para terdakwa mengesahkan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumut TA 2012.
Pengesahan perubahan APBD Sumut TA 2013, Pengesahan APBD Sumut 2014, pengesahan perubahan APBD Sumut tahun 2014 serta pengesahan terhadap APBD Provinsi Sumut tahun 2015.
Sementara untuk terdakwa Rinawati Sianturi dan Tiaisah Ritonga, uang itu juga diberikan agar mereka mengesahkan LPJP APBD Sumut Tahun Anggaran 2014.
"Para terdakwa secara bertahap menerima hadiah atau janji berupa uang dari mantan Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho," ucap Jaksa KPK, Kiki Ahmad Yani saat membacakan surat dakwaan, Rabu (21/11/2018).

Masih menurut jaksa, uang tersebut diberikan melalui Muhammad Alinafiah, Randiman Tarigan selaku Sekwan Provinsi Sumut, Baharudin Siagian selaku Kepala Biro Keuangan Provinsi Sumut, dan Ahmad Fuad Lubis.
Jaksa menjelaskan, para pimpinan DPRD Sumut itu meminta uang kompensasi yang disebut sebagai uang ketok yang jumlahnya berbeda-beda di tiap tahun untuk diserahkan ke seluruh anggota dewan.
Kejadian itu terus berulang setiap pihak eksekutif mengajukan pengesahan LPJP APBD maupun pengesahan perubahan APBD, dan pengesahan APBD Sumut mulai dari tahun 2012 hingga 2015.
Atas perbuatannya, mereka didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Usai mendengarkan dakwaan dari jaksa penuntut umum, kelima terdakwa ini menyatakan kompak tidak mengajukan eksepsi sehingga persidangan selanjutnya akan langsung menghadirkan saksi fakta dari kubu Jaksa Penuntut Umum.
Ini videonya:
(*)