Masyarakat Adat di Kawasan Tano Batak Gelar Workshop dan Seminar tentang Perampasan Tanah Ulayat
Masing-masing perwakilan masyarakat adat menyampaikan keluh kesahnya. Persoalan yang mereka utarakan tidak jauh dari kriminalisasi

Laporan Wartawan Tribun Medan/Arjuna Bakkara
TRIBUN-MEDAN.com, BALIGE-Berbagai perwakilan komunitas masyarakat adat di kawasan Tano Batak yang mencakup beberapa kabupaten di wilayah Tanah Batak bertemu di Laguboti, Tobasa, Senin (17/12/2018). Pertemuan mereka didasari penderitaan yang serupa, yakni perampasan tanah ulayat yang mereka jaga berabad-abad serta kriminalisasi dari berbaga pihak, termasuk negara yang mengklaim ulayatnya sebagai hutan negara.
Pertemuan tersebut difasilitasi Aliansi Masyarakat Adat Tano Batak, Bakumsu serta Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM). Tokoh-tokoh tersebut didominasi kaum orang tua, namun semagat "perang" mereka masih tinggi demi mendapatkan keadilan. Mereka tampak mengenakan pakaian adat, seperti ulos didampingi Ketua AMAN Tano Batak, Roganda Simanjuntak.
Pada pertemuan tersebut, mereka dibekali Workshop dan Seminar Sehari Tentang Penyiapan Dokumen Pengakuan Wilayah Adat dan Penyiapan Dokumen Pengakuan Hutan Adat di Tano Batak.
Masing-masing perwakilan masyarakat adat menyampaikan keluh kesahnya. Persoalan yang mereka utarakan tidak jauh dari kriminalisasi serta ketidak adilan yang tak mereka dapatkan dari negara atas hak mereka di tanah leluhurnya.
"Taon 1998 nungga ibaen hami tuntutan tu TPL, dohot tu Pamarentah. Alai sahat tu sonari digosa-gosa do hami ala dang adong gogo nami. Alai, ro ma basa-basa ni Tuhan i, ro ma AMAN, KSPPM dohot Bakumsu asa boi hami margogo. "Sejak tahun 1998, kami sudah mengajukan tuntutan ke PT Toba Pulp Lestari dan nuga ke Pemerintah. Tapi, sampai saat ini kami selalu dikriminalisasi. Beruntung kami dibantu Alinasi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), KSPPM, Bakumsu serta lembaga lain yang peduli," ujar Judin Ambarita (72), penetua Lembaga Masyarakat Adat, Sihaporas, (Lam Toras) Kabupaten Simalungun.
Miliarder 24 Tahun Hamburkan Uang Tunai, Hong Kong Hujan Duit, tapi Endingnya Miris, Ini Videonya
Buru Anggota DPRD Sumut Berstatus DPO, KPK dan Polres Binjai Sambangi Rumah Sop Nadya
Konflik serupa disampaikan Komunitas Masyarakat Adat Dolok Parmonangan, Simalungun S Siallagan. Dua persoalan serupa menimpa mereka yakni klaim hutan negara serta lahan mereka dikuasai perusahaan raksasa.
"Persoalan nami, parhutaan ni oppung nami Siallagan i baen gabe kehutanan. Jala dibuat TPL. (Persoalan kami, tanah ulayat kami Marga Siallagan di Dolok Parmonangan diklaim sebagai hutan negara serta digasak PT TPL," sebutnya.
Kapolres Asahan Berikan Piagam Penghargaan untuk Satuan Reskrim dan Narkoba yang Mampu Ukir Prestasi
Pria Ini Sukses Biayai Kebutuhan dan Gaya Hidupnya dengan Mengemis pada Pengikutnya di Media Sosial
Masyarakat adat lainnya, Monang Simajuntak perwakilan Masyarakat Adat di Matio, Toba Samosir juga menyampaikan hal serupa. Konflik yang mereka hadapi dua sekaligus, yakni perampasan tanah untuk ditanami bahan baku bubur kertas oleh perusahaan Raksasa di Tobasa serta klaim hutan negara.
Balita Asal Deliserdang Ini Tertidur Selama 22 Hari, Hasil Pemeriksaan Dokter Dinyatakan Sehat
Diduga Kelebihan Muatan Perahu Wisata di Sungai Bagan PercutseituanTenggelam, Ini Keterangan Polisi
Pada workshop tersebut, Manambos Pasaribu Sekretaris Eksecutif Bakumsu memberi petunjuk kepada para tetua tersebut. Manambos mengedukasi bagaimana agar masyarakat adat memperoleh kepastian atas haknya.