Anaknya Tewas Dikeroyok di Unimed, Poltak: Bukan Manusia Mereka, Aku Polisi Gak Pernah Gitu

Joni Pernando Silalahi (30) dan Stefan Samuel Hamonangan Sihombing (21) kini telah tiada.

Penulis: M.Andimaz Kahfi |
Screenshoot Facebook
Stefan Sihombing dan Joni Pernando Silalahi saat masih kritis dihakimi massa di Kampus Unimed Sumut. 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Joni Pernando Silalahi (30) dan Stefan Samuel Hamonangan Sihombing (21) kini telah tiada. 

Keduanya menjadi korban penganiayaan hingga berujung meninggal dunia, di Universitas Negeri Medan (Unimed), setelah dituduh melakukan pencurian.

Ayah korban Stefan, Poltak Sihombing (62) yang merupakan seorang pensiunan polisi mengatakan tidak ada firasat sebelum kejadian itu terjadi. 

Semuanya baik-baik aja.

"Sore itu dia bilang mau ke Unimed main-main. Tapi ternyata itu terakhir kali aku bertemu dia sebelum meninggal," kata Poltak sambil menunduk sedih, Kamis (21/2/2019).

Poltak menuturkan Stefan pas ditanya satpam dia jawaban mau main-main. 

Mungkin karena jawaban seperti becanda dia diduga mencuri.

Baca: Detik-detik Dua Pemuda Tewas Dianiaya Dituduh Maling Motor, Keluarga Minta Pelaku Ditangkap

Penganiayaan dua pemuda yang dituduh maling motor, tewas setelah diamuk massa
Penganiayaan dua pemuda yang dituduh maling motor, tewas setelah diamuk massa (Screenshoot Tribun Medan)

"Nggak manusia semua mereka itu. Aku saja polisi nggak pernah begitu. Pas aku ngajar di SPN Sampali, nggak pernah siswa aku pukul dan tampari. Paling aku suruh lari keliling lapangan," ujarnya.

Poltak mengatakan bahwa bisa saja kasus ini bakal terus berkembang. Bisa saja mau 20 orang yang terlibat.

"Kalau bisa pelaku di hukum seberat-beratnya, setimpal dengan perbuatannya. Karena sudah dua nyawa mereka hilangkan. Kenapa perlakuannya seperti tidak manusiawi, sangat btutal," ujarnya.

Baca: Ini Identitas Dua Pemuda Tewas Diamuk Massa Usai Dituduh Mencuri di Kampus Unimed

Baca: Kenang Momen Terakhir dengan Stefan Sihombing, Sang Ayah: Anakku Itu Bukan Pencuri

Yang lebih memprihatinkan, lanjut Poltak bini mendiang Joni saat ini sedang hamil. Bagaimana perasaan mereka seandainya kejadian itu menimpa keluarganya.

"Aku mau buat surat ke presiden, aku sudah palak kali," tegas Poltak.

Penganiayaan dua pemuda yang dituduh maling motor, tewas setelah diamuk massa
Penganiayaan dua pemuda yang dituduh maling motor, tewas setelah diamuk massa (Screenshoot Tribun Medan)

Untuk diketahui, sebelumnya dua pria tewas diamuk massa di kawasan kampus Universitas Negeri Medan (Unimed), Selasa (19/2/2019) petang. Keduanya dipukuli setelah dituduh mencuri.

Berdasarkan informasi yang telah dihimpun, kedua pria yang tewas masing-masing Joni Pernando Silalahi (30) dan Stefan Samuel Hamonangan Sihombing (21).

Kedua pria yang tewas di amuk massa terjadi pada Selasa (19/2/2019) sore sekitar pukul 17.30 WIB. Mereka dituduh mencuri helm dan sepeda motor saat akan keluar areal kampus. 

Keduanya langsung dikerumuni massa.

Joni dan Stefan tak bisa mengelak. Keduanya dipukuli massa. 

Kejadian itu lalu dilaporkan ke pihak kepolisian Polsek Percut Sei Tuan, kemudian turun ke lokasi kejadian. 

Petugas melarikan Joni dan Steven ke Rumah Sakit Haji. 

Cita-cita Jadi Tentara

Ayah korban Stefan, Poltak Sihombing (62) mengaku semasa hidup Stefan pernah bercita-cita ingin menjadi seorang tentara yang gagah berani.

"Hari itu dia mau jadi Tentara Angkatan Laut. Karena dia jago berenang. Cuma dia nggak menang waktu tes, kalah karena badannya kelebihan berat," ujar Poltak mengingat anak bungsunya itu, Kamis (21/2/2019)

"Semua kawan-kawannya datang kesini kemarin sewaktu dia mau dimakamkan. Dan dia tidak punya riwayat penyakit, badannya sehat dan tegap," sambungnya.

Sementara kakak korban, Helga Sihombing mengaku Stefan adalah adik yang selalu menjadi temannya bersenda gurau.

"Kalau berantem tiap hari sering berantem. Yang kuingat dia itu rewel dan suka usil," kata Helga.

"Pernah aku di boncengnya diajak mau makan, tapi rupanya nggak jadi karena nggak ada uangnya," ucap Helga mengingat adiknya tercinta yang telah tiada.

Helga menceritakan bahwa sebelum kejadian biasanya dia kalau disuruh pasti bantah dulu baru dikerjakan. Tapi pas sebelum kejadian semua disuruh langsung dilaksanakannya.

Kembali ke Poltak, ia ternyata juga sempat memiliki kenangan terakhir sebelum Stefan meninggal.

"Aku terakhir yang aku ingat, aku suruh dia beli petai untuk makan. Tapi nggak nyangka Stefan pergi secepat ini, kalau bisa dia hidup kembali, tapi tidak bisa," ucap Poltak teringat anak bungsunya tersebut.

Poltak beberkan bahwa kalau saja kakinya tidak di amputasi karena sakit gula, dalam hati ia telah berujar untuk mencari pelaku.

"Aku diamputasi karena kena gula. Kalau nggak cacat aku sudah aku cari itu pelakunya," katanya.

"Dua malam aku tidak bisa tidur manggil-manggil dia. Terbayang-bayang sama dia," ucap Poltak seraya meneteskan air mata.

Masih kata Poltak, Stefan merupakan anak yang sangat ramah dan selalu hotmat kepada orang yang lebih tua darinya. Stefan pernah jadi satpam di Sun Plaza bagian jaga gudang tapi karena ketakutan dia berhenti.

"Tapi dia berhenti baik-baik nggak pernah ada masalah. Sempat coba-coba kerja ke Balige dan Riau. Dia nggak suka di maki-maki hingga akhirnya kerja tempat lain dan balik lagi. Hingga akhirnya balik buka doorsmeer disini (rumah)," tutur Poltak

(Mak/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved