KontraS Sumatera Utara Sayangkan Keputusan Rektor Cabut SK SUARA USU
Ia menjelaskan, pengekangan dan intervensi berlebihan seharusnya jauh dari kehidupan akademis yang demokratis dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
Penulis: Ayu Prasandi |
KontraS Sumatera Utara Sayangkan Keputusan Rektor Cabut SK SUARA USU
TRIBUN-MEDAN.com- KontraS Sumatera Utara menyayangkan keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) yang mencabut SK Kepengurusan Pers Mahasiswa (Persma) SUARA USU.
“Dalam hemat kami, langkah tersebut merupakan bentuk otoriter-nya kampus, sekaligus kegagalan dalam memahami arti kebebasan berekspresi, berkumpul dan menyampaikan pendapat,” ujar Koordinator Badan Pekerja KontraS Sumatera Utara, Amin Multazam, Selasa (26/3/2019).
Ia menjelaskan, pengekangan dan intervensi berlebihan seharusnya jauh dari kehidupan akademis yang demokratis dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
“Sebagaimana diketahui, langkah mencabut SK Kepengurusan SUARA USU diambil setelah cerpen berjudul 'Ketika Semua Menolak Kehadiran Diriku di Dekatnya' yang ditulis oleh Yael Steffany terbit di portal berita Pers Mahasiswa SUARA USU dan di instagram @suarausu menuai polemik,” jelasnya.
Ia menerangkan, Cerpen tersebut dinilai bertentangan dengan visi-misi USU karena mengampanyekan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LBGT) serta berbau pornografi.
Namun dibeberapa kesempatan, pengurus SUARA USU telah memberikan klarifikasi bahwa artikel tersebut murni sebagai karya sastra tanpa maksud mengkampanyekan praktek-praktek yang sebagaimana dituduhkan.
“Polemik yang harusnya berada pada tataran teknis, pada akhirnya berubah menjadi persoalan fundamental mengingat berbagai langkah yang dilakukan oleh pihak rektorat,” terangnya.
Berlagak Jagoan dan Palak Pedagang untuk Beli Minuman Keras, Ardiansah Diciduk Polisi
Meriahkan PRSU, Pemkab Deliserdang Gelar Malam Pesona Budaya
Eldin Bangga RSUD Pirngadi Bantu Pelaksanaan Bakti Sosial Kejagung RI
Menteri Susi Unggah Perjuangan TNI AL Menangkap Kapal Vietnam, Geram Kapal Dilepas dan Mencuri Lagi
Ia menuturkan, mulai dari mensuspend situs berita suarausu.co, hingga mempermasalahkan berbagai cerpen dan artikel-artikel SUARA USU yang dinilai tidak sesuai dengan visi misi USU.
“Bahkan, pertemuan pada tanggal 25 Maret 2019 yang diharapkan menjadi ajang dialogis antara Pengurus SUARA USU dan rektorat justru menjadi forum intervensi yang berujung pada dicabutnya SK Kepengurusan terhadap 18 orang anggota SUARA USU,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, mengingat kebebasan berekspresi, berorganisasi dan menyampaikan pendapat merupakan hak konstitusional yang diatur dalam UUD 1945 pasal 28E ayat (3) maupun ICCPR pasal 19 yang diratifikasi menjadi UU No 12 Tahun 2005, maka berbagai tindakan yang dilakukan oleh Rektorat saat ini telah berubah menjadi persoalan fundamental yang dinilai melanggar prinsip Hak Asasi Manusia.
Wali Kota Medan Dampingi Jaksa Agung Jenguk Pasien Hernia di RSUD Dr Pirngadi
Wakil Wali Kota Medan Bersama Belasan Ribu Warga Ikuti Deklarasi Millenial Anti Narkoba
“Institusi pendidikan seperti kampus harusnya bisa bersikap lebih bijak dalam menyelesaikan polemik ini. Jika ada persoalan cara penulisan, maka dilakukan lah dialog yang rasional dan objektif terkait problem itu,” ungkapnya.
Ia menyebutkan, Jikalau ada pola pikir yang dianggap tidak tepat, kampus harusnya lebih giat mendorong forum diskusi dalam rangka membangun nalar dengan melibatkan para narasumber untuk berdiskusi bersama pengurus SUARA USU.
“Bukan mengambil langkah instant untuk kemudian berlindung dibalik otoritas dan kewenangan yang dimiliki. Langkah ini justru menunjukan arogansi yang tentu saja berpotensi mencederai hak konstitusional terkait kebebasan,” sebutnya.