Bikin Dokter & Keluarga Jantungan, Pendeta Bigman Sirait Mencoblos di Ambulans dan Infus Menempel
"Mencoblos itu keharusan. Jangan kita pernah tidak mau tahu urusan negara ini," ujar pria kelahiran Pematang Siantar, Sumatera Utara, itu.
TRIBUN-MEDAN.COM - Masihkah Anda malas menggunakan hak pilih pada pencoblosan 17 April 2019?
Bila masih malas, coba lihat contoh nyata diberikan Pendeta Bigmen Sirait ini.
Dalam kondisi terbaring lemah di ICU Rumah Sakit Mount Elizabeth Novena, Singapura, Bigmen ngotot meminta izin dokter untuk mencoblos, Minggu (14/4/2019).
Ditemui langsung oleh Kompas.com, pria itu mengisahkan kembali perjuangannya untuk berpartisipasi dalam Pemilu 2019.
"Sebagai anak bangsa Indonesia, ini adalah tanggung jawab saya untuk ikut memilih, berpartisipasi dalam proses politik memilih pemimpin negara ini," katanya, Senin (15/4/2019).
Pria yang berprofesi sebagai pendeta ini menilai, berpolitik berarti berjuang. Sementara berjuang berarti memilih kandidat yang dipercaya untuk memimpin 264 juta penduduk Indonesia.
"Cukup satu paku, bagi saya menang kalah itu urusan kedua," ucapnya.
Pria berusia 57 tahun itu mengaku ingin menjadi contoh dan teladan bagi generasi muda, generasi milenial, dan anak cucu.
Dia bahkan tidak pernah golput sekali pun sepanjang hidupnya.
"Mencoblos itu keharusan. Jangan kita pernah tidak mau tahu urusan negara ini," ujar pria kelahiran Pematang Siantar, Sumatera Utara, itu.
Dalam kondisi lemah setelah menjalani operasi jantung, Bigman menolak menyerah ketika mendapat kabar surat suara tidak mungkin diantar ke ruang tempat dia sedang dirawat.
Dia kemudian meminta dokter untuk kembali mencoba menghubungi KBRI.
Bigman bersikeras ingin mencoblos untuk menunaikan hak politiknya sebagai permintaan terakhirnya.
Dokter tahu tidak dapat begitu saja membiarkan Bigman bergerak menuju KBRI.
Akhirnya, pihak rumah sakit mengizinkannya untuk diantar dengan ambulans yang difasilitasi tube untuk mencoblos calon pilihannya.
Bigman mengaku tidak khawatir akan keselamatannya saat harus diangkut dari rumah sakit ke ambulans.
"Saya tidak khawatir kalau dipanggil Tuhan. Prinsip saya kalau masih bisa kerja, mari kita kerja, jangan kita tidak bekerja, demikianlah prinsip mencoblos ini," katanya.
Bigman tidak ketinggalan memuji KBRI Singapura serta PPLN Singapura yang telah memfasilitasinya menggunakan hak pilih.
"Indonesia kita memang hebat benar," tuturnya.
Bigman beserta keluarganya, mengisahkan cerita pendeta itu dalam menggunakan hak pilihnya, yang digambarkan bak film.
“Minggu pagi kemarin dokter bersikukuh tidak mengizinkan berangkat ke KBRI untuk mencoblos.
Risikonya terlalu tinggi karena suami saya masih mengalami pendarahan," ujar Greta Mulyati, istri Bigman.
"Saat ini Pak Bigman masih dirawat intensif di ruangan ICU, di mana jika terjadi apa-apa bisa dilakukan transfusi langsung. Nah, kalau di ambulans kan bisa gawat kalau ada apa-apa," lanjutnya.
Greta melanjutkan, suaminya memang sangat gigih ingin mencoblos.
Bahkan, di malam Sabtu, Bigman memikirkan pakaian apa yang harus dia kenakan ketika mencoblos.
Pendeta Bigman Sirait Bigman Sirait menunjukkan jari tangannya yang sudah tercelup tinta setelah selesai mencoblos di dalam ambulans di kompleks KBRI Singapura, Minggu (14/4/2019). (Dokumentasi Pribadi)
Pihak KBRI sudah memberi lampu hijau untuk mengantarkan kotak suara dan surat suara ke rumah sakit untuk memfasilitasi Bigman.
Izin dari pihak rumah sakit dan tim dokter telah dikantongi, namun untuk proses ini diperlukan formulir A5.
Apa daya pihak keluarga tidak keburu lagi mengurus formulir A5 karena tak memperkirakan akan tinggal di Singapura sampai mendekati hari H pencoblosan.
“Kita datang 20 Februari hanya untuk check-up, rupanya kondisi suami tidak sehat, operasi dilaksanakan tanggal 8 Maret," ujarnya.
"Dokter mengatakan seharusnya pulih dalam sebulan. Kita asumsi akan pulang 8 April dan mencoblos tanggal 17 di Jakarta. Apa daya rupanya Pak Bigman mengalami komplikasi serta pendarahan yang membuat beliau harus tinggal lebih lama,” tutur Greta.
Semua jantungan
Akhirnya setelah diskusi yang alot, tim dokter memberi restu bagi Bigman untuk mencoblos pada pukul 11.00.
Dokter dan perawat mendampinginya, sementara selang-selang medis dan peralatan medis yang krusial juga diangkut ke ambulans.
“Kita jantungan, dokter jantungan, suster juga jantungan.Ya intinya semua tahu ini sangat high-risk, namun demi papa, ya kita maju saja," ucap Kezhia Bianta Sirait, putri pertama Bigman.
Setelah menempuh perjalanan selama satu jam di tengah kemacetan total mengarah ke KBRI Singapura, ambulans tiba sekitar pukul 12.30.
Pengemudi ambulans sempat dua kali salah masuk pintu gerbang.
Petugas PPLN Singapura dengan sigap menyambut kedatangan Bigman.
Dua surat suara, masing-masing untuk presiden dan DPR Dapil Jakarta II diberikan.
Bigman mencoblos tepat pukul 12.49 waktu setempat.
Proses pencoblosan hingga mencelupkan jari berlangsung lima menit.
Keluarga pun bernapas lega.
Wajah sumringah Bigman langsung terpancar dan dia segera diantar kembali ke rumah sakit.
Mengenai pencoblosan di rumah sakit, pihak KBRI menyatakan tidak ada layanan keliling rumah sakit untuk pencoblosan karena memang tidak diizinkan oleh pihak rumah sakit di Singapura.
“Tidak diperbolehkan, kecuali kejadian yang luar biasa, untuk Ibu Ani Yudhoyono, pihak rumah sakit menerima secara terbatas melalui Bapak Susilo Bambang Yudhoyono," ujar Ratna L Harjana, Counsellor Pensosbud KBRI Singapura.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kronologis WNI di Singapura Keluar ICU untuk "Nyoblos" di Ambulans"
Penulis : Kontributor Singapura, Ericssen