INILAH Dua Pengakuan Mayjen (Purn) Kivlan Zen hingga Pernyataan Tegas Jenderal (Purn) Wiranto
KIVLAN ZEN Mengaku Diancam Iwan Pembunuh Bayaran yang Disewa Habisi 4 Tokoh Nasional dan Bos Survei. Jenderal Purn Wiranto: Secara Pribadi Saya
Menurutnya, informasi mengenai ancaman pembunuhan tersebut disampaikan kepada Kivlan oleh HK alias I (Iwan), yang merupakan tersangka kerusuhan 21-22 Mei di Jakarta.
HK menyampaikan informasi tersebut turut disaksikan oleh keluarga Kivlan.
"Bahwasanya Kivlan Zen ini mau dibunuh. Itu langsung si Iwan atau HK menyampaikan di rumahnya Kivlan di Kelapa Gading pada Januari 2019. 'Pak, Bapak mau dibunuh sama yang pertama saya sebut inisialnya L'. Itu disaksikan keluarga Kivlan Zen dan satu orang lain, saksi fakta," ujarnya.
Awalnya, Pitra juga berencana melaporkan HK dengan dugaan keterangan palsu dan pencemaran nama baik.
Hal itu terkait video testimoni HK yang ditampilkan pihak Kepolisian soal peran Kivlan dalam kasus dugaan kepemilikan senjata ilegal untuk rencana pembunuhan empat tokoh nasional.
Pitra menuturkan bahwa penolakan tersebut dikarenakan kasus tersebut masih dalam penyidikan polisi.
"Pertama karena proses tersebut masih dalam proses penyidikan. Saya rasa ini konteks berbeda.
Ini kan ancaman pembunuhan terhadap Kivlan Zein.
Kok proses dalam penyidikan? Penyidikan yang mana?," kata dia.
"Kedua yaitu keterangan palsu sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 220 dan 317 dan pencemaran nama baiknya dengan testimoni ini kan Kivlan merasa tercemar nama baiknya," sambung Pitra.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo membenarkan bahwa Bareskrim Polri menolak laporan ancaman pembunuhan yang disampaikan mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen Purn Kivlan Zen melalui pengacaranya, Pitra Romadoni Nasution.
Menurut Dedi, diterima atau tidaknya sebuah laporan merupakan kewenangan penyidik.
"Pertimbangan teknis seperti itu penyidik yang paham. Dalam laporan masyarakat tentunya di Bareskrim ada biro yang mengerjakan yang menganalisa sebelum jadi laporan," ungkap Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (17/6/2019).
Menurut Dedi, keduanya masih memiliki keterkaitan dalam kasus sama yang belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
"Inikan seseorang yang saling melapor, karena dia di dalam fakta hukumnya masih memiliki keterkaitan ya," ujarnya.