Pabrik Mancis Terbakar
30 Orang Tewas, Bos Pabrik Mancis PT Kiat Unggul Sebut Produknya Cuma Kerajinan Tangan
BOS besar pabrik korek api gas (mancis), Indramawan selaku direktur utama beralasan perakitan mancis dianggap kerajinan tangan
Penulis: Dedy Kurniawan |
BOS besar pabrik korek api gas (mancis), Indramawan selaku Direktur Utama PT Kiat Unggul mengatakan dengan entengnya, operasi perakitan mancis berbahan kimia yang mudah meledak karena dianggap sebagai kerajinan tangan.
Alasan atau motif ini lah yang dijalankan PT Kiat Unggul mengoperasikan pabrik mancis modus rumahan hingga dianggap tidak memerlukan izin usaha industri besar dan membutuhkan pengeluaran hingga menekan ongkos produksi.
Bahkan, Indramawan mengaku jarang datang ke lokasi pabrik yang terbakar menewaskan 30 jiwa di Jalan T Amir Hamzah Dusun IV Desa Sambirejo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat.
"Pengerjaan siatem pengerjaan rumah-rumah ini kan kerajinan tangan saja. Saya gak tahu, saya jarang di lokasi. Itu yang tahu manajer lah," katanya ketika disinggung dugaan motif hindari pajak, jaminan sosial ketenagakerjaan karyawan, sistem operasi dan perizinan.
"Saya melanjutkan sistem yang lama."
Dengan modus pabrik rumahan PT Kiat Unggul diduga meraup untung besar, karena hanya memberi upah murah ke tenaga harian lepas.

Dengan demikian mereka terhindar pajak, tidak memberi jaminan ketenagakerjaan, atau pun asuransi kecelakaan kerja.
Indramawan juga mengakui tidak pernah mengirus izin ke pihak Pemkab Langkat atau dinas terkait selama memproduksi mancis berbahan kimia dan berbahaya.
Bahkan izin ke pihak Camat atau Lurah tidak dijalankan sebagai usaha rumahan.
Katanya, selama ini PT Kiat Unggul berpusat di Jakarta dan memiliki izin resmi industri, Ketenagakerjaan perdagangan.
Indramawan hanya melepas tanggung produksi ke manajer pabrik, Burhan.
Kapolres Binjai, AKBP Nugroho Tri Nuryanto menegaskan tiga orang ditetapkan tersangka karena terbukti lalai meneyebabkan kematian, mengoperasikan pabrik tidak sesuai standart, pengusaha pabrik tidak punya izin, tidak membayar pajak, menghindari memberikan jaminan sosial Ketenagakerjaan.
"Hasil pemeriksaan saksi yang bekerja di situ itu sistemnya tertutup dan tidak terekspos tempatnya. Kami cek tidak ada izinnya. Saya tanya langsung masyarakat, mereka juga banyak tidak tahu ada aktivitas pabrik di situ," jelas Kapolres Binjai.
Kata AKBP Nugroho, PT Kiat Unggul mengoperasikan tiga pabrik untuk perakitan menjadi anak perusahaan dengan modus rumahan di tiga Desa di Langkat. Yakni di Desa Sambirejo, Desa Perdamaian dan Desa Banyumas Kabupaten Langkat.
"Modus mereka pakai pabrik rumahan, tujuan yang pertama menghindari pajak, kedua menghindari jaminan sosial ketenagakerjaan, ketiga hindari perizinan usaha, keempat agar bisa memberikan upah murah di bawah UMR," jelas Nugie bisa Kapolres Binjai ini disapa masyarakat.
Informasi dihimpun Tribun Medan dari beberapa pekerja, diketahui tenaga lepas pabrik mancis rumahan ini hanya diupah Rp 1.200 per piks berisi 50 mancis, merakit kepala mancis, batu mancis, geretan mancis.
Mereka mengerjakan secara borongan jika dapat order dari perusahan induk yang ada di Diski, Sunggal.
"Kerjanya ya merakit kepala mancis, batu mancis, sama geretannya itu. Gasnya sudah dari pabrik besar. Dulu satu pick Rp 1.000 dibayar, sekarang Rp 1.200 per pics isinya 50 mancis. Kalau ada borongan ya kerja," kata Ani.
Tersangka lain, Lismawarni selaku supervisi mengaku selama ini hanya bertugas sebagai staf personalia dan perekrutan.
Terkait izin dan status pabrik rumahan PT Kiat Unggul diklaimnya selama ini punya izin.
"Saya hanya bagian personalia, untuk rekrut pekerja. Setahu saya ada manajemen dan izinnya perusahaan ini sejak 2011," katanya.
Ketiga tersangka dikenakan Pasal berlapis. Manajer pabrik, Burhan dikenakan Pasal 359 KHUP (kelalaian mengaakibatkan matinya orang lain), lalu Pasal 188 KUHP (kelalaian yang menyebabkan kebakaran yang menyebabkan matinya orang lain), UU No 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, UU Perlindungan Anak Pasal 76 H, dan 76 I Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU No 23 tahun 2002.
Supervisi pabrik, Lismawarni disangka melanggar 359 KHUP (kelalaian mengaakibatkan matinya orang lain), lalu Pasal 188 KUHP (kelalaian yang menyebabkan kebakaran yang menyebabkan matinya orang lain), Pasal 74 Huruf D dan Pasal 183 UU tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Direktur Utama PT Kiat Unggul, Indramawan disangka melanggar 359 KHUP (kelalaian mengaakibatkan matinya orang lain), lalu Pasal 188 KUHP (kelalaian yang menyebabkan kebakaran yang menyebabkan matinya orang lain), Pasal 61, Pasal 62 Nomor 26 Tahun 2017 tentang penataan ruang, Pasal 109 UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Perlindungan Anak Pasal 76 H, dan 76 I Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU No 23 tahun 2002, Pasal 90 (1), 185 Ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Kompensasi Rp 150 Juta
Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumut pun angkat bicara soal peristiwa naas tersebut.
Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Sumatera Utara menyebutkan, bahwa pihak perusahaan wajib membayarkan ganti rugi kepada keluarga korban sebanyak Rp 150 juta perorang.
"Besaran perusahaan kepada pihak keluarga, saya tidak bisa memutuskan, tetapi kalau seorang pekerja terdaftar di BPJS kisaran Rp 150 juta," kata Kepala Disnaker Sumut, Harianto Butarbutar, melalui sambungan telepon genggam, Senin (24/6/2019).
Harianto mengatakan, bahwa dalam aturan tenaga kerja, setiap pegawai yang bekerja di perusahaan itu dibayarkan jaminan kesehatan dan keselamatan kerjanya sebanyak 48 kali dalam setahun.
"Mereka harus ganti rugi sesuai dengan pembayaran jaminan. Mereka itu ada pemotongan gaji sampai 48 kali dalam setahun," jelasnya.
Sementara itu, diakui Harianto bahwa perusahaan tersebut berdiri dengan ilegal tanpa adanya pemberitahuan kepada pemerintah setempat mendirikan pabrik.
Ia mengatakan, bahwa perusahaan manis itu sebenarnya memiliki induk perusahaan di Jalan Binjai dengan nama PT Kiat Unggul.
"Kalau induk perusahaannya ada, cuman mereka itu membuka cabang tidak melaporkan kepada pemerintah.
Di jalan Binjai, PT kiat unggul itu induknya," ucapnya.
Sebanyak 30 orang telah menjadi korban meninggal dunia pada tragedi itu. Diketahui pula, mayoritas pekerja adalah perempuan sebanyak 24 orang dan anak-anak sisanya.
Hingga kini pihak kepolisian masih melakukan identifikasi terhadap sisa korban meninggal dunia yang belum dapat diketahui identitasnya karena terbakar hangus.
(Dyk/tribun-medan.com)