Sidang Putusan MK
Kapolda Sumut dan Pangdam I/BB Minta Masyarakat Sumut Menerima Apapun Hasil Keputusan Hakim MK
Tentunya proses pemilu sudah sama-sama dilaksanakan. Kemudian penetapan sudah dan ada sengketa sebagaimana ketentuan undang-undang
Penulis: M.Andimaz Kahfi |
"Bukan hanya melanggar asas pemilu yang rahasia, ajakan memakai baju putih untuk menyoblos di tanggal 17 April itu juga adalah pelanggaran serius atas asas pemilu yang bebas," ujar Bambang Widjojanto, Ketua Tim Hukum 02.
"Karena, amat boleh jadi menimbulkan tekanan psikologis dan intimidatif bagi pemilih yang tidak memilih paslon 01 dan karenanya tidak berkenan memakai baju putih," tambah dia.
Bambang mengatakan, ajakan tersebut dilakukan oleh Jokowi yang bukan hanya seorang capres tapi juga presiden.
Menurut dia, ajakan itu mempunyai pengaruh psikologis yang akan mengganggu kebebasan masyarakat untuk memilih.
Pelanggaran asas pemilu yang bersifat rahasia dan bebas ini bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.
Bambang mengatakan ini bisa disebut terstruktur karena dilakukan langsung oleh presiden.
Kemudian bisa disebut sistematis karena direncanakan dengan matang, yaitu mengenakan baju putih ke TPS pada 17 April.
"Dan bersifat masif, karena dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia, yang dapat memengaruhi psikologi pemilih dan amat mungkin menimbulkan intimidasi kepada pemilih, dan akhirnya bisa jadi membawa pengaruh bagi hasil Pilpres 2019," kata dia.
Tolak Dalil Kenaikan Gaji ASN untuk Jokowi Maruf
Mahkamah Konstitusi ( MK) tidak setuju dengan dalil yang disampaikan tim hukum paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengenai kecurangan pemilu berupa penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Salah satunya terkait kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS), TNI dan Polri.
"Dalil tersebut tidak beralasan menurut hukum," ujar Hakim Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Menurut MK, pemohon tidak merujuk definisi hukum mengenai money politics dalam materi permohonannya.
Hal tersebut membuat dalil pemohon menjadi tidak jelas, apakah dalil itu sebagai modus politik uang atau vote buying.
Terlebih lagi, pemohon tidak dapat membuktikan adanya pengaruh dalil tersebut pada perolehan hasil suara.
Menurut Hakim, pemohon hanya menggunakan frasa patut diduga untuk mengaitkan kenaikan gaji dengan pengaruhnya atas pilihan dukungan PNS, TNI dan Polri.