Jokowi Warning Kerusuhan Papua untuk Kepala Daerah, Hingga Ada Pengibaran Bendera Bintang Kejora
Presiden Joko Widodo meminta kepala daerah untuk hati-hati dalam menyampaikan pernyataan.
TRIBUN-MEDAN.com - Presiden Joko Widodo meminta kepala daerah untuk hati-hati dalam menyampaikan pernyataan.
Kehati-hatian itu menjadi pelajaran yang bisa dipetik dari terjadinya kerusuhan di Papua.
Kepala Negara merespons terjadinya unjuk rasa di sejumlah daerah di Papua yang sebagiannya berujung pada kericuhan.
Menurut Jokowi, jangan sampai pernyataan kepala daerah menimbulkan ketersinggungan masyarakat di daerah atau provinsi lain.
Presiden mengatakan, Indonesia adalah bangsa besar yang memiliki 714 suku. Selain itu, bangsa Indonesia menganut agama yang berbeda, lalu juga bicara dengan bahasa daerah yang beragam.
"Hati-hati pemimpin daerah," kata Jokowi dalam wawancara bersama Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas, Budiman Tanuredjo, yang disiarkan Kompas TV dalam program Satu Meja, Rabu (21/8/2019).
Menurut Jokowi, dengan segala keberagaman yang ada, karakter setiap daerah berbeda-beda. Dampaknya, ketersinggungan rentan terjadi.
Jokowi menuturkan, jangan sampai masyarakat, terutama pejabat daerah menularkan ujaran kebencian yang bisa berdampak pada ketersinggungan.
"Jangan sampai kita menyampaikan hal-hal yang menjadikan provinsi lain atau suku lain menjadi tersinggung gara-gara yang kita sampaikan. Hati-hati betul. Terutama pejabat publik," tutur Jokowi.
Baca: Jokowi Sebut Penumpang Gelap Kerusuhan Papua, Gubernur Papua Ungkap Hal Mengejutkan di Mata Najwa

Pasar Thumburuni, Kabupaten Fakfak, papua Barat, dibakar oleh massa yang melakukan aksi protes terhadap dugaan rasisme yang diterima mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur (21/08/2019)
Sebelumnya, terjadi kerusuhan massa di Papua dan Papua Barat sebagai buntut insiden kasus persekusi terhadap mahasiwa asal Papua di Surabaya, Jawa Timur.
Kericuhan terjadi di Manokwari dan Sorong pada Senin (19/9/2019) serta Fakfak, dan Timika, Rabu (21/8/2019).
Sementara di Jayapura terjadi unjuk rasa memprotes insiden di Surabaya. Unjuk rasa sempat memanas meski tak berujung rusuh.
Di Manokwari, kerusuhan menyebabkan terbakarnya gedung DPRD.
Massa juga memblokade sejumlah titik jalan. Di Timika, demonstran melempar batu ke arah Gedung DPRD setempat.
Bendera Bintang Kejora Berkibar
Polisi mengatakan bahwa kerusuhan di Fakfak, Papua Barat, pada Rabu (21/8/2019), terkait dengan pengibaran bendera Bintang Kejora, di kantor Dewan Adat.
Bendera Bintang Kejora kerap kali dikaitkan dengan referendum Papua.
Pada saat itu, massa sedang berada di kantor Dewan Adat untuk berdiskusi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) setempat.
"Pas di Forkopimda, mereka menaikkan bendera Bintang Kejora, bendera KNPB (Komite Nasional Papua Barat), organisasi papua merdeka, ada beberapa bendera lah," kata Kapolres Fakfak AKBP Deddy Foures Millewa ketika dihubungi wartawan, Rabu.
Awalnya, massa berunjuk rasa memprotes tindakan diskriminatif terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.
Ketika pengunjuk rasa ingin merusak sejumlah obyek vital, aparat keamanan berupaya mencegah hal tersebut.
Akan tetapi, pengunjuk rasa merusak, bahkan membakar Pasar Thumburuni.
"Setelah dia orasi di situ, mereka mau merusak objek vital di bandara, kantor DPRD, dan di kantor bupati, tapi kita halangi akhirnya mereka ngerusak pasar," ungkap Deddy.
Kemudian, masyarakat yang mencari nafkah di pasar merasa tidak terima dengan perusakan tersebut.
Masyarakat sekitar pun sempat meminta ganti rugi kepada kelompok perusak. Namun, Deddy meminta orang-orang di lokasi tersebut untuk mengedepankan antisipasi agar kericuhan tidak meluas.
Setelah itu, massa pengunjuk rasa bergerak menuju kantor Dewan Adat. Pada saat itulah, ada oknum yang mengibarkan bendera Bintang Kejora tersebut.
Massa pun sempat memaksa bupati untuk memegang bendera tersebut, tetapi tidak dilakukan. Masyarakat lain yang melihat pemaksaan tersebut merasa kecewa.
"Bupati dipaksa (memegang bendera), ada masyarakat yang lihat, 'Bupati kita kok digitukan'," tutur dia.
Kemudian, ada sekelompok orang yang menamakan diri Barisan Merah Putih dan meminta bendera Bintang Kejora diturunkan.
Namun, massa tidak mau menurunkan bendera Bintang Kejora dan malah melempari kantor Dewan Adat dengan batu.
Aksi itu pun memprovokasi warga sekitar yang merasa Dewan Adat tidak mewadahi adat di Papua.
"Mereka minta bendera diturunkan, tetapi tidak diturunkan, malah yang dari kelompok Organisasi Papua Merdeka melempar, ya sudah mereka (warga) terpancing," ujar Deddy.
Saat ini, aparat kepolisian mengungkapkan bahwa situasi di daerah tersebut sudah kondusif sejak siang tadi.
Seperti diberitakan, aksi solidaritas Papua muncul di berbagai kota di Provinsi Papua dan Papua Barat, seperti yang terjadi di Manokwari, Jayapura dan Sorong, Senin (19/8/2019).
Aksi unjuk rasa ini merupakan dampak dari perlakuan diskriminatif dan tidak adil yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang, dalam beberapa waktu terakhir.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ricuh di Papua, Jokowi Minta Kepala Daerah Hati-hati Sampaikan Pernyataan"