Ratusan Pengunjukrasa Papua Mengaku Ditipu, hingga Benny Wenda Disebut sebagai Dalang Papua Rusuh
Akhirnya terungkap sosok yang diduga mendalangi unjukrasa di Papua yang berujung rusuh dan menimbulkan korban jiwa.
TRIBUN-MEDAN.com - Akhirnya terungkap sosok yang diduga mendalangi unjukrasa di Papua yang berujung rusuh dan menimbulkan korban jiwa.
Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko menyebut bahwa tokoh separatis Papua, Benny Wenda, mendalangi kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
"Ya jelas toh. Jelas Benny Wenda itu.
Dia mobilisasi diplomatik, mobilisasi informasi yang missed, yang enggak benar.
Itu yang dia lakukan di Australia, lah, di Inggris, lah," ujar Moeldoko di kantornya, Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin (2/9/2019).
Ia menilai apa yang dilakukan Benny Wenda merupakan strategi politik.
Karena itu, pemerintah juga menanganinya secara politis.

Akan tetapi, Moeldoko mengatakan, pemerintah telah menempuh berbagai langkah untuk mengatasi persoalan keamanan di Papua dan Papua Barat.
Salah satu cara yang dilakukan tentunya termasuk diplomasi.
"Itulah, seperti diplomasi.
Pastilah dilakukan," ujar Moeldoko lagi.
4 Orang Tewas
Akhirnya polisi mengakui kerusuhan Jayapura Kamis (29/8/2019) merenggut korban jiwa.
"Empat orang diduga meninggal akibat kerusuhan di Jayapura," ungkap Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol AM saat dihubungi, Senin (2/9/2019).
Kendati demikian, aparat kepolisian belum mengetahui lebih lanjut perihal penyebab korban meninggal.
Begitu pula dengan identitas korban yang belum diketahui polisi.
"Tapi belum diketahui apa yang menjadi penyebab (kematian). Belum diketahui juga identitasnya," ungkap dia.
Sedangkan Kapolres Jayapura Kota AKBP Gustav Urbinas berharap tidak ada lagi aksi balas dendam antarwarga hingga menimbulkan kasus baru.
Selain menewaskan warga sipil, aksi balas dendam antarwarga juga menyebabkan beberapa orang terluka.
Namun, Urbinas belum dapat memastikan jumlah warga yang mengalami luka-luka.
Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak menoleransi bila ada lagi aksi serupa maupun aksi sweeping.
Mantan Kapolres Jayapura menambahkan bahwa saat ini polisi sudah menahan lima warga dan menetapkan mereka sebagai tersangka karena kedapatan membawa senjata tajam.
Kelima tersangka itu dikenai Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
4 WNA Australia Dideportasi
Empat orang warga negara Austalia dideportasi oleh pihak imigrasi.
Rencananya, proses deportasi akan dilakukan melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali.
(Plt) Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat jenderal imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ujo Sujoto melalui siaran pers yang diterima Kompas.com , Senin (2/9/2019) siang mengatakan, deportasi terhadap 4 WN Australia tersebut dilakukan karena terlibat unjuk rasa di Kota Sorong beberapa waktu lalu dengan agenda menuntut kemerdekaan Papua.
"Empat warga negara Australia yang diduga turut serta dalam aksi unjuk rasa OAP yang bertujuan untuk menuntut kemerdekaan Papua di depan kantor Walikota Sorong," kata Ujo Sujoto.

Adapun identitas dari para WN Australia yang dideportasi adalah sebagai berikut:
1. Nama : Baxter Tom Umur: 37 tahun Jenis kelamin: Laki-Laki Warganegara: Australia Jenis Visa: Exemption
2. Nama: Davidson Cheryl Melinda Umur: 36 tahun Jenis Kelamin: Perempuan Warganegara: Australia Jenis Visa: Exemption
3. Nama: Hellyer Danielle Joy Umur: 31 Tahun Jenis Kelamin: Perempuan Warganegara: Australia Jenis Visa: Exemption
4. Nama: Cobbold Ruth Irene Umur: 25 Tahun Warganegara : Australia Jenis Kelamin: Perempuan
Proses deportasi keempat WN Australia tersebut dilakukan pada Senin (2/9/2019) melalui Bandar Udara DEO Kota Sorong dan diterbangkan menggunakan pesawat Batik Air dengan nomor penerbangan ID 6197 menuju Bali melalui Makassar.
Selanjutnya, akan dipulangkan menuju Australia menggunakan pesawat Qantas QF.44, kecuali Davidson Cheryl Melinda akan berangkat ke Australia tanggal 4 September 2019 mendatang menggunakan pesawat Virgin Australian Airline pukul 15.45 WITA. "Seluruhnya dipulangkan ke Australia melalui Bali," ucap Ujo Sujo
Skenario Rusuh agar Papau Dibawa ke PBB
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal mengatakan, Polri sedang mendalami dugaan keterlibatan pihak asing dalam kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat.
Namun, ia mengaku tak dapat mengungkapkan banyak informasi soal pihak asing yang diduga mendukung Organisasi Papua Merdeka (OPM).
"Maaf, karena di forum ini enggak mungkin juga kita sebut ke luar itu a, b, c.
Yang jelas narasinya adalah kita duga ada pihak luar yang mencoba untuk memanas-manasi, dan ada agenda setting," tutur Iqbal di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (2/9/2019).
Menurutnya, pihak dari luar Indonesia tersebut memprovokasi sehingga keadaan di tanah Papua terkesan sangat mengkhawatirkan.

Pihak luar tersebut, kata Iqbal, diduga memprovokasi agar masalah Papua dapat dibawa ke forum Persatuan Bangsa-Bangsa ( PBB).
"Terkait dengan apa yang disampaikan Bapak Kapolri tentang ada dugaan pihak-pihak luar, dalam arti kata bukan negara Indonesia yang memprovokasi, yang mencoba untuk meng-amplify suatu keadaan, yang tadinya tidak begitu mengkhawatirkan, menjadi sangat mengkhawatirkan, sehingga akan dibahas dalam forum PBB," ungkap dia.
Untuk mendalami hal tersebut, polisi bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri, Badan Intelijen Negara (BIN), serta kementerian dan instansi terkait lainnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengakui bahwa kelompok masyarakat yang aksi anarkis di Papua dan Papua Barat memiliki hubungan dengan organisasi di luar negeri.
"Ada. Kita sama-sama tahu dari kelompok-kelompok ini ada hubungannya dengan network di internasional," kata Jenderal Tito di acara Hari Jadi Ke-71 Polwan, di Jakarta, Minggu (1/9/2019).
Oleh karena itu, Polri berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menangani masalah tersebut.
Menurut dia, pihak-pihak yang diduga menggerakan kericuhan di Papua sudah diketahui.
"Pihak-pihak yang diduga menggerakkan sudah dipetakan dan sedang didalami.
Kalau misal terbukti (terlibat), akan ditindak secara hukum," ucap dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyebut bahwa pemerintah sudah mengetahui pihak yang menunggangi sejumlah peristiwa kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat belakangan ini.
Laporan lengkap soal keterlibatan penunggang gelap ini sudah dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (30/8/2019).
"Memang rusuh ini ada yang menunggangi, mengompori, memprovokasi, ada yang sengaja dorong terjadi kekacauan," kata Wiranto saat konferensi pers usai rapat.
"Dari laporan tadi BIN, Kapolri, kita tahu siapa yang coba dapat keuntungan dari kerusuhan ini.
Kami peringatkan siapa pun dia, hentikan itu, karena itu hanya ingin buat suasana instabil," ucap Wiranto.
Namun, Wiranto tidak menyebutkan pihak yang mendapat untung dari kerusuhan itu.
Saat ini Benny Wanda tinggal di Oxford, Inggris. Benny bahkan mendapat penghargaan dari Dewan Kota Oxford.
Pengunjukrasa Mengaku Ditipu
Sekitar 300 orang pelaku aksi demo di Jayapura yang berujung pengrusakan pembakaran dan penjarahan, Kamis (29/08/2019) melontarkan pengakuan mengejutkan.
Peserta yang berasal dari masyarakat Wamena merasa telah ditipu oleh koordinator aksi dan berkomitmen tidak akan lagi ikut dalam aksi demo dalam bentuk apapun.
Kelompok massa pendemo ini merasa telah ditipu oleh oknum yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan isue rasisme.
Melansir puspen tni, mereka sempat bersembunyi di kompleks Kelurahan Numbay Distrik Jayapura Selatan selama tiga hari dan tidak berani kembali ke daerah Abepura dan Waena.
Mereka takut mendapat aksi balasan dari masyarakat yang telah menjadi korban aksi penjarahan, pembakaran, pelemparan maupun pengrusakan di sepanjang jalan Waena - Jayapura.

Minggu (1/9/2019) siang, perwakilan kelompok yang sebagian besar berasal dari Wamena tersebut menemui Kepala Dinas Pendidikan Prop Papua Desman Kogaya untuk memohon bantuan agar diberikan jaminan keamanan dan angkutan dalam proses mereka kembali ke daerah Abepura dan Waena.
Selanjutnya Desman Kogoya menghubungi Kodam XVII/Cenderawasih dan Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua Frits Ramanday sebagai mediator Asintel Kasdam Kolonel Inf JO Sembiring sebagai perwakilan dari Kodam XVII/Cenderawasih.
Hadir pula dalam proses mediasi tersebut pendeta yang juga Wakil Bupati Lanny Jaya, anggota MRP.
Minggu pukul 17.00 WIT dilakukan evakuasi gelombang pertama sebanyak 116 orang dan pukul 19.50 WIT evakuasi gelombang kedua sebanyak 172 orang.
Namun dari pengunjukrasa, diamankan 1 orang yang diduga pelaku penjarahan diamankan oleh pihak Polres Jayapura. Dalam pemeriksaan yang bersangkutan mengantongi kunci SPM baru.
Proses evakuasi pemulangan berjalan aman dan lancar dengan pengawalan ketat dari Kodam XVII/Cendrawasih dan Polda Papua.
Sebelumnya aparat keamanan TNI-Polri sudah melakukan pemulangan terhadap sekitar 1.500 orang pendemo yang sempat bertahan di kantor gubernuran Dok II Jayapura.
Seperti diketahui, Kamis (29/8/2019), ribuan warga di Jayapura, Papua, menggelar aksi unjuk rasa memprotes tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.
Aksi unjuk rasa berujung anarkistis.
Massa membakar ruko, perkantoran pemerintah, kendaraan roda dua dan roda empat, serta merusak fasilitas lainnya.
Kondisi itu membuat aktivitas di Kota Jayapura lumpuh total.
Selain itu, terjadi pula kontak tembak antara aparat dengan kerumunan massa yang berunjuk rasa di wilayah Deiyai, Papua, Rabu (28/8/2019).
Peristiwa itu menyebabkan seorang personel TNI gugur, dan dua warga sipil meninggal dunia.
Peristiwa bermula dari unjuk rasa yang diikuti sekitar 150 orang. Mereka meminta bupati menandatangani persetujuan referendum.
Aparat sempat berhasil melakukan negosiasi.
Namun, tiba-tiba massa dalam jumlah yang lebih banyak datang dari segala penjuru sambil membawa senjata tajam.
Mereka pun menyerang aparat, baik TNI maupun Polri yang sedang melakukan pengamanan.
Artikel ini dikompilasi dari puspen tni dan Kompas.com dengan judul "Polri: Pihak Asing Diduga Memprovokasi Agar Masalah Papua Bisa Dibawa ke PBB", "Moeldoko Sebut Benny Wenda Dalangi Kerusuhan Papua", "Terlibat Demo di Papua, 4 Warga Australia Dideportasi"