Nyatakan Perang dengan Menteri Susi, Gubernur Murad Ismail: 'Ini Daratan Punya Saya'
Akibat kebijakan yang diberlakukan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Gubernur Maluku Murad Ismail menyatakan 'perang'.
TRIBUN-MEDAN.com - Akibat kebijakan yang diberlakukan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Gubernur Maluku Murad Ismail menyatakan 'perang'.
Murad menilai kebijakan moratorium yang diberlakukan Susi telah merugikan Maluku.
"Ini supaya kalian semua tahu. Kita perang,” ujar Murad saat menyampaikan sambutannya dalam acara pengambilan sumpah dan pelantikan penjabat sekda Maluku di kantor Gubernur Maluku, Ambon, Senin (2/9/2019).
Murad menjelaskan, setiap bulan Kementerian Kelautan dan Perikanan mengangkut ikan dari perairan Arafura untuk diekspor.
Namun, Maluku tidak mendapatkan apa-apa dari ekspor itu.
“Ibu Susi bawa ikan dari laut Arafura diekspor, tapi kita tidak dapat apa-apa. Berbeda dengan saat sebelum moratorium di mana uji mutunya ada di daerah,” katanya.
Menurut Murad, sejak pemberlakuan moratorium oleh Susi, tercatat ada 1.600 kapal ke laut Aru.
Namun, tidak ada satu pun ABK asal Maluku yang dipekerjakan di kapal-kapal tersebut.
“Setiap bulan ada sekitar 400 kontainer ikan yang digerus dari Laut Aru kemudian diekspor yang juga dari luar Maluku,” ujarnya.
Murad mengatakan, aturan 12 mil lepas pantai yang menjadi kewenangan pusat sangat merugikan Maluku.
Hal itu disebabkan nelayan Maluku tidak diperbolehkan melakukan penangkapan di zona tersebut.
"Katanya 12 mil lepas pantai itu punya pusat, suruh mereka bikin kantor di 12 mil lepas pantai. Ini daratan punya saya,” kata Murad.
Bukan kali ini saja, pernyataan Gubernur Murad mengundang kontroversi. Dia juga pernah menyatakan melakukukan mortorium eksploitasi hasil hutan.
Murad Ismail mengungkapkan eksploitasi hutan di Maluku yang dilakukan sejumlah perusahaan selama ini tidak memberikan manfaat terhadap peningkatan kesejahteraan Maluku.
Menurut Murad, ada perusahan yang beroperasi mengambil kayu dari hutan Maluku dan diekspor ke luar daerah berkat izin HPH yang dikantongi, namun keberadaan perusahan tersebut tidak memberikan keuntungan apapun kepada Maluku.
"Contohnya HPH tidak memberikan dampak bagi Maluku adalah beroperasinya PT Jayanti di Maluku. Semua kayu diekspor ke luar daerah dan kita tidak dapat apa-apa,” kata Murad, di Kantor Gubernur Maluku, Senin (2/9/2019).
Murad mengatakan, untuk melindungi hutan Maluku dan kekayaan yang ada di dalamnya agar tetap aman dan tidak lagi dieksploitasi, pihaknya kini telah memberlakukan moratorium untuk membatasi perusahan tidak beroperasi di wilayah hutan Maluku.
Terkait keputusannya itu, Murad mengaku ada pihak yang menghubunginya untuk meminta agar mencabut kebijakan tersebut.
Menurut Murad, orang yang menghubunginya dan meminta ia mencabut moratorium pengolahan hutan merupakan orang yang dikenalinya.
“Ada salah seorang senior yang sempat menghubungi via WhatsApp meminta agar mencabut moratorium HPH, lalu saya bilang, komandan justru saya melakukan ini karena tugas kepala daerah itu mengentaskan kemiskinan, mensejahterahkan masyarakatnya dan harus mampu menjaga sumber daya alam,” ungkap dia.
“Agar dapat dimanfaatkan generasi saat ini dan yang akan datang. Saya gubernur orang Maluku, saya lakukan ini karena Maluku tidak dapat apa-apa," tambah dia.
Selain itu, lanjut Murad, ada juga pihak yang meminta rekomendasi ke Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk mendapatkan izin operasi di Pulau Seram untuk pengeboran gas.
Namun, menurut Murad, menteri meminta kepada mereka untuk meminta langsung rekomendasi dulu ke gubernur.
"Kita kalau tidak begitu, sampai kapan kita bisa maju. Makanya untuk HPH semua saya moratorium," pungkas dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kesal, Gubernur Maluku Nyatakan Perang ke Menteri Susi"