News Video

Direktur BPODT Sebut Pembukaan Jalan Berlanjut, Aparat dan Warga Saling Dorong di Sigapiton

Ari mengaku akan tetap membuka lahan karena ada pengawalan dari Aparat TNI/Polri dan Satpol PP.

Penulis: Arjuna Bakkara |

TRIBUN-MEDAN.COM, TOBASA - Aksi saling dorong kembali terjadi antara aparat dengan masyarakat adat Raja Na Opat Sigapiton di Dusun Sileang-leang Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir, Kamis, (12/9/2019).

Terpantau, dua unit alat berat yang diturunkan oleh pihak BPODT standby. Sebelum beko dioperasikan warga langsung berjaga menghalangi alat berat tersebut.

"Tuntutan kami adalah agar tanah adat kami diakui oleh pemerintah.

Dulu orang tua kami menyerahkan ini kepada pemerintah hanya untuk penghijauan.

Tapi kemudian lahan ini menjadi kawasan hutan negara, sekarang tiba-tiba tanah ini diserahkan kepada BPODT dan kami tidak pernah tahu semua proses ini," ujar Mangatas Togi Butarbutar, salah seorang warga yang turut dalam aksi.

Terkait hal itu, Direktur BPODT Arie Prasetyo mengatakan tetap melanjutkan pengerjaan jalan. "Kalau soal sejarah lahan ini saya kira bisa ditanyakan ke kehutanan ya, kita kan sudah memegang sertifikat lahan negara yang hak pengelolaannya diserahkan ke BODT. Jadi pengerjaan ini akan tetap dilanjutkan," ujarnya.

Ari mengaku akan tetap membuka lahan karena ada pengawalan dari Aparat TNI/Polri dan Satpol PP. Antara Ari dan warga sempat berdialog, namun tidak menghasilkan keputusan.

Kemudian pergi meninggalkan lokasi. Karena warga yang tetap bertahan, pembukaan jalan pun tidak diteruskan.

Tiga orang perwakilan warga Sigapiton, Mangatas Togi Butarbutar, Hiras Butarbutar dan Mangatur Silalahi Keturunan Ompu Ondol membeberkan sejumlah alasan bertahan menduduki wilayah tersebut. Ketiganya mengaku memiliki landasan hukum soal tanah tersebut.

Togi menyebutkan, surat pemerintah pada tahun 1975 menyatakan bahwa status tanah tersebut adalah tanah adat yang digunakan kehutanan untuk penghijauan dan reboisasi. Menurutnya, pertama kali diserahkan pada ada tahun 1952 oleh masyarakat dari suku marga keturunan Ompu Ondol Butarbutar di Sigapiton.

Klaim yang disampaikan oleh suku marga keturunan Ompu Ondol Butarbutar di Sigapiton diperkuat oleh bukti-bukti berdasarkan peraturan yang ada dan yang telah ditempuh oleh marga keturunan Ompu Ondol Butarbutar di Sigapiton. Antara lain, Surat Permohonan pengembalian tanah adat seluas kurang lebih 120 ha dalam Kawadan Hutan Sibisa-Motung Dusun Sileang-leang oleh keturunan Ompu Ondol Butarbutar melalui mekanismeTim Inventaris Penguasaan, Pemilikan dan Pemanfatan Tanah (IP4T) Pemkab Tobasa.

Hiras Butarbutar tetua lainnya, menyebut termasuk laporan dinas kehutanan provinsi Sumut mengenai laporan peninjauan lapangan identifikasi dan innventarisasi permasalahan tenurial kawasan hutan rencana lokasi BPODT seluas kurang lebih 500 Ha di sana. Kemudian, surat rekomendasi tin terpadu penelitian perubahan fungsi kawasan hutan lindung dalam rangka peruntukan pengembangan wilayah kawasan pariwisata atas nama Gubernur Sumut di Kabupaten Tobasa.

Selain itu, keturunan Ompu Ondol tetera juga pada Dokumen AMDAL rencana / industri pariwisata di zona kawasan pariwisata Sibisa seluas 380,5 Ha. Pada dokumen Amdal yang sebelumnya telah dikaji juga tidak sesuai kesepakatan.

"Tidak sesuai bentuk pengelolaan lingkungan hidup dan lokasi pengelolaan lingkungan hidup,"ujar Hiras.

Warga lainnya, Mangatur Silalahi juga mengatakan belum ada langkah yang tepat dilakukan pemerintah dan BPODT dalam menginvetarisasi Hutan Kemasyarakatan yang terkena dampak pembangunan wisata. Dalam pengelolaan itu, terdapat lahan-lahan yang tumpang tindih baik Hkm maupun claim marga Butarbutar tidak 'clean and clear' dan tidak menghasilkan kesepakatan.

Terkait itu, mereka keberatan Tim Amdal BPODT hingga saat ini belum pernah mempertanyakan kepada mereka khususnya Butarbutar khususnya lahan 120 Ha yang berstatus tanah adat.

"Terkait pernyataan Sekda sebelumnya, yang menyatakan telah mengganti rugi tamaman kopi adalah bentuk adu domba. Karena, jika ada persoalan di sana adalah sebenarnya persoalan intern,"timpal Togi lagi.

Ditambahkan Togi, dalam penguasaan lahan tersebut mereka semua, baik warga yang dibayarkan ganti rugi tanaman kopi oleh tim apresial dibawah penyoman paguyuban 'Bius' Na Opat. Pada bius tersebut, dijelaskannya telah diatur tata kelola pemerintahan secara tradisional.

Kepala Sigapiton, Jepentus Gultom membenarkan dulunya tetua Butarbutar meminjampakaikan tanah seluas 120 Ha untuk keperluan reboisasi dan penghijauan. Namun, pihak kehutanan tidak mengakui belakangan.

"Dulu kelompok Oppu Ondol Butarbutar menyerahkan ke kehutanan, dan belakangan ini tidak diakui,"ujar Gultom.

Selaku kepala desa, Jepentus juga mengaku tidak pernah mengetahui adanya kesepakatan kalau lahan itu akan dibangun melalui BPODT.

"Setelah terjadi pemancangan oleh BPODT atau BPN, selaku Kepdes tidak tahu menahu danctak pernah ada kesepakatan itu,"tuturya lagi.

Jepentus mengaku keberatan terkait adanya pemancangan oleh BPODT dan kehutanan. Alasannya, berdasarkan dokumen yang afa lahan tersebut adalah hak kelompok Oppu Ondol seluas 120 Ha.

Sementara itu, menjelang sore Darwin Siagian Bupati Tobasa dan Direktur BPODT, Ari Prasetio kembali hadir dikawal Kapolres Tobasa AKBP Agus Waluyo. Mereka menggelar pertemuan dengan warga.

Sebelumnya, menurut Direktur Utama BOPDT Arie Prasetyo, pembangunan tersebut sudah mengikuti ketentuan yang berlaku. Alokasi anggaran berasal dari Kementerian PUPR yang dimulai pada tahun ini.

Dari total lahan seluas 386,72 Ha yang dialokasikan untuk pengembangan kawasan pariwisata tersebut, 279 Ha sudah diterbitkan Hak Pengelolaan-nya. Lahan tersebut katanya berstatus lahan negara yang Sertifikat Hak Pengelolaannya diberikan kepada BOPDT.

“Hari ini kita mulai pengerjaannya untuk membantu percepatan pengembangan destinasi super prioritas. Sejauh ini semua sudah dijalankan sesuai aturan. Lahan yang dibangun merupakan lahan negara yang Hak Pengelolaannya (HPl) telah diberikan kepada BOPDT,” papar Arie Prasetyo.

Pembangunan tahap awal akses ke kawasan ini sepanjang 1,9 Km dilakukan di atas lahan yang sertifikatnya HPl-nya telah diterbitkan. Terkait hak-hak masyarakat yang ada di atas lahan, hal ini juga telah dilakukan telah oleh Tim Terpadu Penanggulangan Dampak Sosial Kemasyarakatan yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Toba Samosir dengan melibatkan beberapa unsur.

Sementara itu, Bupati Tobasa Darwin Siagian mengatakan untuk menyelesaikan persoalan itu sementara waktu alat berat pun ditarik kembali dari lokasi. Disebutkannya, antar warga dan masyarakat akan kembali diadakam pertemuan hari Minggu mendatang.

"Kita sudah menarik alat berat, dan akan ada pertemuan. Saya pikir pertemuan kita pada sore hari ini bersama masyarakat sangat baik. Dan nanti pada hari Minggu, jam tiga akan ada pertemuan,"jelasnya.

(jun/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved