Kemplang Pajak Rp 107 M, Husin Divonis 4 Tahun Penjara dan Denda Rp 323 M
Di antaranya, terdakwa tidak memiliki perusahaan dan karyawan yang lazim untuk melakukan transaksi mencapai miliaran rupiah.
Penulis: Victory Arrival Hutauruk |
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Pengemplang pajak Rp 107 Miliar Husin divonis Majelis Hakim lebih tinggi dengan 4 tahun penjara dari tuntutan Jaksa Penuntut Umim (JPU) di Pengadilan Negeri Medan, Selasa (17/9/2029).
Selain itu, Majelis Hakim yang diketuai Erintuah Damanik juga memutus terdakwa membayarkan denda yaitu 3 kali Rp 107 miliar kerugian negara sebesar Rp 323.742.860.898.
"Dengan ini menyatakan terdakwa Husin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 39 A huruf (a) jo Pasal 43 Ayat 1 UU RI Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dengan hukuman penjara 4 tahun dan membebankan denda tiga kali kerugian negara menjadi Rp 323 miliar," tutur Hakim Erintuah.
Erintuah juga menyebutkan ketentuan bahwa apabila terdakwa tidak membayarkan dalam waktu 1 bulan maka akan diganti pidana kurungan 6 bulan.
"Denga ketentuan membayarkan paling lama 1 bulan jika tidak maka harta benda disita dan dilelang untuk negara. Dan jika tidak mencukupi diganti pidana kuringan selama 6 bulan," jelasnya.
Terhadap putusan tersebut, Majelis Hakim memberikan waktu selama 7 hari kepada terdakwa dan Jaksa untuk berpikiri-pikir terhadap putusan.
"Putusan inikan dibuat oleh manusai, salah atau benar manusia itu bisa khilaf. Jadi undang-undang mengatur apabila terdakwa merasa tidak cocok bisa melakukan banding," jelasnya.
Sesuai sidang, Pengacara Husin, Zulkifli menjelaskan pihaknya masih akan berpikir dalam jangka waktu yang ada. "Kita pikir-pikir dulu, ya kalau berat ya pasti beratlah," cetusnya.
Senada, JPU Adlina juga menjelaskan pihaknya masih akan pikir-pikir terhadap putusan tersebut.
Putusan ini jauh lebih tinggi dari tuntutan Jaksa dengan 3 tahun penjara dengan denda Rp 214 Miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Pada sidang yang berlangsung, Senin (19/8/2019), Tengku Adelina menyampaikan perbuatan terdakwa Husin bersalah dengan sengaja menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.
"Husin, baik sebagai wakil, kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, dengan perbarengan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut," ujar Adelina
Persidangan sebelumnya, saksi ahli Haris Budiman Perangin-angin dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan, perusahaan terdakwa terindikasi melakukan transaksi yang tidak sebenarnya sehingga berpotensi merugikan pemasukan negara.
Di antaranya, terdakwa tidak memiliki perusahaan dan karyawan yang lazim untuk melakukan transaksi mencapai miliaran rupiah.
Hal itu bermula saat terdakwa mendirikan perusahaan PT Uni Palma yang berkedudukan di rumah Sutarmanto di Jalan Karya Budi No 40 C Medan Johor.
Husin yang semula tidak punya pekerjaan, menyuntik saham fiktif di perusahaannya senilai Rp200 juta. Sedangkan Sutarmanto sebagai Komisaris PT Uni Palma, senilai Rp50 juta.
Dua tahun berjalan, PT Uni Palma melakukan transaksi pemasukan dan pengeluaran kepada 9 perusahaan besar di Jakarta, seperti PT Tangguh Jagad Nusantara, PT Bion Sejahtera, PT Agro Sejahtera Mandiri, PT Bhumi Damai Sejahtera dan PT Agro Karya Gemilang.
Kemudian, PT Bumi Jaya Mas, PT Graha Loka Jaya Mas, PT Virora Cipta Indonesia, PT Virora Cipta Indonesia dan PT Sawitri Era Plasmasindo. Nilai transaksi, yang mencapai Rp230 miliar.
Akan tetapi, pemasukan ke kas negara kecil, karena terdakwa telah mengkreditkan pajak pemasukan.
Selain transaksi kepada 9 perusahaan yang diduga fiktif tersebut, terdakwa Husin melakukan transaksi kepada PT Buana Raya (Kok An Arun) dan PT Liga Sawit Indonesia.
Ia menerbitkan faktur pajak pengeluaran dalam kurun waktu Januari 2011 sampai Juni 2013, yang dibuat seolah-olah ada penjualan CPO senilai Rp118.652.823.272.
Kemudian, faktur pajak keluaran yang diterbitkan oleh PT Uni Palma tersebut, digunakan sebagai pajak masukan yang bisa dikreditkan untuk keuntungan Kok An Harun, selaku direktur CV Buana Raya dan PT Liega Sawit Indonesia.
Oleh karena itu, terdakwa dalam perbuatannya dinilai merugikan negara dalam kaitan pemasukan atau penerimaan pajak.
Sedangkan transaksi terdakwa Husin kepada 9 perusahaan di Jakarta sebesar Rp107.914.286.966, telah digunakan terdakwa Husin dan saksi Sutarmanto sebagai pajak masukan dan telah dikreditkan sebagai pajak masukan dalam pelaporan SPT masa PPN PT Uni Palma.
(vic/tribunmedan.com)