Heboh Demo Bertajuk Gejayan Memanggil di Medsos, Para Rektor Yogyakarta Langsung Bereaksi
Heboh Demo Bertajuk Gejayan Memanggil di Medsos, Para Rektor Yogyakarta Langsung Bereaksi
Viral Aksi Demo Gejayan Memanggil, Para Rektor Yogyakarta Langsung Bereaksi
TRIBUN MEDAN.com - Tagar #GejayanMemanggil viral di media sosial, khususnya Twitter. Tagar itu menjadi trending topic Twitter Indonesia.
Tagar #GejayanMemanggil berupa ajakan kepada mahasiswa untuk turun ke jalan melakukan aksi protes terhadap kondisi negara saat ini. Antara lain, penolakan RKUHP, UU KPK, RUU Ketenagakerjaan, RUU Pertanahan, dan lain sebagainya.
Aksi Gejayan Memanggil ini membuat sejumlah rektor di Kota Gudeg langsung mengeluarkan pernyataan resmi.
Tercatat Rektor Universitas Gadjah Mada, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sudah mengeluarkan pernyataan resmi terkait rencana aksi demo bertajuk Gejayan Memanggil hari Senin (23/9/2019) ini.
Mereka menegaskan bahwa gerakan itu tak terkait secara institusional. Berikut reaksi para rektor di Yogyakarta;
1. Pernyataan Rektor UIN Sunan Kalijaga
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Yudian Wahyudi mengimbau agar mahasiswanya tak bergabung dalam aksi Aliansi Rakyat Bergerak yang rencananya dilakukan Senin (23/9/2019) siang.
"Kami mengimbau agar mahasiswa UIN Sunan Kalijaga tidak melibatkan diri dalam demo hari ini," terang Yudian saat dihubungi TribunJogja.com melalui aplikasi perpesanan Whatsapp, Senin (23/9/2019).
Aksi yang ramai dengan poster bertuliskan #GejayanMemanggil ini menurut Yudian bukanlah aksi yang berkaitan dengan institusinya kampus UIN Sunan Kalijaga.
Ia menegaskan aksi itu berada di luar institusi. "Tidak ada kaitannya dengan UIN Sunan Kalijaga secara institusional," tambahnya.
Pihaknya memastikan semua aktivitas pembelajaran di kampus tetap berjalan seperti biasa.
"Kami sangat menyesalkan (titik kumpul). Ya, tapi kami sudah antisipasi. Sudah kami umumkan ke semua prodi bahwa kuliah hari ini tidak libur," tegasnya.
2. Pernyataan Rektor UGM
Rektor UGM Panut Mulyono mengeluarkan pernyataan resmi pada Senin (23/09/2019).
Pernyataan tersebut sebagai respon atas rencana aksi #GejayanMemanggil yang direncanakan berlangsung siang ini.
Berdasarkan surat yang telah dikonfirmasi oleh Kabag Humas dan Protokol UGM Iva Ariani, Panut Mulyono secara tegas pihaknya sama sekali tidak terlibat dan mendukung aksi tersebut.
"Kami minta aksi tersebut tidak melibatkan UGM dalam bentuk apa pun dan segala hal terkait aksi itu menjadi tanggung jawab pribadi," demikian pernyataan Panut.
Ia pun memastikan kegiatan akademik pada hari ini tetap berjalan seperti biasa tanpa ada gangguan sama sekali.
Karena itu, ia pun meminta agar seluruh mahasiswa, dosen, maupun tenaga kependidikan di lingkungan UGM tetap melakukan aktivitas perkuliahan seperti biasa.
Baca: Viral #GejayanMemanggil, Ini Jejak Sejarah Perlawanan Mahasiswa Terhadap Rezim Penguasa Tahun 1998
3. Pernyataan Rektor Universitas Sanata Dharma
Menanggapi ajakan aksi di wilayah Gejayan dan sekitarnya, yakni #Gejayanmemanggil, pada Senin (23/9/2019, Universitas Sanata Dharma (USD) telah menyatakan sikap.
Dalam edaran surat resmi USD, Rektor USD Johanes Eka Priyatma, menyampaikan USD tidak terlibat dan terikat secara institusional dalam gerakan tersebut.
USD tidak mendukung gerakan tersebut oleh karena tidak jelasnya tujuan serta penanggungjawabnya.
"Kegiatan perkuliahan dan layanan administrasi perkantoran pada tanggal 23 September 2019 tetap berlangsung sebagaimana mestinya," kata Rektor dalam surat edaran resminya.
USD akan melakukan berbagai tindakan preventif yang perlu demi menjamin keselamatan, keamanan dan ketertiban kehidupan kampus mulai 23 September 2019 dan hari-hari sesudahnya jika dipandang perlu.
Sementara itu, humas aksi #GejayanMemanggil, Syahdan Husein, saat dihubungi Kompas.com, menyebutkan aksi akan dilakukan pada pukul 13.00 WIB. Sementara, massa dijadwalkan berkumpul pukul 11.00 WIB.
Isu yang akan disuarakan terkait kondisi politik hukum terkini, dan persoalan lingkungan.
Syahdan menyebutkan, ada tiga titik kumpul aksi. "Ada tiga titik (kumpul), yaitu gerbang utama Kampus Sanata Dharma, pertigaan revolusi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, dan Bunderan Universitas Gadjah Mada," kata Syahdan kepada Kompas.com.
Massa akan berkumpul mulai pukul 11.00 WIB di tiga titik tersebut. Setelah itu, demonstran akan bergerak menuju ke pertigaan Colombo, Gejayan.
Syahdan memperkirakan, peserta aksi mencapai ribuan, yang tak hanya terdiri dari para mahasiswa. "Belum kami hitung secara real. Tapi belasan universitas turun, pelajar-pelajar SMA turun, dan organisasi mahasiswa daerah seperti mahasiswa Riau dan Kalimantan turun ke jalan melawan asap," ujar dia.
Untuk mengantisipasi masalah keamanan, menurut Syahdan, aksi ini telah dikoordinasikan dengan pihak kepolisian.
Syahdan mengatakan, ada tujuh tuntutan yang akan disampaikan, di antaranya mendesak pembahasan ulang pasal-pasal yang dianggap bermasalah dalam RKUHP, mendesak revisi UU KPK yang baru disahkan DPR, dan menolak upaya pelemahan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sementara itu, di Twitter, para pengguna memberikan komentar terkait rencana aksi ini. Ada yang mendukung, ada pula yang mengingatkan agar aksi diselenggarakan secara damai.
Tagar #GejayanMemanggil juga diwarnai dengan unggahan tangkapan layar para mahasiswa yang meminta izin mengikuti aksi kepada dosennya.
Baca: Anggota TNI Raider Praka Zulkifli Gugur Dalam Bentrok Mahasiswa vs Aparat di Jayapura, Papua
Sejarah Peristiwa Gejayan
Tagar #GejayanMemanggil yang viral beberapa hari terkahir, sekaligus mengingatkan publik pada peristiwa berdarah di era reformasi 1998. Di mana terjadi “pertempuran” hebat antara mahasiswa dan elemen masyarakat pengunjuk rasa dengan aparat yang mencegah aksi.
Ya, Jalan Gejayan menjadi saksi bisu atas keberanian mahasiswa Yogyakarta melakukan perlawanan terhadap rezim Soeharto di masa Orde Baru.
Ribuan mahasiswa memenuhi Jalan Gejayan saat menyuarakan perlawanan atas rezim yang dianggap otoriter saat itu.
Dikutip dari wikipedia, Peristiwa Gejayan dikenal juga dengan sebutan Tragedi Yogyakarta, adalah peristiwa bentrokan berdarah pada Jumat 8 Mei 1998 di daerah Gejayan, Yogyakarta, dalam aksi demonstrasi menuntut reformasi dan turunnya Presiden Soeharto.
Bentrokan ini berlangsung hingga malam hari. Kekerasan aparat menyebabkan ratusan korban luka, dan seorang mahasiswa bernama Moses Gatutkaca, meninggal dunia.
Peristiwa ini berawal dari unjuk rasa mahasiswa yang dilakukan beberapa universitas di Yogyakarta pada tanggal 8 Mei 1998.
Pukul 09.00 WIB terjadi demonstrasi di kampus Institut Sains dan Teknologi Akprind serta di Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta.
Sementara di kampus Universitas Kristen Duta Wacana juga menyelenggarakan aksi keprihatinan yang berlangsung di Atrium UKDW.
Selesai salat Jumat, Pukul 13.00 WIB, sekitar 5000 mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta melakukan demonstrasi di bundaran kampus UGM.
Demonstrasi yang berlangsung dengan tertib tersebut menyampaikan pernyataaan keprihatinan mahasiswa atas kondisi perekonomian saat itu yang dilanda krisis moneter, penolakan Soeharto sebagai presiden kembali, memprotes kenaikan harga-harga, dan mendesak untuk dilaksanakannya reformasi.
Pada saat yang bersamaan siang itu, ratusan lainnya juga melakukan demonstrasi di halaman kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan kampus IKIP Negeri Yogyakarta yang lokasinya berseberangan.
Di sini para pengunjuk rasa juga memprotes kekerasan aparat yang terjadi pada 5 Mei 1998 di lokasi tersebut.
Menjelang sore hari mereka ingin bergerak menuju kampus UGM untuk menggabungkan diri melakukan unjuk rasa di sana.
Ternyata aparat keamanan tidak mengizinkan dan berhadap-hadapan dengan mahasiswa yang bergabung dengan masyarakat.
Bentrokan meletus sekitar pukul 17.00 WIB.
Ratusan petugas keamanan membubarkan secara paksa dengan melakukan penyerbuan yang dibuka oleh panser penyemprot air dan tembakan gas air mata terhadap pengunjuk rasa di depan Hotel Radison yang terletak di pertigaan antara Jl Gejayan dan Jl Kolombo.
Mahasiswa dan masyarakat melawan aparat dengan batu, petasan dan bahkan bom molotov pada sore itu di sekitar Jalan Gejayan, yang membentang dari perempatan Jalan Padjajaran (Ring Road Utara) hingga perempatan Jalan Adi Sutjipto dan Jalan Urip Sumoharjo.
Tempat ini menjadi ajang pertarungan antara pengunjuk rasa dengan aparat yang mencegah mereka bergabung ke UGM.
Aparat secara membabi buta memukuli setiap orang yang ada di lokasi, termasuk pedagang kaki lima dan penduduk setempat.
Baca: Kader Gerindra Demo Mulan Jameela, Sindir Dulu Pelakor, Sekarang Perekor Rebutan Kursi DPR
Selama bentrokan berlangsung aparat melakukan pengejaran terhadap mahasiswa hingga memasuki kompleks kampus Sanata Dharma dan IKIP Negeri, sejumlah fasilitas kampus rusak saat petugas memasuki kompleks kampus.
Ketegangan ini terus berlangsung hingga malam harinya. Suasana mencekam dan letusan senjata api masih terdengar hingga pukul 22.00.
Sejumlah orang masih berlarian menyelamatkan diri, dan sebagian yang lain masih tertahan dalam kepungan polisi dan tentara.
Massa yang terkepung ini diisolir secara ketat, dengan menutup jalan-jalan yang menuju lokasi. Pukul 00.15 WIB, sebuah kendaraan panser kembali menyerbu massa dengan menembakkan gas air mata.
Massa mencoba membakar panser tersebut, tetapi gagal. Api hanya terlihat menyala sebentar, kemudian padam kembali.
Sekitar pukul 21.30 WIB, para mahasiswa sedang berada di posko PMI di Sanata Dharma, menyaksikan orang berlarian dikejar aparat keamanan dan mendengar suara orang mengaduh di lokasi yang berjarak sekitar 50 meter dari Posko PMI tersebut.
Setengah jam kemudian, ketika suasana sudah tenang kembali, petugas PMI mendatangi lokasi orang mengaduh tadi, dan mendapati seseorang sedang sekarat di jalan.
Ia tidak lagi bicara, tangannya patah menelikung ke belakang. Dan kepalanya sudah tak berbentuk. Dari telinga dan hidungnya darah segar terus menerus mengalir.
Ketika dibawa ke rumah sakit Panti Rapih, ia tewas dalam perjalanan. Dari identitas di dalam dompetnya, diketahui ia adalah Moses Gatutkaca.
Untuk mengenang Peristiwa Gejayan, Jalan Kolombo di sebelah Univeritas Sanata Dharma diubah menjadi Jalan Moses Gatutkaca. Nama jalan untuk mengenang pahlawan Reformasi yang mungkin masih terlupakan.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Pernyataan Para Rektor, dari UGM, Sanata Dharma dan UIN Soal Demo Gejayan Memanggil