KORBAN TEWAS di Wamena jadi 26 Orang, 22 Orang Pendatang, Kapolri Ungkap Pemicu dan Dalang Rusuh
"Sebanyak 26 orang meninggal dunia, 22 orang adalah masyarakat Papua pendatang," kata Tito Karnavian dalam konferensi pers
KORBAN TEWAS di Wamena jadi 26 Orang, 22 Orang Pendatang, Kapolri Ungkap Pemicu dan Dalang Rusuh
TRINBUN-MEDAN.com - Kepala Kepolisian RI Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengatakan, kerusuhan yang terjadi di Wamena, Papua pada Senin (23/9/2019) menyebabkan lebih dari 20 orang meninggal dunia.
"Sebanyak 26 orang meninggal dunia, 22 orang adalah masyarakat Papua pendatang," kata Tito Karnavian dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Selasa (24/9/2019).
Menurut Kapolri, empat orang lain yang meninggal dunia adalah masyarakat asli Papua.
"Itu profesinya mulai dari tukang ojek, pekerja ruko, kemudian bekerja di restoran, mereka ada yang dibacok dan dipanah," kata Tito.
Angka yang disebut Tito Karnavian ini bertambah dari jumlah korban yang dikemukakan Polri pada Selasa pagi.
Tito menjelaskan, mereka meninggal dunia akibat kekerasan yang terjadi saat kerusuhan di Wamena.
Ada juga yang meninggal karena tempat tinggalnya dibakar.
"Mereka meninggal akibat luka bacok dan akibat terbakar, di dalam rumahnya atau rukonya yang dibakar," ujar Kapolri.
Selain korban meninggal dunia, Tito juga menyebut bahwa ada 66 orang terluka akibat kerusuhan itu.
Mereka yang terluka kemudian dibawa ke rumah sakit di Wamena.
Namun, ada juga korban yang perlu dirujuk karena fasilitas tak memadai.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto pun sudah menyiapkan pesawat untuk korban yang perlu dirujuk ke Jayapura.
"Ada rumah sakit yang representatif di Jayapura, termasuk rumah sakit di KRI Soeharso yang ada di situ," kata Kapolri.
Menurut Tito Karnavian, situasi di Wamena saat ini sudah terkendali.
Akan tetapi, polisi masih mengantisipasi agar situasi tak lagi memanas.
"Kami waspada sehingga kami menambah pasukan," kata Kapolri.
"Tadi pagi kami menambah pasukan lagi, tak perlu disebutkan berapa yang penting kita perkuat keamanan di sana," tuturnya.
Informasi terbaru korban tewas terus bertambah menjadi 27 orang.

Hal itu diketahui setelah aparat keamanan menemukan beberapa korban tewas saat membersihkan puing-puing bangunan yang dirusak dan dibakar massa di Kota Wamena.
"Korban sudah 27 orang meninggal, hari ini 9 orang kita temukan," ujar Komandan Kodim 1702/Jayawijaya Letkol Inf Candra Dianto, saat dihubungi melalui telepon, Selasa (24/9/2019).
Untuk korban luka-luka, sambung Candra, jumlahnya mencapai 70 orang.
Menurut dia, sebagian besar korban mengalami luka bakar.
"Ada yang luka bakar, terkena batu, kena panah," katanya.
Candra memandang jumlah korban tewas akibat kerusuhan tersebut masih akan bertambah karena lokasi yang belum dibersihkan masih cukup luas.
"Masih akan bertambah karena ini merata sampai daerah-daerah pedalaman mereka beraksi juga," terangnya.
DIPICU HOAKS
Kapolri Tito mengakui, kerusuhan di Wamena, Papua, Senin (23/9/2019), salah satunya disulut oleh isu rasisme guru terhadap muridnya di salah satu sekolah di Wamena.
"Di SMA PGRI, ada isu seorang guru yang sedang mengajar menyampaikan kepada muridnya, 'kalau berbicara, keras'," ujar Tito dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Politik Hukum Keamanan, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
"Tapi terdengar oleh sang muridnya 'kera' sehingga muncul lagi (isu), si pelajar itu bilang ke orang lain 'saya dikatakan', mohon maaf, 'kera'. Padahal, yang dimaksud (guru) adalah 'jangan bicara keras'," kata dia.
Tito yang pernah menjabat Kepala Polda Papua mengakui, logat Papua memang unik.
Ada kata-kata di mana huruf terakhir tidak terlalu menonjol dilafalkan.
Baca: TERUNGKAP Dialog Ibu Guru dan Siswanya, Dipelintir hingga Picu Kerusuhan Wamena, 16 Tewas 65 Luka
"Tone logat Papua kan sedikit berbeda dengan yang lainnya.
Dalam konteks ini, kedengaran (huruf) 's'-nya agak lemah," ujar Tito.
Meski demikian, Tito memastikan, informasi tersebut belum bisa dipastikan kebenarannya dan masih dalam tataran isu yang merebak di tengah masyarakat.
Tito sekaligus menyampaikan bahwa kepolisian sudah mendeteksi kelompok yang menyebarkan isu ini ke tengah masyarakat.
"Kami yakin, yang mengembangkan (isu) itu adalah underbow (United Liberation Movement for West Papua/ULMWP) yang mengenakan seragam SMA.
Merekalah yang menyebarkan isu ada guru rasisme dan menyatakan kata-kata tidak pantas yang melukai hati," ujar Tito.
"Padahal, sekali lagi, informasi ini belum tentu benar," lanjut dia.
Artikel ini dikompilasi dari Kompas.com dengan judul ''Kapolri: 26 Orang Meninggal Dunia akibat Kerusuhan di Wamena", "Kapolri Akui Rusuh Wamena Disulut Salah Paham, "Keras" Jadi "Kera""
Penulis : Fitria Chusna Farisa