Kisah Pilu Arjuna Sinambela Penderita TB Meninggal di Atas Becak Nasi Busuk Saat Dilarikan ke RS

meninggalnya Arjuna Sinambela warga Jalan Bersama Ujung, Gang Nangka, Km 13, Kecamatan Sunggal, Deliserdang menggegerkan semua pihak.

TRIBUN-MEDAN/ FATAH BAGINDA GORBY
Petugas Puskesmas Muliorejo yang pertama sekali menangani Arjuna, Ely Sinaga (berbaju kuning) bersama Kakak Arjuna, Netty Br Sinambela (33) 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Kejadian meninggalnya Arjuna Sinambela warga Jalan Bersama Ujung, Gang Nangka, Km 13, Kecamatan Sunggal, Deliserdang menggegerkan semua pihak.

Pasalnya, Arjuna wafat lantaran tidak mampu menunjukkan sejumlah identitas kependudukan seperti Kartu Keluarga dan KTP saat hendak berobat.

Kepada Tribun-Medan.com, Petugas Puskesmas Muliorejo yang pertama sekali menangani Arjuna, Ely Sinaga menceritakan kronologis Arjuna didampingi keluarganya memeriksakan kesehatan di puskesmas itu.

 "Saya periksa pertama sekali dan hasilnya positif tuberkolosis (TB).Setelah itu kami memberikan obat paru (OAT) untuk penanganannya atas petunjuk dokter," katanya, Senin (4/11/2019).

Setelah itu, kata Ely pihaknya mempertanyakan masalah kepemilikan Kartu Keluarga kepada Kakak Arjuna yang bernama Netty Br Sinambela (33) guna proses administrasi di puskesmas.

"Mereka tidak memiliki KK karena sedang dalam pengurusan dan menunjukkan surat keterangan," katanya.

Menurut Ely, pihaknya telah meyakinkan kepada keluarga Arjuna, bahwa obat yang diberikan gratis dan disediakan oleh negara.

Obat tersebut, kata Ely lantas diberikan kepada pihak Arjuna untuk dikonsumsi selama enam bulan.

"Setiap hari Senin saya sampaikan kepada mereka agar obatnya bisa diambil," katanya.

Setelah itu, kata Ely, pihaknya mendorong keluarga Arjuna untuk terus mengurus Kartu Keluarga agar memudahkan proses berobat dan mengantisipasi keadaan darurat.

Menurut Ely, pada kali kedua kunjungan ke Puskesmas untuk pengambilan obat kedua, pihaknya menanyakan kembali mengenai KK yang tengah diurus.

Dikatakannya, keluarga Arjuna belum dapat menunjukkan dokumen kependudukan karena masih dalam proses pengurusan di Lubukpakam.

"Kemudian mereka meminta kepada saya untuk membuatkan surat rekomendasi dari Puskesmas untuk memudahkan proses pengurusan di Lubukpakam. Saya menolak karena itu bukan otoritas saya," katanya.

Bagi Ely, pihaknya mendorong keluarga Arjuna untuk segera menyelesaikan masalah dokumen kependudukan tersebut dengan tidak melibatkan Arjuna secara langsung, dengan alasan kondisi kesehatannya.

Dua hari berselang, kata Ely pihaknya melakukan rapat lintas sektoral dengan Kepala Desa dan Kecamatan. Pada forum tersebut ia meminta secara langsung mengenai kondisi seorang pasiennya bernama Arjuna agar dipermudah proses pengurusan administrasi kependudukannya.

"Saya meminta tolong kepada Kepala Desa untuk dibuatkan KK atas nama Arjuna. Namun Kades saat itu mendorong agar cukup sekali mengurusnya ke Lubukpakam," imbuhnya.

Dikatakan Ely, pihaknya memberitahu bahwa Arjuna telah mengurus dokumen ke Lubukpakam namun tidak terakomodir.

" Saya menjelaskan kepada beliau (Kepala Desa) kalau mereka disuruh balik dari Lubukpakam. Saya beritahu kondisi ekonomi keluarga Arjuna yang tidak bisa bolak-balik ke Lubukpakam karena ongkos mahal," katanya.

Ely menyayangkan nyawa Arjuna tidak tertolong. Menurutnya, ia bersama jajaran Puskesmas telah melakukan SOP.

Sementara itu, sang Kakak Arjuna, Netty Br Sinambela (33) menceritakan hari-hari terakhir adiknya saat akan menghembuskan nafas terakhirnya.

Dikatakan Netty, makin hari kondisi kesehatan adiknya makin menurun drastis.

"Ia terus muntah darah dengan kondisi lemas tak berdaya," katanya.

Pada hari terakhir, kata Netty, ia menemukan adiknya jatuh dengan wajah telungkup ke tanah.

"Arjuna memanggil saya, kak, kak tolong kak," katanya.

Lantas, Netty bergegas menemui sang adik dalam kondisi yang tak sadarkan diri. Pihak keluarga memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit terdekat.

Netty menjelaskan, karena keadaan darurat sang keluarga membawa Arjuna yang tak sadarkan diri dengan becak barang pengangkut nasi busuk.

"Kami membawanya dengan becak itu dan kami tidak tahu Arjuna dalam keadaan hidup atau telah meninggal, karena saat itu ia sudah tidak sadar," katanya.

Sesampainya di rumah sakit, kata Netty Arjuna dinyatakan telah meninggal dunia.

Di lain pihak, saat diwawancara terpisah, Politisi PDIP Sutrisno Pangaribuan menanggapi peristiwa itu mengatakan, ketidakhadiran negara merupakan penyebab melayangnya nyawa Arjuna.

Ia mengaku, sempat memberikan fasilitas transportasi kepada keluarga Arjuna untuk mengurus dokumen kependudukan ke Lubukpakam.

Kendati demikian, pria yang pernah menjabat Anggota DPRD Sumut periode 2014-2019 itu menyayangkan kondisi yang menimpa Arjuna.

Menurutnya, dokumen kependudukan bukan semata-mata kewajiban tiap warga negara melainkan hak seorang warga negara.

"Harusnya pemerintah jemput bola melihat kondisi warganya yang miskin tak mampu mengurus agar dapat ditanggulangi sedini mungkin," katanya.

Sutrisno juga menekankan perlunya revitalisasi fungsi puskesmas yang juga tak hanya untuk sarana mengobati, namun menjadi pusat pencegahan dan langkah preventif di masyarakat.

"Harusnya Puskesmas itu lebih baik berperan lagi dalam proses sosialisasi, deteksi dini, pencegahan bukan hanya sekadar tempat ambil rujukan," pungkasnya.

(gov/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved