Pembayaran Ganti Rugi Pembebasan Lahan Tol Tanjung Morawa-Tebing Tinggi Berbau Pungli
Meski sudah lama dioperasionalkan namun hingga saat ini pembangunan jalur tol Tanjung Morawa Tebing Tinggi masih meninggalkan bermasalah.
Penulis: Indra Gunawan |
TRIBUN-MEDAN.com - Meski sudah lama dioperasionalkan namun hingga saat ini pembangunan jalur tol Tanjung Morawa-Tebing Tinggi masih meninggalkan bermasalah.
Ganti rugi lahan untuk kepentingan pembangunan jalur tol lanjutan Medan Tebing Tinggi terhadap warga di Kabupaten Deliserdang diduga berbau pungutan liar (Pungli).
Saat ini ada 102 Kepala Keluarga dari enam Desa/Kelurahan di Kabupaten Deliserdang yang terus berjuang untuk mendapatkan keadilan atas pembayaran lahannya. Mereka yang berjuang itu sebelumnya telah mendapat ganti rugi mulai dari tahun 2009 hingga 2011.
Kasus ini kini sedang ditindaklanjuti oleh Pemkab Deliserdang pasca adanya pengaduan warga ke Satgas Saber Pungli Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam).
Kabag Hukum Pemkab Deliserdang, Era Permatasari yang dikonfirmasi mengakui kalau Pemkab sudah tiga kali dipanggil oleh Satgas Saber Pungli di kantor Kemenpolhulkam.
Karena ada arahan kini Pemkab pun sedang melakukan apa yang sudah diinstruksikan.
Diakui kalau nantinya apa yang sudah dilakukan Pemkab laporan wajib untuk di laporkan kembali kepada Satgas Sabet Pungli.
" Benar (ada warga yang mengadu). Kita sudah tiga kali dipanggil ke kantor Menkopolhulkam. Ada perkiraan dugaan pungli. Saat ini masih ditelaah dari Inspektorat dengan tim Saber Pungli. Yang dilakukan ya memeriksa, menelaah dokumen-dokumen yang sudah pernah dikeluarkan. Enggak ada batas waktu memang untuk kita tapi nanti dilaporkan kembali ke sana dan mungkin nanti akan ada panggilan lagi untuk memastikan benar tidak tudingan itu (terjadi pungutan liar),"ujar Era Permatasari usai menghadiri kegiatan upacara Hari Pahlawan di makam Pahlawan di Lubukpakam Minggu, (10/11/2019).
Informasi yang dihimpun 102 Kepala Keluarga yang diduga menjadi korban pungli sebelumnya memiliki lahan di enam Desa/Kelurahan dan dua Kecamatan.
Untuk di Kecamatan Tanjung Morawa berada di Desa Bangun Sari Baru, Buntu Bedimbar, Tanjung Morawa A, Tanjung Morawa B serta Desa Perdamean.
Sementara untuk yang di Lubukpakam berada di Kelurahan Paluh Kemiri. Belum diketahui secara pasti siapa pihak yang menjadi pelaku pungli hanya saja diduga dilakukan oleh tim yang punya kewenangan untuk melakukan pembayaran.
Salah satu warga yang diduga telah menjadi korban pungli adalah Masitah warga Desa Tanjung Morawa A. Anaknya, Mandarintan Lubis menyebut kalau lahan orangtuanya yang terkana dampak tol seluas 408 m2.
Sesuai kesepakatan saat itu lahan orangtuanya itu harusnya dibayar Rp 220 juta namun pada kenyataannya uang yang diterima masih Rp 210.750.000. Selain uang yang dibayarkan masih kurang pembayarannya juga dilakukan secara mencicil.
" Pembayaran pertama tanggal 2 Desember 2009. Harga permeternya saat itu masih Rp 261 ribu. Uang dikirimkan melalui Bank Sumut. Kasus ini sudah kami laporkan juga ke Polda Sumut. Ada yang ganjil kenapa bisa dicicil pembayarannya tujuh kali. Kalau orangtua dulukan tidak tahu seperti apa proses pembayaran ganti rugi yang sebenarnya,"kata Mandarinta Lubis.
Ia menyebut warga sebelumnya juga sudah pernah melakukan aksi unjukrasa di kantor Bupati dan DPRD Deliserdang. Mereka berharap agar Pemkab Deliserdang bisa membantu mereka mendapatkan apa yang harusnya menjadi hak mereka.
Tanah dan rumah yang mereka punya punya kenangan tersendiri sehingga ketika dijual untuk kepentingan masyarakat banyak harus diterima harganya sesuai dengan apa yang telah ditentukan.
(dra/tribun-medan.com)
