Guru SD di Simalungun Mogok Kerja, Orang Tua Murid Rela Menyumbang Rp20 Ribu
Mogok kerja ini membuat murid di empat kelas hanya belajar di kelas tanpa guru.
Penulis: Tommy Simatupang |
TRIBUN-MEDAN.com-Empat orang guru di SD Negeri Nomor 091404 Parbalohan, Tigaras, Kabupaten Simalungun memilih mogok kerja karena mulai tahun ini tidak lagi mendapat honor jika tidak memiliki surat keputusan pengangkatan pegawai honorer yang telah diperbarui.
Mogok kerja ini membuat murid di empat kelas hanya belajar di kelas tanpa guru.
Siti Adabiah Damanik, guru honorer yang ikut mogok kerja mengatakan belum ada solusi dari pimpinan terkait persoalan ini. Selama ini honor yang diterima tiap bulan hanya Rp500 ribu.
Katanya, kepala sekolah juga melarang penggajian guru honorer menggunakan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
"Kepsek mendatangi guru honor bilang tidak ada lagi gaji dari Pemkab. Sekarang untuk operasional sekolah semua. Untuk apa operasional sekolah kalau guru tidak ada? Jadi kita berpikir untuk apa gunanya itu semua?" kata Siti, Selasa (14/1/2020).
Menurutnya, Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun mengharuskan setiap guru honorer memperpanjang masa SK pengangkatannya.
"Kepsek kami mengatakan sesuai dengan SK saja bekerja. Kalau bapak itu tidak bikin SK kami ya kami enggak kerjalah. Bapak itu diam aja. Makanya kami enggak bekerja," ujarnya.
Orang Tua Murid Prihatin
Orang tua murid Arya Sitio mengaku prihatin dengan kondisi sekolah. Arya yang bekerja sebagai nelayan mengharapkan Pemkab Simalungun peduli terhadap kondisi pendidikan. Apalagi, murid yang diajar merupakan masa depan keluarga.
"Saya lihat anak-anak itu tidak ada belajar. Hanya belajar gitu-gitu saja tanpa ada guru. Jadi kami semua orang tua murid sepakatlah mendatangi sekolah kemarin," ujarnya.
Arya mengatakan kebijakan yang dikeluarkan Pemkab Simalungun membuat anak murid terlantar.
Kata Arya, orang tua sudah sepakat menyumbangkan Rp20 ribu per siswa untuk menggaji honorer.
Kepala Sekolah SD Negeri Parbalohan Jon Tiar Sinaga mengatakan sudah memberikan solusi kepada honorer untuk tetap mengajar. Kata Jon Tiar, para orang tua murid sudah sepakat untuk menyumbangkan uang untuk menggaji guru honorer.
"Solusinya dipekerjakan lagi guru honorer. Gaji bantuan dari komite, bantuan kepala desa itulah rapat kami kemarin. Setiap guru nanti bisa dapat Rp 400 ribu per bulan," ujarnya.
Saat ditanya sampai kapan kebijakan seperti itu berlaku, Jon Tiar mengatakan akan melihat perkembangan. Ia mengatakan paling lama bulan Januari ini.
Ia juga tak memaksa setiap guru honorer untuk memperpanjang SK karena terdengar kabar ada pembiayaan hingga Rp14 juta.
Jon Tiar bekeras tidak dapat menggunakan Dana BOS untuk gaji guru honorer.
"Kalau itu memang PTT dari dinas SK-nya. Kalau SK honorer asa dari komite dan saya. Jadi, ini karena belum keluar SK mereka. Mungkin gak dari pemda lagi karena gak diperpanjang. Kalau membayar, enggak usah. Kalah kau anggap murid sebagai anakmu, ajarlah. Kita lihat sampai Januari inilah. Kita habiskanlah dulu Januari ini," katanya.
Dihubungi terpisah, Ketua Forum Guru Honorer Simalungun Ganda Armando Silalahi mengaku sudah menyampaikan aspirasi guru ke DPRD.
Ia mengatakan tidak ada biaya untuk memperpanjang SK di tahun 2020.
Ganda berharap Dinas Pendidikan segera mengeluarkan SK tanpa ada embel-embel persyaratan yang sulit.
"Dan dengan secepatnyalah Dinas Pendidikan mengeluarkan SK Guru PTT untuk tahun 2020. Semalam sudah di sampaikan Sekdis Pendidikan agar isu itu dihiraukan, karena tidak ada perintah seperti itu ke Korwil dan Kepsek, dan dalam waktu dekat DPRD akan memanggil Sekda, Disdik, Keuangan, Korwil, Kepsek untuk duduk bersama meluruskam isu itu," katanya.
Ia juga mengatakan Pemkab Simalungun agar segera menampung anggaran untuk guru honorer.
"Harapan kami buat Pemkab Simalungun agar anggaran untuk menggaji guru PTT agar 1.800 guru PTT tetap bisa mengajar mengingat sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Simalungun masih kekurangan guru," pungkasnya. (tmy/tribun-medan.com)