Kisah Inspiratif, Lima Warga Binaan Lapas Tanjung Gusta Produksi Tempe untuk Kebutuhan Makan Tahanan
Riki Hidayatullah, warga binaan Lapas Tanjung Gusta yang divonis 18 tahun membuat kegiatan kreatif
Penulis: Alif Al Qadri Harahap | Editor: Truly Okto Hasudungan Purba
TRI BUN-MEDAN.com, MEDAN - Riki Hidayatullah, warga binaan Lapas Tanjung Gusta yang divonis 18 tahun membuat kegiatan kreatif selama manjalani masa tahanan dengan memproduksi tempe.
Kegiatan yang dilakukan Riki ini sangat bermanfaat bagi Lapas Tanjung Gusta karena hasil produksi dapat mengurangi biaya makan tahanan.
Selain untuk konsumsi para warga binaan, tempe-tempe tersebut juga dipasarkan untuk para pengunjung yang datang untuk membesuk kerabat.
Bukan hanya Riki Hidayatullah, ada 4 warga binaan lainnya yang membantu Riki dalam mengolah produksi tempe tersebut.
Keempatnya adalah: Sri Hartono 10,5 tahun, Andi Cahyadi Warga Tanjung Balai yang divonis Hakim 13,5 tahun, dan Randi lesmana divonis 5,5 tahun, dan Feri wibowo.
Mereka berlima mempunyai tugas masing-masing. Riki sebagai penanggung jawab, Hartono, Andi, dan Randi membantu Riki di produksi. Sedangkan Ferri sebagai Marketing Penjualan.
Dalam mengolah produksi tersebut, mereka berlima mendapatkan upah Rp 200 ribu perbulannya.
Kepada Tribun Medan, mereka berlima mengaku ditahan karena telah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika.
Saat ini mereka berlima dapat memproduksi tempe hingga 300 batang per harinya.
Untuk bahan baku, ada 100 kilogram kacang kedelai yang dapat diolah.
Pantauan Tribun, terlihat mereka berlima sangat akur.
Riki yang saat itu sedang membersihkan kacang kedelai menjelaskan setiap satu batang tempe diisi dengan 3,4 gram tempe.
Jadi bila 3 batang tempe bersih menjadi 1 kilogram.
"Ini kita isi 3,4 gram setiap satu batang ya, jadi kalau dijual 3 batang itu isinya 1 kilo," ujar Riki Hidayatullah.
Setiap tiga batang tempe, dijual dengan harga Rp 10 ribu rupiah, namun ada perbedaan antara dibagian pengolahannya saja.
"Jadi kalau yang dijual itu, kulit arinya kita kupas. Kalau yang untuk dikonsumsi itu kita biarkan saja," jelasnya.
• Berita Foto: Pemeriksaan Suhu Tubuh Langkah Pencegahan Penyebaran Virus Corona di Lapas Tanjunggusta
Saat ditanyai Tribun Medan apa perbedaan antara keduanya, ia menjawab: "Sebenarnya sama saja, tapi kalau ngga dikupas itu katanya nanti kena asam urat," ujarnya sambil tertawa lepas.
Dikatakan Riki, tempe yang dikupas rasanya sedikit empuk dan gurih.
Setelah selesai tahap pembersihan kulit, selanjutnya masukk ketahap pengeringan yang diserahkan ke Andi.
Andi yang sudah siap menerima kedelai dari Riki, terlihat duduk di alat pengering kedelai.
Lalu mesin dihidupkan.
"Ginilah, kaya naik kuda," katanya, lalu tertawa.
Andi ditangkap kepolisian Daerah (Polda) Sumut karena kepemilikan narkotika jenis sabu.
Andi bercerita ia sangat menyesali perbuatannya tersebut. Dikatakannya, dirinya terpaksa harus melakukan hal tersebut.
Saat itu ia sedang membutuhkan uang untuk membayar rumah kontrakan.
Peluang kerja yang tak jelas membuatnya harus menjual narkotika.
"Waktu itu saya hanya seorang kuli bangunan. Jadi belum ada pekerjaan sehingga saya harus terpaksa menjual narkotika untuk menutupi uang sewa rumah saya," katanya sambil tertunduk diatas alat pengering kedelai yang masih hidup.
Andi menegaskan tak akan mengulangi perbuatan itu lagi. Menurutnya terlalu bodoh untuk terjadi kedua kalinya.

Sedangkan Hartono, menjelaskan dirinya memang menggunakan narkotika. Namun tak untuk diedarkan.
Hartono yang saat itu sedang menaburkan ragih sekaligus membungkus kedelai-kedelai tersebut bercerita bahwa dirinya adalah seorang ayah dari dua anak.
Ia berkata bila telah bebas, ia takkan mengulangi kesalahannya kembali.
"Keluar dari sini nanti aku mau yang lurus-lurus ajalah, ini sudah ada bekal untuk usaha tinggal gimana nanti kita jalaninya lagi,"
Hal tersebut juga dikatakan oleh Feri dan Randi yang juga menjadi tim dari produksi tempe tersebut.(cr2/tri bun-medan.com)