Tari Angguk, Semakin Ramai Kesurupan Semakin Meriah
Penari angguk dari Deliserdang, Andika, mengatakan ritual kesurupan ini dapat dikatakan sebagai puncak dari acara.
TRIBUN-MEDAN.com - Tradisi seni asal Jawa Tengah, tari angguk, tumbuh di Sumatera Utara.
Seni tari ini unik karena menampilkan banyak penari berkostum ala tentara kompeni yang membawakan berbagai kisah.
Tarian angguk diperkirakan muncul sejak zaman penjajahan Belanda, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan setelah panen padi.
Untuk merayakannya, para muda-mudi bersukaria dengan bernyanyi, menari sambil mengangguk-anggukkan kepala.
Tari angguk yang saat ini sering dimainkan saat acara pernikahan, khitanan, ataupun perayaan hari besar ini adalah hasil akulturasi budaya Eropa, Islam, dan Jawa..
Selain dari kostum uniknya, percampuran budaya bisa dilihat dari alat musik, gerakan, dan kisah yang dibawakan.
Banyak juga warga yang tertarik melihat tari angguk untuk melihat penari yang kesurupan atau trance.
Kesenian yang berisi pantun-pantun rakyat yang berisi pesan moral tentang pergaulan dalam hidup bermasyarakat, budi pekerti, nasihat-nasihat dan pendidikan justru dianggap kurang menarik jika tidak ada sesi penari kesurupan.
Semakin ramai yang kesurupan, maka membuat pertunjukan angguk semakin meriah.
Penari angguk dari Deliserdang, Andika, mengatakan ritual kesurupan ini dapat dikatakan sebagai puncak dari acara.
Dalam kondisi trance, para penari bertingkar lebih liar. Mereka menari lebih energik atau menghirup asap dan makan sesajen.
"Tari angguk sedikit banyaknya akan dikaitkan dengan mistis. Kalau ada ritual kesurupan ini malah akan semakin seru. Masyarakat tidak hanya terhibur dari tariannya saja namun juga terhibur dengan ritual kesurupannya," ujar Andika, Senin (23/3/2020).
Andika menceritakan, ia juga pernah merasakan kondisi kesurupan saat menari. Ia mengaku bahwa ketika proses ritual kesurupan ini tidak merasakan apapun.
"Awalnya tubuh saya gemetaran, setelah itu saya tidak tahu apa-apa lagi," ungkapnya.
Ritual ndadi atau kesurupan ini biasanya terjadi ketika tengah malam atau setelah tarian wajib angguk dilaksanakan.
Penari angguk yang lain, Fajar menuturkan bahwa ritual kesurupan ini dianggap sebagai pernyataan bahwa makhluk gaib itu ada.
"Itu hanya digunakan sebagai hiburan dan bentuk perkenalan bahwa makhluk gaib itu ada," pungkas Fajar.
Pada jaman dahulu kala tarian ini selalu menceritakan lakon dari cerita Umarmoyo, Sekar Mawar, Dewi Kuning-Kuning, Air Gunung, Trisnowati dan Awang-awang sehingga sampai saat ini banyak masyarakat yang memercayai ketika penari kerasukan maka yang merasuki adalah roh dari tokoh-tokoh tersebut. (cr13/tribun-medan.com)