Ramadhan 2020

Jalani Ramadan Sendiri di Prancis, Putri Wening Tak Temukan Penjual Takjil

Putri memasak makanannya sendiri, untuk berbuka dan sahur, karena tidak ada yang berjualan takjil seperti di Indonesia.

TRIBUN MEDAN/RECHTIN
PUTRI Wening Alifa, perempuan Indonesia yang kini tengah menjalani puasa di Nancy, Prancis 

TRI BUN-MEDAN.com, MEDAN - Ramadan di negara mayoritas muslim seperti Indonesia selalu punya momen khas yang ditunggu-tunggu.

Seperti banyaknya penjual takjil yang tersebar di berbagai lokasi, masjid-masjid yang ramai serta suara adzan yang berkumandang di berbagai penjuru.

Menghabiskan waktu dengan jauh dari rumah membuat Ramadan Putri Wening Alifa (24) berbeda.

Ini bukan kali pertamanya menjalani Ramadan dan Lebaran jauh dari rumah.

Sebelumnya, ia juga pernah menjalani ramadan di Strasbourg.

Kini di hari ke enam ramadan ini Putri menjalaninya di Nancy, sebuah kota di Prancis.

"Yang paling berbeda makanannya sih, kalau di Indo kan pas Ramadan tuh penjual takjil ada di mana-mana ya, dan itu rasanya pasti familiar semua. Kalau di sini sama sekali enggak ada yang jual, paling kalau ada itu beberapa orang Turki yang jual, tapi rasanya kurang akrab di lidah saya," ujar Putri melalui pesan suara WhatsApp, Rabu (29/4/2020).

Tinggal sendiri di Nancy, membuat momen Ramadan Putri menjadi sunyi.

Tidak seperti di rumah yang selalu dihabiskan dengan makan sahur dan berbuka bersama keluarga. Putri mengaku memasak makanannya sendiri, untuk berbuka dan sahur, karena tidak ada yang berjualan takjil seperti di Indonesia.

"Karena di sini tinggal sendiri, jadi terasa sekali bedanya. Biasanya kalau di rumah kan pasti sahur sama bukanya sama-sama dengan keluarga, makan bersama di meja makan. Ya, kalau di sini semuanya sendiri, sahur sendiri, buka sendiri. Itu sih yang kadang bikin sedih juga," ungkapnya.

Perempuan asal Jakarta ini mengaku ada banyak perbedaan mencolok antara ramadan di Indonesia dan Prancis.

Menjalani Ramadan di negara minoritas Muslim memberikan tantangan tersendiri baginya.

Terlebih saat Ramadan jatuh di musim semi, di mana waktu siang lebih lama daripada malam.

"Kalau di sini tuh lagi musim semi, jadi waktu siangnya lebih lama, matahari juga lumayan terik. Jadi bisa puasa sampai 18 jam. Kalau di luar itu terasa sekali capeknya," tutur Putri.

Untuk salat tarawih sendiri, Putri mengatakan waktunya jatuh sekitar pukul 11 malam.

Terlalu malam untuknya yang tinggal sendirian. Ia memilih untuk melakukan tarawih di rumah.

Kadang jika ada waktu luang, beberapa teman Indonesia nya bersepakat untuk melakukan tarawih bersama-sama.

Tiga Tahun Jalani Ramadan di Polandia, Effsal Rindu Masakan Pedas Berbuka Buatan Ibu

"Karena di sini itu tarawih bisa sampai jam 11 gitu. Jadi buat saya yang perempuan dan tinggal sendiri agak takut sih untuk pulang semalam itu, jadi kalau salat tarawih lebih sering di rumah atau bareng teman-teman yang dari Indo," terangnya.

"Terus kalau sahur dan berbuka itu bedanya kalau di Indo kan selalu ada yang ngingatin tuh, dari masjid-masjid yang bangunin sahur, juga mengingatkan kalau waktu buka sudah tiba. Sementara di sini enggak ada. Paling dengar adzannya dari aplikasi di handphone," tambah Putri.

Putri kini tengah menjalani pendidikan S2 di Universitas yang ada di Nancy.

Ia juga menjalani kuliah sambil bekerja.

Pada masa lockdown seperti ini, ia mengaku puasanya jadi lebih ringan karena beraktivitas hanya di dalam rumah.

"Kalau sebelumnya puasa dengan rentang waktu yang lama terus harus bekerja juga, kalau sudah waktu istirahat teman-teman pada ngajak makan siang. Lebih terasa capeknya. Kalau di rumah saja rasanya lebih ringan sih, enggak perlu merasakan panas di luar," katanya.

Karena minoritas, tak ada kewajiban toko-toko makanan di Prancis ditutup atau setidaknya diberikan tirai.

Ia juga mengatakan tak sedikit teman-teman non muslimnya yang menanyakan tentang kewajiban berpuasa yang dilakukannya.

"Terus juga kalau di luar itu orang-orang kan enggak tahu kalau kita sedang puasa, jadi semua rumah makan tetap beroperasi sebagaimana biasa. Kalau di Indo kan biasanya ada ditutup pakai tirai gitu kan. Itu rasanya kalau siang-siang lihat orang makan eskrim agak nyesek juga sih," ungkapnya.

"Kadang mau juga teman-teman nanyakin ngapain sih puasa, ngapain sih nahan lapar dengan waktu yang lama, dan lain-lain," kata Putri.

Namun dirinya mengaku menjadikan hal tersebut sebagai motivasi.

Putri juga pernah merayakan momen lebaran di Prancis, ia mengaku mendapatkan pengalaman baru karena merayakan Lebaran dengan warga Muslim dari berbagai negara.

Makanannya pun beraneka ragam.

"Kalau lebaran di sini enaknya bisa merayakan dengan umat muslim yang berbeda kebangaannya. Makanannya juga beda, kemarin makanannya itu biasanya gulai atau kari," tuturnya.

Meskipun rindu dengan keluarga, perempuan dengan nama lengkap Putri Wening Alifa ini tetap semangat menjalankan kewajiban-kewajiban ibadah ramadannya dengan baik.

Masa pandemi corona juga tidak memungkinkan Putri untuk pulang bertemu keluarga.

"Harus tetap semangat sih, karena momen-momen Ramadan selalu punya cerita tersendiri. Walaupun enggak bisa ketemu keluarga, tapi yang jelas tetap saling mendoakan," pungkasnya.(cr14/tri bun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved