Akibat Lockdown, Jenazah Pemuda Dipulangkan ke Tempat Asalnya Sejauh 3.300 KM selama 3 Setengah Hari
Teman mendiang, Raphael Malchhanhima, juga sepakat untuk turut serta dengan dua pengemudi ambulans tersebut.
Seorang pemuda 28, Vivian Remsang, meninggal karena serangan jantung di kota pantai selatan India, Chennai, 23 April.
Keluarga sangat menginginkan jasadnya dikebumikan di kampung halamannya, negara bagian Mizoram di timur laut atau berjarak 3.300 km dari Chennai.
Akibat penerapan lockdown, penerbangan di India berhenti total.
Maka transportasi darat adalah satu-satunya pilihan untuk membawa jenazah tersebut.
Itulah dilakukan dua pengemudi ambulans Jayendran Perumal dan rekannya Chinnathambi Sellaiya.

Didampingi teman almarhum, Raphael Malchhanhima, ketiganya berkendara selama tiga setengah hari membawa jasad Vivian Remsang ke kampung halamannya di ibu kota negara bagian Mizoram, Aizawl.
Inilah kisah mereka bertiga seperti dikutip dari BBC News Indonesia.
"Jenazahnya dibalsem di rumah sakit pemerintah dan kami mendapat surat izin dari komisaris polisi kota Chennai dan berangkat ke Mizoram pada malam 24 April," kata Jayendran pada BBC.
Sertifikat kematian dengan jelas menyebutkan penyebab kematian adalah serangan jantung, yang sangat melegakan.
Di beberapa bagian India, orang-orang menyerang petugas pemakaman para dokter yang meninggal akibat Covid-19, karena ketakutan yang tidak berdasar bahwa mereka mungkin bisa terinfeksi oleh mayat itu.

Jasadnya sudah dibalsem dan dimasukkan ke bagian pendingin di belakang ambulans, terpisah dari kabin pengemudi.
Teman mendiang, Raphael Malchhanhima, juga sepakat untuk turut serta dengan dua pengemudi ambulans tersebut.
"Ketika saya mendengar bahwa ada seseorang yang harus menemani jenazahnya, saya memutuskan untuk ikut, meski ada kekhawatiran untuk bepergian selama masa karantina wilayah.
Paling tidak ini hal kecil yang paling bisa saya lakukan untuk teman saya dan keluarganya," kata Raphael kepada surat kabar The Hindu.

Mereka berkendara di sepanjang pantai timur India.
Mereka menggunakan jalan pintas untuk mengelilingi kota-kota besar dan melalui koridor sempit yang terletak antara Bangladesh dan Nepal, mereka menyeberang kebagian timur laut India.
Karena negara tengah menerapkan aturan karantina, mereka sering diberhentikan di sepanjang jalan oleh polisi, namun mereka memiliki dokumen yang bisa diproses.
Stasiun pengisian bahan bakar diizinkan beroperasi untuk mendukung truk-truk angkutan komersial, tetapi karena banyak restoran tutup, ketiganya harus mencari pedagang makanan yang berjualan secara sembunyi-sembunyi di sepanjang jalan raya.
Mereka juga membeli makanan dari penduduk desa, tetapi terkadang yang harus mereka makan hanyalah biskuit. Mereka tidur di ambulans.
Cuaca yang berubah dan beragam kondisi wilayah
Selama menempuh perjalanan, ketiga orang ini harus menemui berbagai perubahan cuaca dan kondisi beragam di setiap pedesaan yang dilewati di India.
"Saat memulai perjalanan cuacanya panas dan lembab. Ketika kami sampai di Odisha, kami berhadapan dengan hujan lebat. Lalu saat meluncur menuju Mizoram, kami merasa kedinginan."
Ibukota Mizoram, Aizawl, terletak lebih dari satu kilometer di atas permukaan laut.
Perjalanan terakhir membutuhkan waktu yang lama karena jalur berbukit ditambah dengan kondisi jalan yang buruk.
"Di beberapa tempat jalan sangat sempit sehingga hanya satu kendaraan yang bisa lewat pada satu waktu. Di sisi lain Anda juga menemui jurang yang curam," kata Jayendran.
Sambutan untuk para pahlawan

"Ketika kami memasuki ibu kota negara bagian, Aizawl, orang-orang berbaris di kedua sisi jalan dan menyambut kami, bertepuk tangan. Kami merasa sangat tersanjung dan bahagia," kata salah seorang pengemudi, Jayendran Perumal, kepada BBC.
"Ketika kami menyerahkan jenazah itu kepada keluarga. Mereka sangat senang. Jasadnya pun tidak mengeluarkan bau busuk."
Kerabat mendiang dan para pejabat setempat ingin agar keduanya tetap tinggal selama sehari sebelum perjalanan pulang mereka. Tetapi mereka lebih suka pergi setelah istirahat singkat, bahkan sebelum pemakaman selesai.
Tak terlupakan
"Saya tidak akan melupakan cara orang-orang memperlakukan saya dengan baik dan rasa hormat sampai akhir hidup saya," kata Chinnathambi.
"Kami menempuh perjalanan sejuah 3.345 km. Orang-orang sangat berterima kasih dan memberi kami makan dan makanan ringan."
Keduanya berasal dari daerah pedesaan di Tamil Nadu, dan mengatakan mereka berpenghasilan sekitar $200 per bulan. Uang itu tidak cukup bagi mereka untuk membawa keluarga mereka ke ibukota negara bagian, Chennai.

Kedua pengemudi itu dihadiahi kemeja dan selendang tradisional sebagai tanda terima kasih. Lalu uang tunai senilai 2.000 rupee (sekitar Rp391.000) diberikan kepada kedua individu tersebut oleh pemerintah negara bagian Mizoram.
Mereka mengungkapkan perasaan tak terkira oleh perlakuan orang-orang. Dalam perjalanan pulang, mereka memutuskan untuk membelanjakan uang yang mereka terima.
"Saya akan menyumbangkan uang itu ke panti jompo di dekat desa saya," kata Jayendran.
Chinnathambi pun memiliki gagasan serupa.
"Saya akan membeli buku dan membagikannya kepada anak-anak kurang mampu." (BBC NEWS INDONESIA)