Pengalaman Fadhil Ginting Ramadan di Swiss, Bukber Keliling Masjid Santap Menu Khas Berbagai Negara
Fadhil mengatakan bahwa setiap Idul Fitri, pemerintah Swiss memberikan fasilitas gratis.
TRI BUN-MEDAN.com - Pengalaman menjalani Ramadan jauh dari keluarga terasa beda, apalagi menjalaninya di luar negeri.
Itulah yang dijalani Muhammad Fadhil Ginting.
Dia saat ini menempuh pendidikan jenjang magister program MSc in Robotics, System and Control, ETH Zurich, Swiss tahun 2018.
Pengalaman Ramadan saat menjalani jenjang magister bukan kali pertama bagi Fadhil.
Ia mengungkapkan bahwa Ramadan pertama jauh dari keluarga di tanah air saat ia mengikuti program Summer School di Jenewa, Swiss 2016.
"Waktu itu aku masih tingkat 3 S1 di ITB. Pertama kali, aku langsung lihat panjang kali waktu puasanya, dari jam 3 pagi sampe jam setengah 10 malam. Soalnya lagi musim panas, jadi siangnya lama. Alhamdulillah tahun lalu aku dapet rezeki buat Ramadan di Swiss lagi sambil S2 program MSc in Robotics, System and Control, ETH Zurich," ungkap Fadhil melalui WhatsApp, Kamis (7/5/2020).
Ramadan jauh dari keluarga tidak melulu harus bersedih. Fadhil menuturkan bahwa banyak pengalaman seru dalam jalani Ramadan jauh dari tanah air, diantaranya buka puasa sambil hiking.
"Waktu aku summer school, kita sampe bukber bareng sambil hiking sore karena warga Swiss hobinya hiking. Tahun lalu aku sama teman-teman keliling masjid buat nyobain menu buka puasa yang beda-beda dan tiap minggu kita ngadain bukber potluck," tuturnya.
Walau berada di Swiss, bagi Fadhil makanan Indonesia tidak ada tertandingi. Diantaranya
bubur kanji rumbi, roti jala, risol, lemang, dan serabi.
Ia sendiri memiliki tips bagi mahasiswa perantau sepertinya untuk mengobati rasa rindu terhadap makanan Indonesia.
"Kalau lagi ingin makan khas Indonesia, aku biasa weekend nyempetin mampir ke acara buka bersama warga Indonesia yang diadakan di kedutaan Swiss atau PTRI Jenewa (Perwakilan Tetap Republik Indonesia). Seperti tahun lalu, aku sempat silaturahmi buka bersama dengan pak Jusuf Kalla di PTRI Jenewa," ujar Fadhil.
Toleransi pemerintah Swiss bagi masyarakat muslim terjalin baik. Fadhil mengatakan bahwa setiap Idul Fitri, pemerintah Swiss memberikan fasilitas gratis.
"Di bulan apapun toleransi beragama di Swiss selalu baik. Di bulan Ramadan tidak ada perbedaan sih karena siang hari perkerjaan dan kuliah berjalan seperti biasa. Untuk Idul Fitri biasanya dari pemerintah swiss memfasilitasi pelaksanaan Idul Fitri seperti fasilitas tempat, transportasi gratis dan lainnya," ungkapnya.
Di Swiss, Ibadah di masjid tidak menjadi kendala. Fadhil menuturkan bahwa di wilayah sekitar kampusnya, terdapat empat masjid yang bebas untuk ia datangi.
"Buat Salat tarawih di masjid tidak ada masalah, deket kampus ada 4 masjid berbeda yang bisa aku datangi. Secara umum, komunitas muslim Swiss ramenya di masjid-masjid dan komunitas muslim kampus aku juga ada. Kalau kegiatan ibadah barengnya ya kurang lebih sama. Bedanya sore-sore di Swiss ya tidak ada Ramadan Fair seperti di Medan atau jualan sore-sore jual takjil," kata Fadhil.
Tambahnya, Fadhil menuturkan bahwa umumnya mayoritas masyarakat muslim di Swiss berasal dari Timur Tengah hingga tersebar dari berbagai negara.
"Orang muslim yang ada di Zurich asalnya dari berbagai macam negara. Kalau lihat masjid di Zurich, tiap masjid biasanya diurus sama kebanyakan komunitas muslim dari negara tertentu, misalnya Turki, Aljazair, Pakistan, dan Maroko," tambah Fadhil.
Ramadan di negara orang pasti memiliki pengalaman berkesan bagi seseorang yang menjalaninya.
Tidak terkecuali Fadhil. Ia mengungkapkan pengalaman berkesan ketika ia berbuka puasa setiap harinya.
Bagi Fadhil, berbuka puasa di Swiss membuat ia bisa lebih mengenal masyarakat dari berbagai belahan dunia yang mungkin tidak dapat ia rasakan ketika berada di tanah air.
"Selalu terasa beda karena setiap malam aku bisa kenalan sama saudara saudara muslim dari berbagai negara dan bukan cuma dari kalangan mahasiswa. Bahkan pertemanannya berlanjut hingga ramadan berakhir hingga sekarang. Kalau ada waktu lapang, buka puasa dengan komunitas Indonesia di Swiss juga punya keseruan tersendiri," ungkapnya.
Pengalaman berkesan lainnya bagi Fadhil yaitu ketika ia berbuka puasa di Masjid milik Turki.
"Aku juga pernah buka puasa di masjid Turki bareng sama teman kampus, kita makan kaya di restoran padang gitu. Terus terakhir, karena kita yang muda-muda, pada bantuin bersihin semua mejanya. Seneng juga bantu bersihin rumah makan di masjid," ujar Fadhil.
Bagi Fadhil, merayakan lebaran di Negeri yang dijuluki Land of Milk and Honey ini tidak membuatnya sendirian. Ia menuturkan bahwa KBRI selalu mengadakan salat Idul Fitri dan Halal Bihalal untuk warga Indonesia.
"Kalau lagi merantau tempat buat melepas rindu dengan Indonesia ya datangi KBRI silaturahmi sama warga Indonesia yang di Swiss dan pelajar yang merantau. Tahun lalu aku lebaran ke Wisma Duta RI di Bern lebaran sama teman pelajar Indonesia dari berbagai kota di Swiss, warga Indonesia yang kerja dan menetap di Swiss dan pak Dubes Swiss serta keluarga," tuturnya.
Magang di NASA Saat Pandemi Covid-19
Ramadan tahun ini juga turut begitu berkesan bagi Fadhil, yang jalani visiting research di NASA Jet Propulsion Laboratory, Pasadena, California, bersamaan adanya pandemi Covid-19 yang kini melanda dunia.
Fadhil mengungkapkan walau saat ini jalani magang ditengah pandemi ini, ia cukup senang karena walau seluruh rumah ibadah termasuk masjid ditutup, ia tetap dapat mengikuti kegiatan Ramadan secara online.
"Mereka banyak ngadain kegiatan Ramadan secara online dari Zoom, misalnya tausiyah tarawih, tadarusan tiap hari dan pengajian tiap akhir minggu," kata Fadhil.
Selama wabah Covid-19 ini, Fadhil mematuhi kebijakan pemerintah untuk tetap di rumah.
Ia menuturkan, selama berkegiatan di rumah ia melakukan kegiatan belanja rutin melalui online.
"Selama wabah Covid ini aku selalu di rumah aja sih, semuanya aku pesan online atau delivery makanan dari restoran. Belanja online juga tidak susah, paling kalau mau belanja di Amazon Fresh rebutan delivery windownya aja. Karena pandemi, aku jadi beli daging yang paket gede dikirim dari peternakan halal langsung di Missouri," ungkap Fadhil.
Jauh dari keluarga di tengah pandemi saat ini tentu akan menimbulkan kekhawatiran bagi orang tua, termasuk orang tua Fadhil. Ia menuturkan bahwa ia rutin menghubungi keluarga untuk memberi kabar jika ia tetap berada di rumah
"Orang tua awalnya sempat khawatir, tapi aku selalu memberi kabar dan karena mereka tahu aku di rumah aja, belanja tidak susah dan lock down di Los Angeles tertib, mereka lebih tenang," tutur Fadhil.
Lebaran yang diperkirakan masih di tengah pandemi Covid-19 ini, Fadhil memastikan untuk menunda keinginan berlebaran di Medan.
"Lebaran ini aku tidak pulang ke Indonesia karena situasi sekarang lagi tidak pasti juga buat keluar masuk Amerika Serikat. Aku juga ingin fokus menyelesaikan tesis s2 aku dulu semester ini," pungkas Fadhil.
(cr13/tri bun-medan.com)