Ramadhan 2020

Sejarah Masjid Lama Gang Bengkok Sejak 1885, Tanah Wakaf Datuk Kesawan, Dibangun Saudagar Tionghoa

Masjid Lama Gang Bengkok dibangun di atas tanah wakaf Datuk Muhammad Ali atau yang juga dikenal sebagai Datuk Kesawan.

Editor: Juang Naibaho
Tribun-Medan.com/Rechtin Hani Ritonga
Masjid Lama Gang Bengkok, Jalan Masjid, Kesawan, Medan. Masjid yang dibangun oleh Tjong A Fie, saudagar beretnis Tionghoa di Medan, masjid ini juga sebagai situs cagar budaya di Kota Medan. 

TRI BUN-MEDAN.com, MEDAN - Masjid ini tentu tak asing di telinga warga Medan. Terletak di pusat Kota, masjid ini menjadi saksi sejarah perjalanan panjang Kota Medan.

Masjid Lama Gang Bengkok dibangun di atas tanah wakaf Datuk Muhammad Ali atau yang juga dikenal sebagai Datuk Kesawan.

Tempat ibadah umat Islam ini dibangun oleh saudagar beretnis Tionghoa, Tjong A Fie pada tahun 1885 hingga selesai.

Hingga kini, berkisar 135 tahun sejak pertama kali dibangun, Masjid Lama Gang Bengkok masih kokoh berdiri tepatnya di Jalan Mesjid, Kesawan, Kota Medan.

"Masjid ini dibangun oleh saudagar Tionghoa bernama Tjong A Fie, tanahnya merupakan tanah wakaf dari Datuk Muhammad Ali. Dibangun pada tahun 1885 hingga selesai," ungkap sekretaris Badan Kenaziran Masjid Lama Gang Bengkok, Muchlis Tanjung Kepada Tribun Medan, Jumat (8/5/2020).

Relawan dari DPC Front Pembela Islam (FPI) Medan melakukan penyemprotan cairan disinfektan di Masjid Lama Gang Bengkok, Medan, Sumatera Utara, Minggu (19/4/2020).TRIBUN MEDAN/RISKI CAHYADI
Relawan dari DPC Front Pembela Islam (FPI) Medan melakukan penyemprotan cairan disinfektan di Masjid Lama Gang Bengkok, Medan, Sumatera Utara, Minggu (19/4/2020).TRIBUN MEDAN/RISKI CAHYADI (TRIBUN MEDAN/RISKI CAHYADI)

Saat pembangunan masjid selesai, Muchlis mengatakan, Tjong A Fie kemudian menyerahkannya kepada Sultan Mahmud Al Rasyid Perkasa Alam Shah yang merupakan Sultan Kesultanan Deli yang ke-8 dan juga merupakan putra sulung Sultan Osman Perkasa Alam Shah.

Karena kesulitan untuk mengurusi masjid yang terletak tidak begitu dekat dengan tempat tinggalnya, Mahmud Al Rasyid menyerahkan tanggung jawab kepengurusan masjid kepada penasihat spiritualnya, Tuan Syekh Muhammad Yakub.

Muchlis menerangkan bahwa bentuk bangunan Masjid Lama Gang Bengkok ini memiliki kombinasi dari beberapa lintas budaya. Yakni China, Melayu, dan Persia.

Terlihat jelas dari atap masjid yang tidak berbentuk seperti kubah, namun mirip kelenteng pada masyarakat Tionghoa.

"Seperti kita lihat masjid ini unik, karena atapnya tidak berbentuk seperti kubah, melainkan menunjukkan ciri khas China yang seperti stap kelenteng.

Warna kuning menunjukkan ciri khas melayu dan hijau yang melambangkan Islam.

Sementara bangunan dalamnya terdapat nuansa Persia," katanya.

Masjid Lama Gang Bengkok di Jalan Mesjid, Kelurahan Kesawan, Medan.
Masjid Lama Gang Bengkok di Jalan Mesjid, Kelurahan Kesawan, Medan. (Tribun Medan/Arjuna)

Seiring waktu, terdapat beberapa perubahan pada Masjid Lama Gang Bengkok.

Muchlis mengatakan meskipun dilakukan beberapa renovasi terhadap material bangunan, pihaknya tidak ingin mengubah bentuk masjid sedikitpun.

"Paling yang berubah materialnya saja. Seperti lantai sudah keramik, asbes yang lama kini sudah berganti plafon, karena sudah berumur seratus tahun tentu perlu ada perbaikan.

Dan ada sedikit perluasan teras untuk menambah kapasitas menampung jamaah khususnya saat salat Jumat," ujar Muchlis.

Ia mengatakan, sebagai pengurus masjid dirinya merupakan generasi ke empat dari Tuan Syekh Muhammad Yakub.

Ia bersama para pengurus masjid lainnya menjadi pihak yang memfasilitasi para jamaah agar tetap nyaman beribadah di masjid ini.

"Kalau saya sudah generasi ke empat dari Tuan Syekh Muhammad Yakub, kalau kata lainnya itu cicit lah.

Tapi kami mengurus masjid bukan berarti yang menguasai ataupun memiliki, hanya memfasilitasi bagaimana agar jamaah yang beribadah di sini merasa nyaman," tuturnya.

Lelaki yang juga merupakan imam masjid ini mengatakan beberapa kegiatan masih terus dilakukan di Masjid Lama Gang Bengkok.

Khususnya pada bulan Ramadan terdapat kegiatan pengajian usai dzuhur setiap hari Senin sampai Kamis, juga tausiah usai Isya menjelang tarawih setiap Jumat malam.

Selain itu juga ada tadarus kaum ibu di pagi hari setiap ba'da Subuh serta yang paling khas dan telah dilakukan berpuluh-puluh tahun yakni menyantap bersama bubur anyang saat bulan ramadan.

"Hingga kini masjid ini masih berjalan kegiatan nya sebagaimana biasa. Dan kami juga berharap masjid ini tetap kokoh berdiri dan dimakmurkan jamaahnya karena ini merupakan situs cagar budaya di Kota Medan," pungkasnya.

(cr14/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved