Setelah Merajalela di Laut China Selatan, China Cari Gara-gara dengan Jepang di Laut China Timur

China menggunakan momen pandemi Covid-19 menancapkan cengkrama militernya mengintimidasi tetangganya.

Editor: Tariden Turnip
nhk
Setelah Merajalela di Laut China Selatan, China Cari Gara-gara dengan Jepang di Laut China Timur. Kapal penjaga pantai Jepang usir kapal penjaga pantai China di perairan Kepulauan Diaoyu (Senkaku), Laut China Timur, 2018 

China menggunakan momen pandemi Covid-19 menancapkan cengkrama militernya mengintimidasi tetangganya.

Setelah mencaplok pulau-pulau di Laut China Selatan dan melarang nelayan negara lain melaut, kini China mencari gara-gara pada Jepang di Laut China Timur.    

Jepang mengatakan pihaknya mengerahkan patroli dan mengeluarkan peringatan kepada sekelompok kapal penjaga pantai China yang terlihat mengejar sebuah kapal nelayan Jepang di perairan Laut China Timur pada hari Jumat.

Dilansir dari South China Morning Post, Penjaga Pantai Jepang mengatakan bahwa empat kapal penjaga pantai China memasuki perairan dekat Kepulauan Diaoyu/Senkaku yang merupakan sekelompok pulau tak berpenghuni yang dikendalikan oleh Tokyo dan dikenal secara lokal sebagai Senkaku.

Pertarungan terjadi sekitar 50 menit kemudian, ketika dua kapal Tiongkok mulai mengejar kapal penangkap ikan Jepang di perairan sekitar 12 km barat daya Uotsuri, salah satu pulau terbesar dalam kepuluan itu.

Setelah agen maritim mengirim kapal patroli ke tempat kejadian dan mengeluarkan peringatan melalui radio, kapal-kapal China meninggalkan daerah itu.

Kapal penangkap ikan tersebut memiliki tiga anggota awak pada saat pengejaran tetapi tidak ada yang terluka.

Seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya dari penjaga pantai Jepang dikutip mengatakan bahwa "kami tidak berpikir bahwa peristiwa berbahaya telah terjadi".

Kepulauan Diaoyu, di Laut Chima Timur, pulau-pulau tak berpenghuni secara defakto dikuasai Jepang tapi diklaim China
Kepulauan Diaoyu/Senkaku, di Laut China Timur, pulau-pulau tak berpenghuni secara defakto dikuasai Jepang tapi diklaim China (kyodo)

Sebelumnya pada hari Jumat, Penjaga Pantai China mengatakan pada akun media sosial resmi Weibo bahwa armada kapalnya telah "berpatroli di perairan teritorial di sekitar Kepulauan Diaoyu".

Pulau-pulau dan terumbu-terumbu yang tidak berpenghuni namun kaya akan sumber daya alam di Laut China Timur telah menjadi tempat perselisihan teritorial antara China dan Jepang selama beberapa dekade, meskipun hubungan antara kedua raksasa Asia itu terus membaik dalam beberapa tahun terakhir.

Kepulauan Diaoyu/Senkaku terdiri dari lima pulau dan tiga terumbu.

Kepulauan ini dikuasai Jepang dan merupakan bagian dari prefektur Okinawa, tapi diklaim China, dan Taiwan 

Pengusaha Jepang Kunioki Kurihara memiliki tiga pulau tetapi menjualnya ke negara Jepang pada September 2012

Pulau-pulau itu juga menjadi fokus dari pertikaian diplomatik besar antara Jepang dan China pada 2010

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe telah mengunjungi Beijing dua kali sejak 2018, sementara para pejabat dari kedua pihak bekerja untuk mengatur kembali kunjungan kenegaraan ke Jepang oleh Presiden China Xi Jinping yang telah direncanakan bulan lalu tetapi harus ditunda karena pandemi virus corona.

Beijing juga telah berupaya untuk menegaskan kedaulatannya di wilayah tersebut dengan memberlakukan larangan memancing musim panas tahunan di Laut China Timur, termasuk di perairan lepas Kepulauan Diaoyu.

Peta Kepulauan Diaoyu/Senkaku di Laut China Timur
Peta Kepulauan Diaoyu/Senkaku di Laut China Timur (bbc)

Sebelumnya di Laut China Selatan, China memperkuat cengkramannya.

Setelah membangun pangkalan militer di pulau-pulau karang yang juga diklaim Vietnam dan Filipina dan menenggelamkan kapal Vietnam, kini China makin berani.

China memberlakukan larangan musim panas tahunan pada penangkapan ikan di perairan yang disengketakan di Laut China Selatan.

Kebijakan ini mengundang aksi protes dari negara tetangga.

Melansir South China Morning Post, China mengatakan akan melarang kegiatan penangkapan ikan di perairan yang diklaim Beijing di atas paralel ke-12 - termasuk daerah di dekat Scarborough Shoal, Kepulauan Paracel, dan Teluk Tonkin - untuk melestarikan cadangan.

Larangan itu mulai berlaku sejak siang hari pada 1 Mei hingga 16 Agustus mendatang.

China bahkan menegaskan, penjaga pantai mereka akan mengambil "langkah-langkah ketat" untuk menghentikan "kegiatan penangkapan ikan ilegal".

Menanggapi hal itu, komunitas nelayan di Vietnam dan Filipina telah mendesak pemerintah mereka untuk mengambil sikap yang tegas.

Pada hari Jumat (8/5/2020), juru bicara kementerian luar negeri Vietnam Le Thi Thu Hang mengatakan Hanoi menolak "keputusan sepihak".

"Vietnam meminta China untuk tidak memperumit situasi di Laut China Selatan," katanya dalam sebuah pernyataan.

“Nelayan Vietnam memiliki hak penuh untuk menangkap ikan di perairan di bawah kedaulatan mereka,” demikian pernyataan Asosiasi Perikanan Vietnam dalam sebuah pernyataan di situs webnya awal pekan ini.

Asosiasi tersebut juga menambahkan bahwa larangan itu melanggar hukum internasional dan kedaulatan Vietnam atas Kepulauan Paracel.

Kapal nelayan Vietnam berlayar di dekat Kepulauan Spratly, Laut China Selatan di mana China sudah membangun pangkalan militer di sana
Kapal nelayan Vietnam berlayar di dekat Kepulauan Spratly, Laut China Selatan di mana China sudah membangun pangkalan militer di sana (reuters)

Di Manila, organisasi perikanan setempat juga meminta pemerintah Filipina untuk tidak menyerah pada “penindasan Tiongkok”.

"Pemerintah Filipina seharusnya tidak membuang waktu dan menunggu petugas maritim Tiongkok untuk menangkap para nelayan kita," kata Fernando Hicap, ketua Federasi Nasional Organisasi Nelayan Kecil.

"Mereka tidak memiliki hak dan kekuasaan moral untuk menyatakan larangan menangkap ikan dengan alasan melestarikan stok ikan di perairan laut yang tidak mereka klaim secara hukum, dan mereka secara besar-besaran menghancurkannya melalui kegiatan reklamasi."

Sebelumnya sebuah kapal nelayan Vietnam dengan delapan awaknya tenggelam setelah ditabrak oleh kapal patroli China di dekat Kepulauan Paracel yang disengketakan, Kamis (2/4/2020) pagi.

Kejadian ini merupakan yang pertama kapal patroli China berani menenggelamkan kapal nelayan Vietnam yang diyakini bakal memicu ketegangan antara Vietnam dan China.

"Ini adalah pertama kalinya sebuah kapal Tiongkok menabrak dan menenggelamkan kapal kami tahun ini," kata Nguyen Van Hai, pejabat lokal Provinsi Quang Ngai, Vietnam, beberapa ratus kilometer dari Kepulauan Paracel seperti dikutip dari scmp.   

China mengklaim hampir semua Laut Cina Selatan sebagai wilayahnya dan telah membangun pulau-pulau buatan dengan fasilitas berkemampuan militer atas terumbu karang yang juga diklaim sebagian oleh Vietnam.

Gari dash nine yang diklaim China sebagai daerah tangkapan nelayannya
Gari dash nine yang diklaim China sebagai daerah tangkapan nelayannya (dok)

Hai mengatakan kapal-kapal Tiongkok menabrak dan menenggelamkan kapal nelayan pada Kamis (2/4/2020) pagi sebelum "menangkap dan menahan awak" di pulau terdekat.

Dua kapal nelayan Vietnam berusaha menyelamatkan delapan nelayan itu, tetapi mereka juga ditahan dengan kapal mereka di pulau itu, kata media pemerintah, mengutip sumber-sumber lokal.

China membebaskan delapan nelayan dan dua kapal penyelamat Vietnam pada Kamis malam.

Otoritas setempat sedang menunggu mereka untuk berlabuh kembali di Vietnam pada hari Minggu untuk mendengar laporan lengkap tentang kasus ini.

Laporan ini akan dikirimkan ke otoritas yang lebih tinggi, kata Hai.

Mengutip South China Morning Post, China mengklaim 80% Laut China Selatan, yang diperebutkan oleh negara-negara tetangga, termasuk Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Indonesia.

China pertama kali memperkenalkan larangan musiman di perairan itu pada tahun 1999, dengan mengatakan itu akan membantu melestarikan sumber daya perikanan di salah satu daerah penangkapan ikan terbesar di dunia.

Perairan menyediakan bahan makanan dan lapangan pekerjaan bagi jutaan orang di negara-negara sekitarnya tetapi penangkapan ikan berlebihan dan perubahan iklim mengancam keberlanjutan mereka.

Larangan tahun ini datang pada saat meningkatnya ketegangan atas hak penangkapan ikan dan pengamat memperingatkan bahwa kesalahan langkah apapun dapat meningkatkan risiko konfrontasi.

Bulan lalu, sebuah kapal nelayan Vietnam tenggelam setelah bertabrakan dengan kapal penjaga pantai China di dekat Kepulauan Paracel, yang dikenal di China sebagai Kepulauan Xisha dan di Vietnam sebagai kepulauan Hoang Sa. (kontan)

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved